Cari Blog Ini

Rabu, 31 Agustus 2011

TASAWWUF DAN PERADABAN


Posted by Annisa Evi Mu' on 3:17 PM

Oleh: KH. Muhammad Wafi MZ. Lc. MSi.

Bila mendengar kata tasawuf seketika yang terbayangkan dibenak penulis adalah sederet nama para Auliya’ Allah, mulai dari Ibnu Athoillah As-Sakandari, Syekh Abul Hasan As-Syadzili, Syekh Ahmad Ar-Rifa’I, Al-Imam Al-Ghozali dan masih banyak lagi nama-nama lain yang merupakan tokoh-tokoh tasawuf yang kita miliki. Disamping itu, penulis juga teringat akan beberapa judul buku yang mengupas tentang tasawuf, mulai dari yang Turots seperti Ihya’nya Al-Imam Al-Ghozali, Hikamnya Ibnu Athoillah dan risalahnya Al-Qusyairi, ataupun yang terbaru, seperti Syarh (kupasan) Hikam yang ditulis Dr. Said Romadlon Al-Buthi dan beberapa buku kecil karya beliau yang membahas tentang tasawuf.
Jika menelaah beberapa literatur yang membahas tentang tasawuf, yang sebagian telah penulis sebut diatas, maka akan banyak kita temukan definisi tentang tasawuf yang biasanya adalah merupakan ungkapan dari para pelaku taSAWuf itu sendiri. Hal ini terjadi karena memang tasawuf adalah thoriqohnya Arbab Al-Ahwal yakni thoriqohnya orang-orang yang berjalan menuju kepada Allah SWT (Salik), bukan thoriqohnya Ahl Al-Aqwal (orang yang menitik beratkan sesuatu pada ucapan). Dan para Salikin dalam melakukan aktifitas kesufiannya tidak hanya mendasarkan pada dalil-dalil yang tertulis (Naqliyyah) ataupun dalil-dalil yang rasional (Aqliyyah) saja, akan tetapi juga dalil yang berupa intuisi (Dzauq)[1]. Sedang antara Dzauq satu orang dan yang lain tentunya berbeda-beda, inilah salah satu penyebab terjadinya perbedaan dalam pendefinisian tasawuf diatas[2].
Kesulitan dalam memahami tasawuf seperti diatas tidak hanya terjadi pada pemaknaan tasawuf secara definitif, akan tetapi hal itu juga terjadi pada asal muasal kata tasawuf sendiri. Karena para Ulama yang mengkaji tentang tasawuf sendiri ada yang berpendapat bahwa kata Tasawuf berasal dari bahasa arab, ada pula yang berpendapat bahwa kata Tasawuf berasal dari bahasa ‘Ajam (bahasa selain bahasa arab). Sedang ulama yang berpendapat bahwa kata Tasawuf berasal dari bahasa arab pun juga berbeda pendapat, apakah Tasawuf adalah kata yang Musytaq (ada kata dasarnya) atau tidak? Dan yang mengatakan bahwa kata Tasawuf adalah kata yang Musytaq pun berbeda pendapat tentang kata dasar dari kata Tasawuf itu sendiri yang jika kita perhatikan, ternyata kita akan menemukan betapa banyak akar kata Tasawuf yang ditawarkan oleh para ulama[3].
Ya sudahlah, kita tidak usah terlalu pusing tentang hal-hal diatas. Karena pada dasarnya, tasawuf merupakan implementasi dari Al-Ihsan, yang disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Sayyidina Umar RA, dan Tazkiyyah An-Nafs yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an Al-Karim[4].
Dalam hadis diatas Rosulullah SAW menempatkan Al-Ihsan pada posisi terakhir, yakni setelah Al-Iman dan Al-Islam. Hal ini memberi pengetian bagi kita, bahwa derajat Al-Ihsan, yang bisa juga disebut dengan tasawuf, dapat dicapai oleh seseorang jika ia telah beriman dengan sungguh-sungguh dan mengamalkan islam secara sempurna. Karena Al-Ihsan merupakan perwujudan dari kuatnya Tauhid dalam hati seseorang. Sedang hakekat dari Tauhid, sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghozali, adalah jika seorang hamba melihat dan meyakini bahwa segala sesuatu yang di alam semesta ini dari Allah SWT[5]. Buah dari tauhid tersebut adalah Al-Ihsan yang berarti penyembahan seseorang terhadap Allah sekan-akan ia melihat Allah SAW atau ia dilihat oleh Allah SWT. Jadi, kesungguhan iman dan kesempurnaan islam seseorang merupakan syarat mutlak bagi seseorang yang ingin mencapai derajat Al-Ihsan atau tasawuf.
Termasuk hal yang wajib diimani oleh umat islam, lebih-lebih mereka yang ingin mencapai derajat Al-Ihsan atau paling tidak ingin menjadi seorang sufi, adalah Qadla dan Qadar, sebagaimana hal itu bisa kita lihat pada hadis riwayat sayyidina umar diatas. Akan tetapi banyak dari kalangan umat islam sendiri yang tidak beriman pada Qadla dan Qadar, bahkan sekarang ini hal itu muncul dari sebagian orang yang memposisikan dirinya sebagai seorang sufi. Mereka pun beranggapan bahwa percaya pada Qadla dan Qadar adalah biang dari kemunduran umat Islam saat ini, jika umat islam ingin maju maka mereka harus menanggalkan keimanan mereka terhadap Qadla dan Qadar. Benarkah statement tersebut? Atau malah sebaliknya yang benar? Dalam tulisan singkat ini penulis akan berusaha untuk mengurai benang kusut seputar Qadla dan Qadar.

Seputar Qadla Dan Qadar.

Sebelum kita membahas lebih jauh, maka kita jawab dulu pertanyaan, Apa itu Qadla dan Qadar? Qadla adalah ilmu atau ketetapan Allah SWT berkenaan dengan seluruh makhluk-Nya, yang telah ditetapkan-Nya pada azal (sesuatu yang tak bermula), yang diantaranya adalah ketetapan Allah SWT berkenaan dengan semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan yang Ikhtiyari (dari kehendak manusia sendiri) ataupun tidak. Adapun Qadar adalah terjadinya penciptaan sesuai dengan keputusan yang ditetapkan oleh Allah sebelumnya (Qadla). Dengan demikian, berarti Qadar merupakan implementasi dari Qadla.
Setelah mengetahui definisi Qadla dan Qadar sebagaimana diatas, maka yang muncul dibenak penulis selanjutnya adalah sebuah pertanyaan baru, apa korelasi antara iman terhadap qadla dan qadar dan kemunduran yang dialami umat saat ini? Jika kita cermati dengan sungguh-sungguh, sebenarnya tidak ada korelasi sama sekali antara iman kepada qadla dan qadar dengan kemunduran umat islam saat ini, Bahkan keduanya pada ujung yang berbeda. Karena iman terhadap qadla dan qadar adalah bagian dari keyakinan kita terhadap Dzat dan sifat-sifat Allah SWT, sedang segala perbuatan dan tingkah laku manusia merupakan bentuk ketundukannya terhadap perintah dan larangan Allah SWT.

Untuk membuktikan hal diatas coba saja kita perhatikan beberapa hal dibawah ini:

1. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk Imarah Al-Ardl (membangun, memberdayakan, mengolah dan mengembangkan potensi yang ada di bumi), baik secara materi ataupun peradaban. Hal tersebut bisa kita baca pada Q.S. Al-Hud: 6: “ dia Telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya ”. Allah juga menyuruh agar kita memperhatikan bumi yang telah Dia jadikan “pelayan” bagi kita, untuk kemudian kita bisa menggali dan mengeluarkan semua potensi yang terkandung didalamnya. Coba kita perhatikan Q.S. Al-Mulk: 15: “ Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan ”. dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang mengisyaratkan perintah Allah SWT yang senada dengan perintah-perintah diatas. Yang sekarang perlu kita renungkan, apakah mungkin setelah Allah SWT memerintahkan kita untuk mengolah dan mengembangkan potensi bumi yang kita huni ini, lalu setelah itu Dia pun juga memerintahkan kita agar bermalas-malasan, dengan dalih bahwa konsekuensi dari iman terhadap qadla dan qadar adalah bermalas-malasan? Bukankah arti Taskhir Al-Ard (menjadikan bumi sebagai “pelayan” manusia) yang terdapat pada firman Allah Q.S. luqman: 20: “ Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah Telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan ”, adalah dengan mengerahkan semua daya dan upaya yang kita miliki? Atau malah sebaliknya, yakni dengan santai-santai, tidur-tiduran dan bermalas-malas? Tentu kita sudah tahu jawaban dari pertanyaan diatas.
2. Kalau kita membaca Sirah atau perjalanan hidup dan perjuangan para As-Salaf As-Sholih, seperti para sahabat Nabi Muhammad SAW, Tabi’in dan Tabi’ At-Tabi’in, maka kita akan melihat bahwa mereka hidup dalam kesejahteraan baik secara lahiriah maupun bathiniah, dan hal itu tidak bisa dipungkiri oleh siapapun kecuali orang-orang yang memang tidak bisa melihat terangnya sinar matahari di siang bolong. Para sahabat adalah orang-orang yang paling sah untuk kita jadikan tauladan dalam berbagai aspek kehidupan, mereka telah berhasil merajut kebangkitan ilmiah, budaya, ekonomi, militer dan banyak yag lainnya, padahal sebelumnya mereka hanya bangsa arab yang Ummi, hidup di padang pasir yang gersang dan tidak punya nilai dihadapan bangsa-bangsa lain. Yang mengganjal dibenak penulis sekarang adalah sebuah pertanyaan besar, apakah kesejahteraan yang diperoleh oleh para para sahabat itu adalah merupakan hasil dari tidak iman mereka terhadap qadla dan qadar? Tentunya, bagi orang-orang yang menganggap iman terhadap qadla dan qadar sebagai biang dari kemunduran dan kekalahan umat islam saat ini harus menjawab “iya” pertanyaan penulis diatas. Karena hal itu adalah konsekuensi secara logis dari keyakinan mereka. Akan tetapi hal itu terbantahkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam muslim dalam buku shohihnya. Alkisah, ketika Ma’bad Al-Juhani, orang pertama yang menafikan adanya qadar Allah, muncul di kota Bashrah ada dua orang yang sedang melaksanakan ibadah haji sowan kepada sahabat Nabi Adullah bin Umar RA untuk menanyakan perihal Ma’bad Al-Juhani tersebut. Lalu jawaban Ibnu umar adalah: “ jika engkau bertemu dengan mereka maka kabarkanlah bahwa aku lepas dari apa yang mereka yakini dan mereka juga terlepas dari apa yang aku yakini, andaikan salah satu dari mereka memiliki emas sebesar gunung uhud dan kemudian mereka infaqkan niscaya allah tidak akan menerima amal mereka tersebut selagi mereka tidak beriman terhadap qadar [6]”. Kemudian beliau menyitir hadis riwayat sayyidina umar tentang iman, islam, dan ihsan diatas. Ungkapan sahabat Ibnu Umar diatas memberi ketegasan kepada kita bahwa para sahabat pun beriman terhadap qadla dan qadar, dan serta merta juga membantah logika bahwa kemajuan yang mereka peroleh didorong oleh sebuah pengingkaran terhadap qadla dan qadar.

Dari dua poin yang sudah penulis sebutkan diatas, tentu sekarang kita bisa yakin bahwa kemunduran umat Islam saat ini bukan disebabkan keimanan mereka terhadap qadla dan qadar. Bahkan malah sebaliknya, keimanan mereka terhadap qadla dan qadarlah yang mendorong mereka untuk menjadi bangsa yang berperadaban tinggi. Bagaimana logikanya? Jika sebuah bangsa telah mempunyai iman yang kuat terhadap Allah SWT, dan bahkan iman tersebut tidak hanya sebatas Taqlid tapi sudah mencapai taraf cinta, mengagungkan, memuliakan, hanya bergantung pada Allah SWT saja dan meyakini seyakin-yakinnya bahwa hanya Allah lah sumber dari segala kekuatan yang ada, maka ia akan bertambah tunduk setunduk-tunduknya terhadap semua perintah-perintah Allah SWT. Dan termasuk dari perintah Allah SWT adalah agar manusia membangun dan memberdayakan bumi dan segala isinya sesuai dengan amanat yang telah Allah bebankan kepada kita sebagai Kholifah.
Coba saja perhatikan sebegitu banyak makam para sahabat yang tersebar dimana-mana, kira-kira apa yang mendorong mereka untuk melakukan perjalanan begitu jauh bahkan sampai bermil-mil dalam rangka Jihad Fi Sabilillah dan menyebarkan agama Islam? padahal waktu itu belum ada pesawat terbang, kereta api, mobil dan alat tranportasi yang lain. Tidak lain semua itu adalah karena kuatnya iman dalam hati mereka yang membuahkan ketundukan total seorang hamba dihadapan Rabb-nya. Andai yang mereka jadikan pijakan adalah kekuatan mereka sendiri, tentu islam tidak akan tersebar sebegitu luasnya, karena logika manusia tidak akan bisa mencerna dan menerima. Bayangkan saja, tiga ribu pasukan perang umat islam melawan seratus lima puluh ribu pasukan romawi, tapi apa yang dikatakan oleh Abdullah bin Rowahah selaku panglima perang ” wahai kaumku, sebenarnya sesuatu yang kalian benci adalah sesuatu yang kalian keluar perang karenanya pula. Kalian keluar karena mencari syahadah, jadi kita tidak berperang dengan kekuatan penuh ataupun dengan peralatan yang banyak dan lengkap, akan tetapi kita dengan agama yang Allah telah memuliakan kita dengan agama tersebut, yakni Islam. Sungguh yang kita cari adalah salah satu dari dua kebaikan; kemenangan atau mati syahid ”.
Iman sebuah bangsa terhadap qadla dan qadar akan mengangkat mereka dari jurang kehinaan, keimanan tersebut mendidik mereka menjadi orang yang mulia, kuat dan percaya diri karena selalu menyandarkan semua langkahnya hanya pada Allah SWT semata, tidak yang lain. Disinilah akan benar-benar terealisasi sabda baginda Nabi Muhammad SAW:” orang mu’min yang kuat itu lebih baik dan dicintai allah dari pada yang lemah, akan tetapi keduanya baik semuanya[7]”.
Walhasil, Jika kita ingin maju dan menjadi pemimpin dunia, maka marilah kita berkaca dan meneladani As-Salaf As-Sholih, bagaimana mereka bisa mencapai kemuliaan tersebut, bukankah begitu?

[1] Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali (tt), Al-Munqidz Min Al-Dholal, h.h.69-71. Tuban: Mathba’ah Al-Balagh.
[2] Abu Muhammad Rohimuddin Nawawi Al-Bantani (2003), Madkhol Ila Al-Tashowwuf Al-Shohih Al-Islami, h.73. Kairo: Dar El-Fikr.
[3] Ibid.
[4] Penggalan Hadis diatas adalah sebagai berikut: أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك . Abu Al-Husain Muslim Bin Al-Hajjaj Bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi (2000), Shohih Muslim, h.31, No Hadis:1. Beirut: Dar El-Fikr.

[5] Muhammad Bin Muhammad Al-Ghozali (tt), Ihya’ Ulumiddin, . h. 33. Semarang: Toha Putra
[6] Muslim Bin Al-Hajjaj Bin Muslim Al-Qusyairi An-Naisaburi. Op.Cit.
[7] Ibid h. 1311, No Hadis: 6669.

Cerita dari Abu Laits as-Samarqandi


Posted by Annisa Evi Mu' on 7:38 PM

Abu Laits As-Samarqandi adalah seorang ahli feqah yang mashyur. Antara karyanya yang sangat terkenal hingga kini adalah kitab Tanbihul Ghafilin (Peringatan bagi orang-orang yang lalai).
Suatu ketika dia pernah berkata, ayahku menceritakan bahawa antara Nabi-Nabi yang bukan Rasul ada menerima “petunjuk” dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara. Maka beliau salah seorang yang menerima petunjuk melalui mimpi itu, pada suatu malam beliau bermimpi diperintahkan yang berbunyi, "Esok engkau dikehendaki keluar dari rumah pada waktu pagi menghala ke barat.

Engkau dikehendaki berbuat demikian:-
1. Apa yang engkau lihat (hadapi) maka makanlah.
2. Engkau sembunyikan.
3. Engkau terimalah.
4. Jangan engkau putuskan harapan.
5. Larilah engkau daripadanya."

Pada keesokan harinya, beliau itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam.

Beliau kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan pertama aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan."

Maka beliau itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar buku roti. Maka beliau pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Bila ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.

Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas beliau itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya.
Tiba-tiba mangkuk emas itu terkeluar semula. Beliau itu pun menanamkannya semula sehingga tiga kali berturut-turut. Maka beliau berkata itu, "Aku telah melaksanakan perintahmu." Lalu dia pun meneruskan perjalanannya tanpa disedari olehnya, mangkuk emas itu keluar semula dari tempat ia ditanam.

Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia ternampak seekor burung helang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Hamba Allah, tolonglah aku." Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa simpati lalu dia pun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Melihatkan keadaan itu, lantas burung helang itu pun datang menghampiri beliau itu sambil berkata, "Wahai Hamba Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."

Maka beliau itu teringatkan pesanan arahan dalam mimpinya yang keempat, iaitu tidak boleh putuskan harapan. Dia menjadi kebingungan untuk menyelesaikan perkara itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pehanya dan diberikan kepada helang itu. Setelah mendapat daging itu, helang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.

Selepas kejadian itu, beliau meneruskan perjalananya. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan satu bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ kerana tidak tahan menghidu bau yang menyakitkan hidungnya.

Setelah menemui kelima-lima peristiwa itu, maka kembalilah beliau ke rumahnya. Pada malam itu, beliau pun berdoa.
Dalam doanya dia berkata, "Ya Allah, aku telah pun melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang diberitahu di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku erti semuanya ini."

Dalam mimpi beliau telah diberitahu oleh Allah S.W.T. bahawasanya:-
1. Engkau makan itu ialah marah. Pada mulanya nampak besar seperti bukit tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta menahannya, maka marah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu.

2. Semua amal kebaikan (budi), walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan nampak jua.

3. Jika sudah menerima amanah seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya.

4. Jika orang meminta kepadamu, maka usahakanlah untuknya demi membantu kepadanya meskipun kau sendiri berhajat.

5. Bau yang busuk itu ialah ghibah (menceritakan hal seseorang). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah."

Kelima-lima kisah ini hendaklah kita semaikan dalam diri kita, sebab kelima-lima perkara ini sentiasa sahaja berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Perkara yang tidak dapat kita elakkan setiap hari ialah mengata hal orang, memang menjadi tabiat seseorang itu suka mengata hal orang lain. Haruslah kita ingat bahawa kata-mengata hal seseorang itu akan menghilangkan pahala kita, sebab ada sebuah hadis mengatakan di akhirat nanti ada seorang hamba Allah akan terkejut melihat pahala yang tidak pernah dikerjakannya. Lalu dia bertanya, "Wahai Allah, sesungguhnya pahala yang Kamu berikan ini tidak pernah aku kerjakan di dunia dulu."
Maka berkata Allah S.W.T., "Ini adalah pahala orang yang mengata-gata tentang dirimu."

Dengan ini haruslah kita sedar bahawa walaupun apa yang kita kata itu memang benar, tetapi kata-mengata itu akan merugikan diri kita sendiri. Oleh kerana itu, hendaklah kita jangan mengata hal orang walaupun ia benar.

Mengenal Tafsir Sunni

Oleh Dr. KH. Abdul Ghofur MZ
Posted by Annisa Evi Mu' on 12:26 PM

Tak dapat dipungkiri posisi sentral Al-Quran bagi seluruh aliran-aliran yang lahir dalam rahim Islam. Semua larut menikmati hidangan Al-Quran. Ada dua sifat yang menjadikan Al-Quran selalu menjadi rujukan. Pertama Al-Quran sebagai hudan, petunjuk bagi umat manusia, dan kedua Al-Quran sebagai furqan, pembeda antara yang benar dan yang batil. Selain itu, Al-Quran adalah satu-satunya teks Islam yang terjaga otentisitasnya. Al-Quran di hadapan kita sekarang tak berbeda sedikitpun dari al-Quran yang pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Maka bisa dimengerti, bahwa aliran yang mampu mengidentifikasi diri sebagai aliran yang sejalan-harmonis dengan teks-teks al-Quran dengan mudah memanen kepercayaan dari umat, sementara yang tampak kontras-berlawanan dengannya akan terseret arus peminggiran.
Ironisnya hampir semua (untuk tidak mengatakan seluruhnya) aliran tak mampu menikmati hidangan al-Quran dengan renyah. Dalam banyak kasus mereka justeru tersedak saat berupaya menikmatinya. Hal ini karena Al-Quran tak menghidangkan satu menu dan untuk sekelompok tertentu. Al-Quran adalah mutiara yang bisa dinikmati oleh berbagai lapisan umatnya, masing-masing dengan tingkat intelektualnya. Ditambah lagi satu kenyataan bahwa al-Quran tidak turun sekali tempo dalam bentuk yang utuh, akan tetapi turun dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, dan dalam berbagai munasabah. Dengan demikian, tak pelak al-Quran menghidangkan makna-makna yang beragam, dan bahkan seringkali ambigu yang tak semuanya bisa dinikmati oleh aliran tertentu dengan renyah. Ada diantaranya yang renyah karena menunjuk pada makna yang serasi-setujuan dengan setruktur pemikiran anggitannya, dan ada pula diantaranya yang perlu “diolah” agar “terasa” renyah.

Atas dasar ini, tak ada aliran dalam Islam yang mampu menghindarkan diri dari mekanisme ta’wil dalam arti yang luas, termasuk aliran yang mengaku paling murni sekalipun. Maksud ta’wil dalam arti yang luas adalah seperangkat mekanisme di lingkungan tafsir yang dipergunakan untuk mengatasi teks-teks yang tampak tak sejalan-harmonis. Mekanisme ini bisa berbentuk majâz, ta’wîl, sistematika tarjîh, isyârî, dan lain sebagainya. Tafsîr bil ma`tsur, seperti tafsirnya ibnu Katsîr, yang acap disangka tak membutuhkan mekanisme ta’wil tersebut pada hakikatnya penuh dengannya. Untuk meletakkan hadîts dan atsar pada ayat-ayat tertentu misalnya, dibutuhkan seperangkat metode yang dapat diukur, dan itu tak lain adalah mekanisme ta’wil itu tadi. Juga kesadaran linguistik, alwa’yu allughawî, untuk tidak menerima majâz sebagai bagian dari ta’wil sejatinya adalah bagian dari ta’wil itu sendiri, mirip dengan ungkapan ‘adamul idrâki huwa idrâkun.

Perdebatan-perdebatan akademik antar aliaran-aliran dalam Islam seputar seperangkat ta’wil di muka telah melahirkan khazanah ilmu-ilmu al-Qur`an dan tafsir yang amat kaya. Dan pada kesempata ini, akan kita bicarakan sekelumit dari bagian khazanah tersebut, yakni tradisi tafsir-tafsir sunni. Untuk keperluan ini, kita ajukan dulu satu pertanyaan: Apa itu Sunni? Atau: mencakup siapa saja aliran Sunni itu?

Ini adalah salah satu pertanyaan amat sulit, yang untuk menjawabnya dibutuhkan kerja keras dan melelahkan. Demi menghindari itu, kita menerima begitu adanya sebuah “rumah besar” yang sering diasumsikan menaungi keluarga besar Sunni, tanpa melihat kamar-kamar yang ada di dalamnya, yang boleh jadi tersekat antara satu dengan lainnya, hingga pada posisi diametral. Rumah besar ini lazimnya dihadapkan pada rumah lain yang berseberangan, yang ditinggali oleh Syî’ah, Mu’tazilah, Khawârij, dan lain sebagainya. Dengan demikian, Sunni yang dimaksud di sini adalah kelompok besar yang mencakup salafî, kalâmî asy’arî-mâturidî, dan shûfî-sunnî (untuk membedakannya dari shûfî-falsafî seperti Ibn ‘Arabî). Perselisihan faham teologis diantara shûfî-sunnî dan salafî, yang biasanya berujung pada klaim paling berhak menyandang gelar sunni misalnya, tak perlu diangkat.

Tafsir Ibnu Katsir
Dengan memasukkan unsur tafsir pada pemetaan ini, bisa kita kemukakan, bahwa dalam tradisi Sunni terdapat tiga aliran tafsir: ittijâh salafî, ittijâh kalâmî, dan ittijâh shûfî. Termasuk aliran yang pertama adalah tafsir Ibn Katsîr, dan termasuk aliran yang kedua adalah Attafsir al-Kabîr-nya Fakhrur Râzî, sementara diantara tafsir yang ketiga adalah Lathâiful Isyârât-nya Imam Al-Qusyairî. Menilik posisi aliran-aliran ini yang berada di rumah besar Sunni, sudah barang tentu mereka memiliki garis besar metode yang sama, misalnya tafsîrul Qur`ân bil Qur`ân, bil hadîts, bi aqwâlish shahâbah, bi aqwâlittâbi’îin, dan billughah yang mencakup misalnya: makna lafadz yang ditafisiri harus sesuai dengan bahasa Arab; al-Qur’an harus ditafsirkan dengan yang umum dalam bahasa; dalam menentukan makna harus sesuai dengan konteks (assiyâq); dalam menafsirkan harus memperhatikan situasi sabab nuzûl dan alur cerita (qishshah); mendahulukan ma’na syar’î ketimbang ma’na ‘urfî; dan lain sebagainya.

Imam Ar-Razi
Ini berbeda misalnya dari tafsir-tafsir di luar tradisi Sunni yang tak menerima semua konsep-konsep tafsir di muka secara sempurna. Syiah misalnya, tak menerima hadits-hadits yang ditransmisikan melalui sanad Sunni, walau konsep dasarnya mengenai tafsîr bil ma`tsûr sama. Contoh lain adalah Mu’tazilah yang terlalu mudah membuang hadits, apalagi atsar sahabat dan tabi’în, jika tampak bertentangan dengan arra`yu, sehingga mengurangi keutuhan konsep tafsîr bil ma`tsûr. Begitu juga dengan tafsîr falsafî yang berani “melampaui” makna nash ayat dengan konsep dialektika khithâbî-burhânî-nya, atau tafsîr shûfî nadzarî yang merambah ke wilayah bâthin teks dan meninggalkan dzâhir-nya. Ayat 17 QS Al-Hâqqah[1] misalnya, tafsirnya dibiarkan apa adanya sesuai dengan pemahaman “masyarakat awam”, akan tetapi bagi para filsuf, ‘arsy diartikan sebagai planet ke sembilan yang merupakan mahaplanet, sementara delapan malaikat yang menyangganya adalah delapan planet yang bermarkas di bawahnya. Dan ayat 6-7 QS Al-Baqarah[2], oleh Ibn ‘Arabî, melalui konsep dzâhir-bâthin-nya ditafsirkan, bahwa orang-orang kafir itu menutupi kecintaan mereka atas Allah, sehingga peringatan-peringatan Nabi Muhammad SAW. tak akan mereka imani, karena telah sibuk hanya dengan Allah SWT.

Di luar kesamaan-kesamaan metode di atas, aliran-aliran Sunni juga memiliki sejumlah perbedaan, terutama menyangkut tafsîr birra’yi. Misalnya pendekatan aliran kalâmî terhadap ayat-ayat shifâtiyah, yang ditolak keras oleh aliran salâfî. Imam Fakhrur Râzî yang dianggap sebagai mufassir yang berhasil menyuguhkan teks-teks al-Quran sebagai hidangan teologis Asy’ariyah menjadi sorotan tajam aliran Salafî. Ibn Taimiyah, pentolan aliran ini, bahkan menyampaikan grundelannya terhadap attafsîr al-kabîr anggitannya: “fîhi kullu syai’in illâ attafsîr”, tafsir tersebut memuat segala hal kecuali tafsir itu sendiri. Contoh lain adalah pendekatan isyârî yang dikenalkan oleh aliran shûfî-sunnî, yang bukan saja ditolak oleh aliran salafî, tapi juga oleh sejumlah kalangan dari aliran kalâmî
.
Tafsir isyârî adalah tafsir yang menta’wili ayat-ayat al-Quran tidak sesuai dengan apa yang dzahir, melalui petunjuk dari isyarat-isyarat esotoris yang hanya diberikan kepada mereka yang telah sempurna dalam meniti jalan menuju Allah SWT. Model penafsiran ini murni mengandalkan ilham dari Allah SWT. tanpa terikat secara ketat dengan logika bahasa, keselarasan konteks, dan dukungan premis-premis ilmiah. Dalam hal ini, seorang mufassir diwajibkan untuk selalu mengisi hatinya hanya dengan dzikir Allah SWT, sehingga saat ia membaca Al-Quran Allah membuka hatinya untuk menerima pencerahan-pencerahan baru yang terkandung di dalam isyarat-isyaratnya. “Wa’allamnâhu milladunnâ ‘ilmâ”. QS. Al-Kahfi : 65. Sahl Attustarî (200-283 H.) , seorang sufi kenamaan, saat membaca ayat 22 QS Al-Baqarah[3], seperti mendapat ilham dari ‘âlamul malakût, bahwa andâd terbesar adalah hawa nafsu yang selalu mengajak kepada kejelekan, menyimpang dari tafsir dzharinya yang adalah berhala-berhala sesembahan orang-orang kafir. Dengan menafsiri andâd dengan nafs ammârah, Attustarî tidak bermaksud menafikan makna dzharinya tersebut, akan tetapi itu hanya sebagai “tafsir lain” yang ditimpakan ke dalama hatinya melalui penghampiran total kepada Allah SWT.

Tafsir isyârî atau faidhî yang lahir dalam tradisi tasawwuf sunnî demikian ini sangat problematis. Di satu sisi ia terpancarkan dari hati bening para peniti jalan kesucian, akan tetapi pada sisi lain ia seperti melahirkan logika bahasa baru yang mustahil tersentuh oleh pengalaman normal. Imam An-Nasafî, penganut tradisi tafsîr kalâmî, mengecam model penafsiran tersebut, karena telah menarik lafadz-lafadz al-Quran dari habitat dzahirnya. Menurut dia, menggeser lafadz al-Quran dari konteks dzahirnya adalah bentuk ilhâd.

Selain pemetaan salafî-kalâmî-shûfî, tradisi tafsir sunni juga terkelompokkan dalam sejumlah corak atau warna tafsir. Sebut saja misalnya, tafsîr fiqhî, tafsîr lughowî, tafsîr adabî, tafsir ijtimâ’î-hudâ`î, dan tafsîr ‘ilmî. Tafsîr fiqhî adalah salah satu tafsir yang paling mulus dan tak banyak dipersoalkan. Jika ta’wil hanya berarti mencari tahu hukum Allah (ta’wîl fiqhî) pada semua kasus yang terjadi di muka bumi, maka hampir pasti semua aliran sunni tak akan mempermasalahkan legalitasnya. Dalam khazanah sunni, tak ada satu aliran pun yang berani menarik diri dari keterkaitan dengan hukum syar’î, sehingga ta’wîl fiqhî dengan demikian mutlak diperlukan. Dan untuk memenuhi kebutuhan ini, sejumlah tafsîr fiqhî telah lahir, seperti Ahkâmul Qur`ân karya Ibn al-‘Arabî dan Ahkâmul Qur`ân karya al-Jashshâs.
Tafsîr lughawî lahir dari satu kenyataan bahwa al-Quran diturunkan melalui media bahasa Arab yang jelas. “dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” QS. Asy-Syu’arâ`:193-195. Sehingga untuk memahaminya diperlukan penguasaan yang sangat baik terhadap tatabahas dan kosakata Arab. Ini adalah syarat mutlak bagi mufassir. Di sinilah kemudian lahir buku-buku tafsir yang banyak atau bahkan khusus membahas sintaksis dan morfologi Arab. Sebut misalnya Ma’ânil Qur`ân, karya Imam Al-Farrâ’, Ma’ânil Qur`ân karya Az-Zajjâj, Addurrul Mashûn karya Assamîn al-Halabî, dan lain sebagainya.

Al-Manar
Tafsîr adabî adalah bentuk pertanggungjawaban ulama-ulama Islam untuk menjelaskan nilai sastra al-Quran yang diyakini mengandung i’jâz. Corak tafsir ini banyak dielaborasi oleh kalangan Mu’tazilah seperti Al-Jahidz (163-255 H.), ar-Rummânî (296-384 H.) dan al-Marzabânî (297-394 H.), yang pada generasi belakangan lahirlah al-Kasysyâf-nya Imam az-Zamakhsyarî (467-538 H.). Belakangan, generasi Sunni juga merambah wilayah ini, seperti Imam al-Bâqilânî (328-402 H.), Abdul Qâhir al-Jurjânî (w. 471 H.), dan kemudian generasi Imam Baidlowî (w. 685 H.) yang mengintisarikan kandungan sastra tafsîr al-Kasysyâf dengan membuang teologi i’tizîli-nya. Dan di era modern, corak adabî ini dielaborasi lebih mendalam oleh Amîn al-Khoulî (1895-1966 M.) dengan asumsinya bahwa al-Quran adalah karya sastra, sebelum merupakan yang lainnya. Kata dia, “Al-Qur`ân huwa kitâbul ‘arabiyah al-akbar”, al-Quran adalah karya sastra adi agung. Ia adalah milik umum bangsa Arah, sebelum merupakan petunjuk bagi umat Islam. Dengan ini, al-Quran mutlak harus didekati dengan teori-teori sastra dan linguistik. Sebagai pengampu matakuliah sastra Arab di Cairo University, pengaruhnya sangat besar di Mesir yang saat itu merupakan kiblat akademik di Arab. Bola ilmiah yang ia gulirkan terus menggelinding, lalu ditangkap oleh dua arus: arus klasik, dan arus modern-sekuler. Yang pertama diwakili oleh istrinya, Binti asy-Syâthi’ (1912-1998 M.) yang menelurkan terori tafsîr bayânî, dan yang kedua diwakili oleh muridnya, Muhammad Ahmad Khalafullâh (1904-1983 M.) yang menelurkan tinjauan sastra terhadap kisah-kisah al-Qur’an, al-Fann al-Qashashî fil-Qur`ân al-Karîm. Yang keterakhir ini kemudian semakin berkembang hingga menarik al-Quran pada wilayah linguistik modern seperti semiotika, semantika, dan hermeneutika yang oleh banyak pakar Sunni dianggap telah keluar dari “rumah besar Sunni”.

Tafsîr ijtimâ’i-hudâ`î yang dipelopori oleh Muhammad Abduh (1849-1905 M.) ini muncul dari keresahan melihat tafsir-tafsir yang berkembang hingga saat itu, di mana pesan-pesan al-Quran sebagai petunjuk (hudan) seperti tenggelam dalam lautan pembahasan tatabahasa, balaghah, ilmu kalam, dan falsafat yang melingkupi teks-teks al-Quran. Setelah mendalami al-Kasysyâf misalnya, pembaca keluar dari itu dengan membawa ilmu balaghah. Atau menyeami at-Tafsîr al-Kabîr-nya Fakhr Râzî, pembaca akan semakin mengetahui teologi-teologi Asy’ariyah. Begitu juga ketika membaca al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân-nya al-Qurthubî, pembaca akan disuguhi hidangan fiqih. Di semua itu, al-Quran sebagai petunjuk yang menerangi jalan hidup insan Muslim seperti absen, dan hanya sesekali saja muncul dalam gemuruh pembahasan-pembahasan pendamping. Dari keresahan ini, Abduh memperkenalkan model penafsiran yang concern utamanya adalah menggalipetunjuk-petunjuk al-Quran untuk membaca umat Islam dari keterbelakangan. Corak tafsir yang dikenalkan oleh Abduh ini kemudian menjadi populer, dan memiliki pengaruh yang luas, terutama setelah dikenalkan oleh muridnya, Rasyîd Ridlâ (1865-1935 M), lalu oleh Syaikhul Azhar, al-Marâghî (1881-1945 M.).

Tafsîr ‘ilmî, atau tafsir saintifik, dibangun diatas keyakinan bahwa agama yang benar dan ilmu pengetahuan adalah dua saudara yang saling membantu menuju yang haqq. Agama yang benar termanifestasikan dalam bentuk âyat-âyat Qur’âniyah, sementara ilmu pengetahuan termanifestasikan dalam bentuk âyat-âyat kawniyah. Keduanya tak mungkin saling bertentangan, karena sama-sama diciptakan oleh Allah SWT. yang Maha Mengetahui. Barangkali orang pertama yang mengenalkan corak tafsir seperti ini adalah Imam al-Ghazâlî (w. 520 H.) dalam bukunya, Jawâhirul Qur`ân. Namun tampaknya lemparan al-Ghazâlî ini kurang mendapatkan tempat di hati para pakar saat itu. Bahkan Imam asy-Syâthibî (w. 790 M.) dalam bukunya, al-Muwâfaqât sangat menentang upaya-upaya tersebut, dengan dalih al-Quran diturunkan kepada masyarakat yang ummî, yang tak mengenal ilmu pengetahuan sejauh itu. Menurut dia, al-Quran harus dipahami seperti saat pertama diturunkan. Di era modern, saat hampir seluruh dunia Islam tunduk dalam kolonialisme Barat, umat Islam terpuruk bukan saja peradabannya, akan tetapi juga mentalnya. Agar mereka bangkit, kepala mereka harus ditegakkan terlebih dahulu. Di antaranya dengan menumbuhkan percaya diri terhadap peradaban yang pernah mereka bangun. Dan itu salah satunya ditemukan dalam kitab suci mereka, yaitu al-Quran. Bahwa kemajuan-kemajuan Barat di bidang teknologi, ilmu alam, dan ilmu-ilmu pengetahuan lainnya sejatinya telah disampaikan oleh al-Quran secara gamblang atau dalam bentuk isyarat-isyarat. Di sinilah nama Thanthâwî Jauharî (1870-1940 M.) menjadi sangat terkenal. Ia dengan piawai menunjukkan dalam tafsirnya, al-Jawâhir fî Tafsîr al-Qur`ân al-Karîm, bahwa sekian banyak teori-teori alam yang ditemukan di era modern sebetulnya telah disampaikan oleh al-Quran.

Sumber
PP Al-Anwar.com
http://taimullah.wordpress.com

Selasa, 30 Agustus 2011

HADITS PILIHAN I



Brsabda Rosululloh saw: "Tidaklah ada atas anak zina itu menanggung dosa orang tuanya sedikitpun".
('An Aisyah) Rowahul Hakim, Jami'us Shoghir/II/Lam/230.

Brsabda Rosululloh saw :
"Sesungguhnya dinamakan ROMADLON itu karena ia membakar dosa-dosa".
('An Anas) Rowahu Muhammad bin Manshur, Jami'us Shoghir Jilid I, Bab huruf (Inna) Hal.178.

Brsabda Rosululloh saw: "Bulan Romadlon adalah bulannya ALLOH TA'ALA".
('An Aisyah) Rowahu Ibnu 'Asakir, Jami'us Shoghir Jilid II Bab huruf (Syin) hal. 66.

Brsabda Rosululloh saw:
"Bln Romadlon adalah bln yg diberkahi. Dibuka didalamnya pintu2 syurga, & ditutup didalamnya pintu2 neraka, & didalamnya dibelenggu syaithon".
('An Rojul) Rowahu Ahmad wal Baihaqi, Jami'us Shoghir Jilid II Bab huruf (Rok) hal.39.

Brsbda Rslullh saw: "Sesungguhnya Alloh Ta'ala it Maha Ganjil suka akan bilangan ganjil".
('An Ibnu Umar) Jami'us Shoghir/I/Inna/123.

Brsabda Rosululloh saw:
"Tidak akan menjadi besar dosa itu apabila kita terus menerus minta ampun kpd Alloh Ta'ala. Dan tdk akan menjadi kecil dosa itu apabila kita terus menerus melakukannya".
('An Ibnu Abbas) Rowahul Firdaus Jami'us Shoghir Jilid II Bab huruf (Lam Alif) Hal. 365.

Brsabda Rosululloh saw:
"Barangsiapa menegakkan sholat (sunnat) Malam Al Qodar dengan Iman & Ikhlas, baginya diampuni dosanya yang telah lalu oleh Alloh Ta'ala".
('An Abi Huroiroh) Rowahul Bukhori, Jami'us Shoghir Jilid II Bab Huruf (Mim) Halaman 309.

Brsabda Rosulullh saw: "Banyak dari orang-orang yg berpuasa, tidaklah memperoleh dari puasanya kecuali hanya lapar dan dahaga".
('An Abi Huroiroh) Rowahu Nasa'i wa Ibnu Majah, dalam kitab Ihya' Ulumuddin Jilid I Bab Asrorus Shoum hal.242.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Jadilah kamu orang yg mengajar, kalau tdk bisa jadilah orang yg minta diajar, kalau tdk bisa jadilah orang yg mendengarkan saja, kalau tdk bisa jadi orang yg suka saja (suka pengajian saja meski tdk ikut mendengarkan). Dan janganlah kamu jadi orang yg nomer lima".

Brsabda Rosululloh SAW :
"Bukanlah kaya itu banyak harta, tetapi kaya yang sebenarnya ialah kaya hati".
(HR Bukhori & Muslim)

Brsbda Rosululloh SAW:
"Aku melihat neraka & kebanyakan penghuninya adalah wanita. "Mereka brtanya, "Mengapa wahai Rosululloh?" Rosululloh SAW menjawab, "Mereka banyak mengutuk & mengingkari kebaikan suami". (HR Bukhori Muslim)

Brsabda Rosululloh SAW :
"Remaja yang paling baik ialah remaja yang (wataknya) menyerupai orang tua". (HR Thobroni)

Brsabda Rosululloh SAW :
"Bersin itu dari Alloh sedangkan menguap itu dari syetan. Apabila salah seorang diantara kamu menguap maka hendaklah dia meletakkan tangannya di mulutnya. Jika dia menguap ha . . ha . . maka syetan tertawa dari dalamnya". (HR Bukhori Muslim)

Bersabda Rosululloh SAW :
"Orang Muslim yang bersin dijawab apabila bersin tiga kali; jika lebih maka itu adalah influenza". (HR Abu Dawud)

Nabi SAW brsabda ttg org yg bersin (org yg brsin mengucapkan:)
'Alhamdulillah 'ala kulli hal' (sgla puji bgi Alloh atas sgla keadaan). Org yg mnjawabnya mngucapkan, 'Yarhamukalloh' (smoga Alloh merahmatimu). Org yg brsin (lagi) mngucapkan, 'Yahdikumulloh wa yushlihu balakum' (smoga Alloh mmbri hidayah kpd mu dan mmperbaiki keadaanmu)"....
(HR Abu Dawud)

Brsabda Rosululloh SAW :
"Kesempurnaan membesuk orang sakit adalah salah seorang diantara kalian meletakkan tangannya di keningnya atau di atas tangannya dan menanyanya bagaimana dia, sedangkan kesempurnaan sambutan kalian adalah berjabat tangan".
(HR Turmudzi)

Bersabda Rosululloh SAW:
"Barangsiapa berbicara tentang makna Al-Qur'an dengan akalnya, jikalau itu benar, ia tetap berbuat kesalahan". (Rowahus Tsalasah)

Brsabda Rosululloh SAW:
"Diturunkan kitab Al-Qur'an atas tujuh huruf bagi tiap-tiap huruf dari tujuh huruf itu ada dhohirnya dan ada bathinnya". ('An Ibnu Mas'ud) Rowahut Thobroni.

IMAM YAHYA bin SYAROF ANNAWAWI Rohimahulloh wafat pd thn 676 Hijriyah. Bliau mnyusun sbuah Kitab Kecil yg trkenal di seluruh Dunia Islam, berisi Hadits2 Shohih jumlahnya 42 hadits dinamakan "SYAR-HUL ARBA'IN NAWAWIYYAH". Bliau mnrangkan Fungsi niat itu ad tiga macam :
1. Niat itu utk mmperbedakan Adat dari Ibadat.
2. Niat itu utk memper...bedakan Tingkatan-tingkatan Ibadah.
3. Niat itu utk menentukan Syahnya Amal.

Bersabda Rosululloh SAW:
"Sesungguhnya amal itu haruslah dengan niat".
('An Umar Ibnul Khottob Rowahul Bukhori wa Muslim).

Telah bersabda Rosululloh SAW:
"Kebersihan itu adalah separuh dari Iman".
('An Ibnu Malik Al Asy'ari) Rowahu Ahmad wa Muslim wat Turmudzi), Jami'us Shoghir Jilid II Bab huruf (Ha) Hal.93.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Sesungguhnya Alloh Ta'ala itu Maha Indah suka akan sesuatu keindahan".
('An Ibnu Mas'ud) Rowahu Muslim wat Turmudzi, Jami'us Shoghir Jilid II Bab huruf (Alif) Hal.116.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Segala anak Adam mesti berdosa, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang mau bertaubat".
('An Anas) Rowahu Ahmad wa Ibnu Majah wat Turmudzi wal Hakim, Jami'us Shoghir/Kaf/234.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Dari sebaik-baiknya Islamnya seseorang itu, dia meninggalkan sesuatu yang tidak manfaat baginya".
('An Abi Huroiroh) Rowahut Trmudzi wa ghoirh, hadits Arba'in Nawawiyah No. Hadits:12.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Bumi keseluruhannya itu adalah masjid".
('An Abi Sa'id) Rowahul Bukhori, Bulughul Marom Bab Syrutus Sholat Hadits No.177.

Bersabda Rosululloh SAW:
"Lebih utama-utamanya sesuatu yang saya ucapkan, saya dan Nabi-nabi dari sebelum saya ialah : LAA ILAAHA ILLALLOH"
Keterangan dari Shohabat Mathlab bin Hanthob, trtulis dlm Kitab Tambihul Ghofilin hal.149.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Hendaklah kamu mengkafani kpd ahli LAA ILAAHA ILLALLOH,
Janganlah kamu menghukumi kufur kpd mereka krn berbuat dosa. Brangsiapa yg menghukumi " k u f u r " kpd ahli LAA ILAAHA ILLALLOH, maka dia itu lebih dekat sendiri kpd kufur".
('An Ibnu Umar) Rowahut Thobroni, dlm Kitab Jami'us Shoghir Bab huruf (Kaf) Hal. 233.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Wajib atasmu : LAA ILAAHA ILLALLOH dan ISTIGHFAAR. Maka perbanyaklah kamu akan keduanya. Maka sesungguhnya Iblis telah berkata : "Aku merusak manusia dengan dosa dan manusia merusak aku dengan : LAA ILAAHA ILLALLOH dan ISTIGHFAR".
('An Abi Bakar) Rowahu Abu Ya'la, trsebut dlm Ktb. Jami'us Shoghir Bab huruf ('Ain) Hal.207.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Hendaklah kamu memperbaharui Imanmu, banyak2lah kamu dengan ucapan : LAA ILAAHA ILLALLOH".
('An Abi Huroiroh) Rowahu Ahmad wa Hakim dlm Kitabnya Al-Mustadrok dan trcantum dlm Kitab Jami'us Shoghir Bab huruf (Jim) Hal.131.

Ada lima do'a orang yg tdk tertolak :
1. Do'a orang tua trhadap anak.
2. Do'a musafir.
3. Do'a orang yg didholimi.
4. Do'a orang yg byk berdzikir.
5. Do'a penguasa yg jujur & hidup sederhana.
(Al-hadits)

Brsabda Rosululloh SAW :
"LAA ILAAHA ILLALLOH itu benar-benar dapat menolak dari orang yang membacanya 99 bab dari balak yang paling rendah ialah kesusahan".
(HR Ibnu 'Asakir)

Brsabda Rosululloh SAW:
"Kuncinya syurga itu ialah Syahadatu an LAA ILAAHA ILLALLOH".
('An Mu'ad) Rowahu Ahmad, Jami'us Shoghir bab huruf (Mim) hal.292.

Bersabda Rosululloh SAW:
"Sesungguhnya Alloh Ta'ala itu mengharamkan atas Neraka kepada orang yang membaca : LAA ILAAHA ILLALLOH dengan n i a t semata-mata mencari Ridlo Alloh".
('An Utban bin Malik) Rowahu Bukhori wa Muslim, Jami'us Shoghir Bab Alif Hal.64.

Bersabda Rosululloh SAW:
"Barangsiapa yang melaksanakan Sholat pada malam 'Iedil Fithri dan 'Iedil Adh-ha tidak akan mati hatinya, pada hari hati-hati manusia mengalami mati".
('An Ubbadah bin Shomit RA) Rowahut Thobroni, Jami'ul Kabir Jilid VII Hal. 265 Hadits No. 220.337.

Brsabda Rosululloh SAW:
"SHOLAT ABROR dua rokaat tatkala kamu masuk rumahmu & dua rokaat tatkala kamu keluar".
('An Usman bin Saudah) Rowahu Imam Ibnul Imamah, shohih. Trcantum dlm Kitab Jami'us Shoghir Jilid II Bab huruf (Shod) Hal.76.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Tiga suara yg disukai Alloh, yakni : suara ayam jantan yg brkokok menjelang waktu shubuh, suara orang yg membaca Al-Qur'an, dan suara mereka yg memohon ampun diwaktu malam hari".

Brsabda Rosululloh SAW:
"Perintahlah anak-anakmu itu dengan melaksanakan sholat diwaktu usia tujuh tahun, dan pukullah anakmu itu atas persoalan sholat setelah mereka berusia sepuluh tahun". ('An Ibni Umar)

Brsabda Rosululloh SAW:
"Penghulu hari-hari itu bagi Alloh adalah Hari Jum'at. Ia lebih agung dari pada Hari Raya Qur'ban dan Hari Raya 'Iedil Fithri".
(Rowahu Ahmad wal Bukhori) Jami'us Shoghir/II/Sin/57.

Brsabda Rosululloh SAW:
"Barangsiapa mendatangi pintu-pintu penguasa, maka dia akan mendapat ujian". (Rowahu Ahmad wa Abu Daud)

"Tidaklah seseorang semakin dekat hubungannya dengan penguasa, melainkan dia semakin jauh dengan Alloh". (Rowahut Turmudzi wan Nasa'i)

"Barangsiapa mempelajari suatu ilmu, yang dengan ilmu itu semestinya dia mencari Wajah Alloh, dia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkan kekayaan dunia, maka dia tidak akan mencium bau syurga pada Hari Qiyamat". (Diriwayatkan Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, & Ibnu Hibban).

Bersabda Rosululloh SAW:
"Barangsiapa mempelajari ilmu untuk membanggakan diri di hadapan para ulama, atau mendebat orang-orang yang bodoh, atau mengalihkan pandangan manusia kepada dirinya, maka dia berada di neraka". (HR Turmudzi)

"Wahai anak Adam!
Jika engkau tidak mengeluarkan hak-Ku dari harta yang Kuberikan padamu dan engkau tidak memberikan hak fakir miskin, niscaya akan ada yang mengambil paksa harta tersebut darimu dan Aku tak akan memberikan pahala untukmu".
(Hadits Qudsi)

"Wahai anak Adam!
Perhatikanlah Aku, berdaganglah dan berhubunganlah dengan-Ku. Serta sedikitlah mengambil keuntungan. Di sisi-Ku terdapat sesuatu yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia. Gudang-Ku tak akan pernah habis dan tidak akan berkurang. Sesungguh...nya Aku Maha Pemberi dan Mahamulia".

Bersabda Rosululloh SAW.:
"Barangsiapa yang melaksanakan Sholat pada malam 'Iedil Fithri dan 'Iedil Adh-ha tidak akan mati hatinya, pada hari hati-hati manusia mengalami mati".
('An Ubbadah bin Shomit RA) Rowahut Thobroni Jami'ul Kabir Jilid VII Hal.265 Hadits No. 220.337.

Brsbda Rslulloh SAW: Apabila se2org hndak mlaksnakan sholt mlam mk dtglah mlaikat kpd nya sraya brkta, "bngunlah, hr sudah pagi, mk sholatlah &ingatlah Robb mu". Kmudian syetan pun dtg kpd nya sraya brkta, "mlm msih ckp pnjang, klo sudh wktunya kamupun dpt bngun". Jk ia bngun mngrjakan sholt mk trasa ringan &matanya pun jernih, akan tetapi jk ia mngikuti syetan mk ia tidur hingga pagi. Syetan it kncing ditlinganya.

"DUA rokaat, yg anak Adam ruku' (sholat) dalam kedua rokaat dilarut malam (tahajjud), lebih baik ganjarannya dari pada dunia seisinya. Sekirannya tak akan memberati umat-Ku, tentu Aku wajibkan atas mereka".
(HR Abu Nadhor dr Hasan bin 'Athiyah)

"Mimpi yang baik adalah dari Alloh, dan mimpi yang buruk dari syaiton".
"Mimpi yang paling benar adalah yang terjadi diwaktu menjelang sahur (sebelum fajar)".
(HR Hakim dan Turmudzi)

Brsbda Rsululloh SAW:
"Barang siapa yg trlalu byk trtawa, maka ditimpa 10 azab, ialah : Mati hatinya, mngering air mukanya, membuat syetan brgembira, mndatangkan murka Alloh. Pd hr kiamat dia akan dimunaqasyah, pd hr kiamat dia disingkiri Nabi, para mlaikat mlaknatnya, dia dibenci oleh warga langit dan warga bumi, dia lalai trhadap sga...la sesuatu, & trbuka seluruh aibnya nanti pd hr kiamat"

"Lenyapnya agama karena tiga macam :
1. Orang alim yg durhaka,
2. Pemimpin yg aniaya,
3. Mujtahid yg bodoh".
(HR Dailami & Ibnu Abbas)

"Apakah engkau menyukai supaya lunak hatimu dan engkau memperoleh keinginanmu, kalau begitu, kasihanilah anak-anak yatim dan usaplah kepalanya dan beri makanlah dia daripada makananmu, nanti hatimu akan lunak dan akan engkau capai kehendakmu".
(HR Thabrani dari Abi Darda)

"Apabila tamu masuk pada suatu kaum, telah masuklah rizqinya, dan apabila keluar tamu itu, keluarlah dia dengan ampunan dosa mereka".
(HR Dailami dr Anas)

Bersabda Rosululloh SAW :
"Barangsiapa yg duduk bersama orang alim selama dua jam atau makan dengan suapan atau mendengar dua kata dari padanya atau berjalan bersama dia sepanjang dua langkah Alloh akan memberi dua syurga, setiap syurga (luasnya) seperti dua kali dunia".

"Harta shodaqoh apabila lepas dari tangan pemiliknya dia akan berkata dengan lima kalimat :
1. Saya kecil kamu besarkan
2. Dulu kau memelihara saya sekarang aku memeliharamu
3. Aku dahulu musuh sekarang kamu mencintai
4. Dahulu aku benda yg rusak skrg kamu telah mengabadikan aku
...5. Aku adalah bilangan sedikit, maka kamu jadikan aku jumlah yg banyak".
(Al Hadits)

Bersabda Rosululloh SAW:
"Akan datang suatu masa pada umatku, dimana mereka lari meninggalkan kaum ulama dan ahli fiqih, maka Alloh menguji mereka dengan tiga ujian :
1. Tidak ada dari usaha mereka.
2. Mengangkat penguasa untuk mereka, penguasa yang kejam dan dholim.
3. Mereka mati tidak membawa iman".

Bersabda Rosululloh SAW :
"Dua macam dosa yang disegerakan Alloh balasannya di dunia, pertama doza zina dan kedua dosa melawan orang tua".
(HR Thobroni dari Abi Bakroh)

Bersabda Rosululloh SAW :
"Sesungguhnya seorang hamba apabila dia berdiri sholat, maka diletakkan semua dosa-dosanya di atas kepala dan kedua bahunya, maka setiap dia ruku' dan sujud berjatuhan dosa-dosanya itu".
(HR Ath Thobroni & Baihaqi dr Ibn Umar)
Diposkan oleh Angkawijaya di Sabtu, Januari 15, 2011

TENTANG PENGARANG DAN KITAB TAMBIGHUL GHOFILIN



Pengarang Kitab Tanbihul Ghafilin adalah Abu al-Layts al-Samarqandi (wafat pada tahun 373H atau 983 M). Nama lengkapnya adalah Abu al-Layts Mudar Nasir ibn Muhammad al-Samarqandi, seorang Sufi dan Ahli Hukum mazhab Hanafi yang disegani. Di tanah Jawa, Beliau biasa disebut sebagai Mbah Semorokondo. Sebuah nama yang diambil dari nama kota Samarkand yang terletak di negara Uzbekistan. Samarkand adalah kota tua berusia lebih dari 2750 tahun; kota indah dengan ribuan masjid yang terletak di jalur sutra antara Cina dan Eropa adalah kota tua yng didirikan pada tahun 700 SM.

Kitab Tanbihul Ghafilin, yang secara harfiah berarti "Peringatan Bagi Yang Lupa". Kitab yang ditulis oleh Abu Al-Laits As-Samarqandi (Ulama Tabi'ut Tabi'in, hidup pada awal abad ke-4 Hijriah). Buku ini adalah kombinasi antara penerapan Syariah Islam dan pengungkapan hikmah-hikmah Ilahiah dari Rasulullah Saw., para Nabi dan para ahli hikmah tentang banyak aspek kehidupan di dunia ini melalui sabda-sabda, ujaran-ujaran, dan kisah-kisah mereka yang mencerahkan.

Topik-topik yang sangat beragam dimuat dengann kalimat-kalimat yang menyentuh hati, mudah dipahami dan mengilhami pembaca serta kaya akan nilai-nilai kearifan yang merupakan pondasi dan akar kehidupan.

Ujaran-ujaran dan kisah-kisah berhikmah dalam buku ini membimbing kita agar menjalani kehidupan dunia ini secara lebih berkualitas dengan mengabdikan diri kita kepada Allah Swt., dan berbuat baik kepada diri sendiri, maupun kepada orang lain.

Fungsi penting buku ini adalah, sebagai cermin pembanding bagi para pembaca yang budiman tentang sejauhmana kualitas diri yang teraktualisasikan dalam iman, Islam, dan ihsan.

Membaca buku ini, insya Allah, insya Allah akan menyejukkan hati para pembaca; menggugah kesadaran menuju tauhid; membangkitkan semangat untuk lebih banyak beribadah dan melakukan amal-amal saleh; dan sebagai peneguh hati untuk terus beramal saleh, serta menghindari perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat.


ARTIKEL MENARIK LAINNYA;

Bantulah Aku Menyebarkan Agama Islam Kerana Allah



Dan hendaklah ada di antara kamu satu puak yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam), dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, serta melarang daripada segala yang salah (buruk dan keji). Dan mereka bersifat yang demikian ialah orang-orang yang berjaya. ( surah Ali Imran : 104)

Sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul kami (Muhammad s.a.w) yang menerangkan kepada kamu (akan syariat Islam) ketika terputusnya (kedatangan) Rasul-rasul (yang diutus), supaya kamu tidak (berdalih) dengan berkata (pada hari kiamat): Tidak datang kepada kami seorang pun pembawa berita gembira dan juga pembawa amaran (yang mengingatkan kami). Kerana sesungguhnya telah datang kepada kamu seorang pembawa berita gembira dan juga pembawa amaran dan (ingatlah) Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu. (Surah Al Maidah : 19)

Dengan nama Allah SWT yang Maha Agung, Maha Pemurah, Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Pengampun dan segala Puji-pujian serta Kebesaran dan Kekuasaan-Nya yang mengandung Keberkatan, Kelezatan, Kemanisan, Ketenangan dan Ketenteraman yang tidaklah tersembunyi kepada orang yang pernah menyebut nama yang suci itu dan pernah mencintai-Nya buat beberapa lama.

Sabda junjungan Agung kita semua umat Islam Baginda Rasulullah SAW: “Ballighu anni walau aayah” (Sampaikanlah apa yang kamu dapat daripadaku walau hanya satu ayat)

Bukankah Aku telah perintahkan kepadamu wahai anak-anak Adam, supaya kamu jangan menyembah Syaitan? Sesungguhnya ia musuh yang nyata terhadap kamu! (Yasin : 60)

Sifat Syaitan Dan Cara Syaitan Mati

Berasaskan kepada keyakinan akan isyarat firman Allah SWT seperti di atas yang memberi peringatan yang besar dan penting tentang permusuhan syaitan laknatullah yang berakar semenjak diciptakannya manusia pertama yaitu Nabi Adam Alaihissalam. Kita semua lemah dan tidak bisa terlepas dari permusuhannya dan tipu dayanya karena manusia mahkluk yang termulia yang dijadikan dengan Qudrat Allah seperti Nabi Adam Alaihissalam pernah menjadi mangsa tipudayanya sehingga menerima hukuman dikeluarkan dari syurga tempat cerah kepada dunia tempat gelap.

Kitab-kitab yang menjadi tempat rujukan dan ambilannya ialah dari Kitab Minhajul Abidin oleh Imam Al-Ghazali, Kitab Syarah Usul Tahqiq yang tidak diketahui siapa penterjemahnya, Kitab Tanbihul Ghafilin karangan Abullaits Assamarqandi serta dobet dan kata-kata dari Bapak Haji Mohamad bin Haji Ali.

Ini suatu peringatan yang amat penting!!!.

Kedua; sebab engkau harus memusuhi syaitan itu ialah karena syaitan sudah menjadi tabiatnya dilahirkan untuk memusuhi kamu, dan mereka selalu siap untuk memerangi kamu, siang-malam terus menerus melemparimu dengan senjata-senjatanya, sedangkan engkau tidak sadar dan lalai daripadanya, maka apalah jadinya nanti.

Kemudian ada lagi satu arti yang penting bagimu untuk diperhatikan yaitu bahwa engkau beribadah kepada Allah dan mengajak makhluk kepada keridhoan Allah dengan ucapan dan perbuatan, yang kesemuanya ini bertentangan dengan perbuatan syaitan dan cita-citanya dan kemauannya serta usahanya. Ini adalah pertanda engkau sudah siap untuk membuat syaitan dan mencari jalan untuk menang dan untuk menentangnya. Maka syaitan pun demikian, dia sudah siap pula untuk melawan dan memerangimu serta menipumu sampai engkau binasa bahkan supaya engkau hancur sama sekali, kerana diapun sudah merasa tidak aman lagi daripadamu

Syaitan itu, bagi orang-orang yang baik kepadanya menjadi teman kerana selalu menurutkan kemahuannya seperti kafir-kafir, termasuk juga pada mereka yang tidak mempunyai maksud untuk memerangi mereka dan tidak benci kepadanya. Terhadap orang-orang yang demikian itu syaitan sudah bermaksud untuk membinasakan dann menjahanamkan terus-terusan.

Sebenarnya terhadap orang-orang yang sejalan dengannya, syaitan tetap merasa bermusuhan secara umum, tetapi terhadapmu, rasa permusuhannya adalah secara khusus dan persoalanmu bagi syaitan dianggap penting sekali, kerana bersama syaitan itu terdapat banyak pembantu-pembantu dan teman-temannnya untuk membinasakanmu. Di antaranya yang paling garang ialah hawa nafsumu sendiri, di samping itu banyak sebab-sebab dan lobang serta pintu untuk syaitan masuk kepadamu, sedangkan engkau sering lupa.

Benar sekali apa yang yang dikatakan oleh Sayyidina Yahya bin Muad’dz Arrozy;

“Syaitan itu pengganggur, penuh waktunya untuk menjalankan rencananya, sedangkan engkau terus sibuk dan syaitan melihatmu, tetapi engkau tidak melihatnya, engkau lupa kepada syaitan, tapi syaitan selalu ingat kepadamu, dan untuk mengalahkanmu syaitan banyak pembantunya”

Oleh kerana itu engkau harus mempunyai tekad untuk memerangi dan mengalahkan dia. Jika tidak, engkau tidak bisa aman dari binasa dan kehancuran.

Dan sesungguhnya Iblis telah dapati sangkaannya tepat terhadap mereka, iaitu mereka menurutnya, kecuali sebahagian dari orang-orang yang beriman [yang tidak terpedaya kepada hasutannya](Saba : 20)

Tipuan Syaitan Terhadap Mereka Yang Beribadat

Adapun tipuan serta ajakan syaitan terhadap manusia agar meninggalkan beribadah kepada Allah Taala ada 7 macam jalan;

1. Syaitan melarang manusia, agar jangan taat kepada Allah. Orang-orang yang dipelihara Allah, akan menolak ajakan itu dan akan berkata: “Aku sangat memerlukan sekali kepada pahala dari Allah, kerana aku harus mempunyai bekal dari dunia untuk akhirat yang kekal abadi”.

2. Bila bujukan pertama tidak berhasil, maka syaitan mengajak manusia untuk mengakhiri taat; nanti saja atau kalau sudah tua, dan sebagainya. Orang-orang yang terpelihara akan menolak ajakan itu dan akan berkata: “Ajalku bukan pada tanganku; jika aku menunda-nunda amal hari ini untuk esok, maka amal hari esok bila akan aku kerjakan, padahal tiap-tiap hari dan waktu mempunyai amal tersendiri dan hak hukum waktunya”.

3. Kadang-kadang syaitan akan mendorong manusia supaya terburu-buru mengerjakan amal baik dengan amat segera dan katanya: Ayuh’ cepat-cepat beramal supaya engkau dapat memburu lagi amal lainnya. Orang-orang yang selamat tentu menolak dan berkata: “Amal yang sedikit tapi sempurna lebih baik daripada amal banyak tetapi tidak sempurna. Dalam hal Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda dengan maksud: “Tergopoh-gopoh itu pembawaan dari syaitan, kecuali dalam 5 perkara;
a. Mengkahwinkan anak perawan jika telah sampai waktunya.
b. Membayar hutang jika sudah sampai janjinya.
c. Menguruskan mayat bila datang ajalnya.
d. Menghormati tetamu di kala ia datang bertandang.
e. Bertaubat setelah mengerjakan dosa.

4. Syaitan itu lalu menyuruh manusia supaya mengerjakan amal baik dengan sempurna sebab kalau tidak sempurna nanti dicela oleh orang lain. Orang-orang yang terpelihara tentu menolaknya dan akan berkata;
“Untuk saya cukup dinilai oleh Allah sahaja dan tidak ada faedahnya beramal kerana manusia. Ini adalah isyarat supaya manusia Riya’ dalam amalnya”.

5. Setelah itu syaitan menancapkan perasaan dalam hati orang yang beramal dengan mengatakan; Betapa tingginya darjatmu dapat beramal sholeh dan betapa pula cerdikmu dan kesempurnaanmu. Orang-orang yang baik akan menjawab: “bahwa semua keagungan dan kesempurnaann itu kepunyaan Allah, bukan kekuatan atau kekuasaan aku. Allahlah yang memberi taufiq kepadaku untuk mengerjakan amal yang Ia redhoi, dan memberikan ganjaran yang besar dengan anugerah kurniaNya. Jika sekiranya tanpa kurnia Allah, maka apalah harganya amalku ini dibandingkan dengan banyaknya nikmat Allah kepadaku, di samping dosaku yang banyak pula”.

Tidak dapat berkata-kata dan mengamalkan begini melainkan mereka yang mempunyai ilmu pengetahuan tentang Ilmu Tasauf atau Ilmu Makrifat.

6. Setelah jalan kelima gagal, maka syaitan mengajukan jalan yang keenam. Jalan ini lebih hebat dari yang disebut tadi, dan tidak akan bisa selamat terhadapnya kecuali orang yang cerdik dan hidup fikirannya. Syaitan itu berkata, membisikkan di hati manusia: “Bersungguh-sungguhlah engkau beramal dengan Sir, jangan diketahui oleh manusia sebab Allah jualah yang akan menzhohirkan amalmu nanti terhadap manusia dan akan mengatakan bahawa engkau adalah seorang hamba Allah yang ikhlas”. Syaitan itu mencampur-baurkan terhadap setiapa orang yang beramal dengan amal tipuannya yang lemah sekali. Dengan ucapannya itu, syaitan bermaksud untuk memasukkan sebahagian daripada penyakit Riya’. Orang yang terpelihara oleh Allah akan menolak ajakan syaitan itu dengan mengatakan; “Hai Malaun (yang dilaknat) tiada henti-henti engkau menggodakaku untuk merosakkan amal dan ibadatku dengan berbagai-bagai jalan dan sekarang engkau berpura-pura seolah-olah akan memperbaiki amalku, padahal maksudmu untuk merosakkannya. Aku ini hamba Allah dan Allahlah jua yang menjadikan aku. Kalau Allah SWT. berkehendak menzhohirkan amalku atau menyembunyikannya; dan kalau berkehendak menjadikan aku mulia atau hina, ini adalah urusan Allah. Aku tidak gelisah apakah amalku itu diperlihatkan oleh Allah kepada manusia atau tidak kerana itu bukan urusan aku sebagai seorang hamba Allah.

7. Setelah gagal syaitan itu menggoda dengan jalan keenam, maka ia menggoda lagi dengan jalan ketujuh dengan mengatakan; “Hai manusia..tidak perlu engkau menyusahkan dirimu untuk beramal ibadah, kerana jika engkau telah ditetapkan oleh Allah pada masa azali dan dijadikan makhluk yang bahagia, maka tidak menjadi mudorat apa-apa bagi engkau untuk meninggalkan amal, engkau akan tetap menjadi seorang yang bahagia. Sebaliknya jika engkau dikehendaki Allah menjadi orang yang celaka, maka tidak ada gunanya lagi engkau beramal dan tetaplah engkau celaka”.Orang-orang yang terpelihara oleh Allah tentu akan menolak godaan ini dengan mengatakan: “Aku ini seorang hamba, berkewajipan menurut perintah Tuhanku. Tuhan Maha Mengetahui , menetapkan sekehendakNya dan berbuat apa saja yang dikehendakiNya. Amalku tetap akan bermanfaat, walau bagaimanapun keadaanku. Jika aku dijadikan seorang yang seorang yang berbahgia, aku tetap perlu beribadah untuk menambah pahala, dan jika aku dijadikan seorang yang celaka, aku tetap harus beramal ibadah, supaya tidak menjadi penyesalan bagi diriku meninggalkan amal itu.

Jika sekiranya aku dimasukkan neraka, padahal aku taat, aku lebih senang daripada jika dimasukkan neraka kerana aku maksiat. Tetapi tidak akan demikian keadaannya kerana janji Allah pasti terjadi dan sabdaNya pasti benar. Allah telah menjanjikan kepada siapa yang beramal taat kepadaNya akan diberi ganjaran. Siapa-siapa yang meninggal dunia dalam keadaan beriman dan taat kepada Allah, tidak akan dimasukkan ke dalam neraka dan pasti akan dimasukkan ke Syorga. Jadi masuknya, seseorang ke Syurga bukanlah kerana kekuatan amalnya, tetapi kerana janji Allah semata yang pasti dan suci.

Oleh kerana itu, sedarlah wahai hamba Allah, semoga Allah memberi rahmat kepadamu, sesungguhnya urusan taat kepada Allah seperti yang engkau lihat dan dengar bahawa banyak sekali godaan dan tipuan syaitan untuk menggagalkannya. Qiyaslah segala urusan dan tingkah laku kepada keadaan tersebut, dan bermohonlah pertolongan kepada Allah agar engkau dilindungi dan dipelihara dari kejahatan syaitan ini, kerana sega sesuatu benda di bawah kekuasaan Allah dan kepada Allah kita mohon Taufiq untuk mendapatkan keridhoaanNya.

TIDAK ADA DAYA UNTUK MENINGGALKAN MAKSIAT DAN TIDAK ADA KEKUATAN UNTUK MENGERJAKAN TAAT, KECUALI DENGAN PERTOLONGAN ALLAH YANG MAHA LUHUR DAN MAHA AGUNG

Dan sememangnya tiadalah bagi Iblis sebarang kuasa untuk menyesatkan mereka, melainkan untuk menjadi ujian bagi melahirkan pengetahuan Kami tentang siapakah yang benar-benar beriman kepada hari akhirat dan siapa pula yang ragu-ragu terhadapnya. Dan (ingatlah) Tuhanmu sentiasa mengawal serta mengawasi tiap-tiap sesuatu. [Saba : 21]Hikayat dari Ahli Tasauf Wahab bin Munabih RA.

Seorang lelaki daripada Bani Israil telah berpuasa ia selama 70 tahun lamanya. Dalam tiap-tiap tahun, lelaki berkenaan hanya akan berbuka pada dua hari raya dan tiga hari tasyrik.

Maka memohon ia kepada Allah Taala supaya diperlihatkannya bagaimana durhaka dan tipu dayanya terhadap manusia. Maka setelah lama sekali berpanjangan masa hajat dan niatnya untuk melihat syaitan itu, namun tiada diperkenankan pintanya.

Maka kata lelaki tersebut;

“Maka jikalau aku minta nyatakan atas kesalahanku dan dosaku antaraku dan Tuhanku, niscaya adalah terlebih baik daripada pekerjaannya(hajatku) untuk melihat syaitan”.

Mendengar kata-kata itu, Allah Taala telah memerintah seorang malaikat kepada lelaki tersebut. Maka berkata malaikat kepadanya;

“Bahawasanya Allah ‘Azzawajalla telah menyuruh ia akan daku kepadamu supaya menyampaikan firmanNya kepadamu yang bermaksud

“Kata-kata mu itu(untuk melihat kesalahan dan dosa) itu terlebih baik kepada Allah daripada yang telah lalu daripada segala ibadatmu. Maka telah dibukakan Allah Taala akan penglihatanmu untuk melihat syaitan. Maka lihatlah olehmu akan dia(syaitan)”.

Maka dilihat oleh lelaki tersebut berduyun-duyun beberapa tentera malaun (syaitan) dalam bumi ini dan tiadalah seseorang daripada manusia melainkan syaitan berada di sekelilingnya seperti keadaannya beberapa lalat (yang menggerumumi bangkai). Maka kata lelaki tersebut;

“Hai Tuhanku….bagaimana bisa selamat orang daripada keadaan ini?”. Maka firman Allah Taala
“Warak”.
Iblis berkata: ” Demi kekuasaanmu (wahai Tuhanku), aku akan menyesatkan mereka semuanya [Saad : 82]
Tipu Daya Syaitan Pada Murid Sheikh Junaid Al-Bagdadi

Syaitan telah masuk ke dalam hati seorang daripada murid Sheikh Junaid dan membisikkan bahawa murid itu telah mencapai kesempurnaan dan tidak perlu lagi berkawan dengan Aulia Allah.

Murid itu pun memencilkan dirinya. Satu hari dia berkata kepada seorang kawannya bahawa dia telah dikunjungi oleh malaikat pada tiap-tiap hari dengan membawa unta yang berhiasan dan membawa dia melawat ke langit.

Apabila Sheikh Junaid mendengar perkara itu, beliau pun tinggal semalam bersama dengan muridnya itu. Sheikh Junaid menyuruh murid itu berkata kepada malaikat yang dikatakan datang mengunjunginya itu

“Kamu pesuruh iblis! Pergi jahanamlah kamu!!!”

Murid itu pun menyebut perkataan itu apabila malaikat itu datang. Apa yang dikatakan malaikat dan unta itu pun lari dan hilang dan didapati dirinya duduk di atas tong sampah dan rangka-rangka bangkai binatang yang bertaburan di situ.

Murid itu pun bertaubat dan meminta perlindungan dari Sheikh Junaid. Sheikh Junaid berkata;

“Memencilkan diri bagi orang yang dalam permulaan menjalankan perjalanan (Thoriqat) adalah bahaya. Berdampingan dengan guru yang mursyid adalah perlu”.

Jika murid kepada Imam Besar Ilmu Tasauf Sheikh Junaid boleh diperdayakan oleh syaitan….betapa pula dengan mereka yang menggelarkan diri mereka Ahli Hakikat yang tinggi tetapi berguru dengan guru yang tidak dikenali asal-usul salsilahnya. Ada yang sampai terpadaya dengan ketinggian kata-kata guru berkenaan sehinggakan melanggar batas yang telah ditetapkan oleh syariat Rasulullah hinggakan sembahyang pakai niat sahaja, mengerjakan haji dengan tawaf mengelilingi pokok kayu. Berhati-hatilah memilih jalan ini dan lihatlah siapa guru anda agar anda tidak terpilih guru syaitan. Perhatikan kata-kata dari seorang Aulia Allah ini sebagai panduan dalam memilih Guru Thoriqat;

Shiekh(guru) itu boleh jadi di barat, tetapi beliau tahu keadaan muridnya di Timur. Kebolehan yang paling kurang bagi seseorang guru ialah dia mempunyai “KASFIL QALBI” (membaca hati murid) dan “KASFIL KUBUR” (sedar tentang keadaan orang yang mati dalam kubur). Jika dia tidak mempunyai kebolehan ini, maka haramlah dia membimbing muridnya.

Dia tidak boleh menjadi guru. Dia hendaklah tahu keadaan dunia dahulu dan sekarang. Beliau adalah khalifah di bumi ini. Firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 30 yang bermaksud;

‘Kami jadikan dia khalifah di bumi ini”.

Sesungguhnya hamba-hambaKu (yang beriman dengan ikhlas), tiadalah engkau (hai iblis) mempunyai sebarang kuasa terhadap mereka (untuk menyesatkannya); cukuplah Tuhanmu (wahai Muhammad) menjadi Pelindung (bagi mereka). [Al-Isra' : 65]

Iblis Menggoda Nabi Ayub Alaihissalam

Para malaikat memuji akan sikap dan keperibadian Nabi Ayub as yang suka beribadah dan mengingat Allah SWT. Hidupnya penuh dengan rasa kesyukuran yang mendalam atas nikmat yang dibahagikan oleh Allah SWT kepadanya. Iblis mendengar pujian para Malaikat tersebut yang membuat hatinya menjadi panas kerana ia telah bersumpah dengan Allah untuk menggoda setiap anak cucu Adam. Oleh sebab itu ia tidak rela melihat manusia yang berada di permukaan bumi ini beriman, beribadah dan beramal soleh.

Kemudian Iblis menjumpai Ayub untuk melihat sendiri tentang apa yang diperkatakan oleh malaikat itu. Ternyatanya memang benar bahawa Nabi Ayub as memang patut menerima pujian tersebut. Nabi Ayub hidup dalam keadaan yang serba mewah dengan harta kekayaan yang banyak, hidup rukun dengan anak dan isterinya. Namun begitu Nabi Ayub tidak terlena dengan kekayaan dan anak isterinya itu, siang malam bibirnya tidak lepas dari mengingat Allah SWT bersujud dan bersyukur kepada Nya, serta memiliki rasa kasih sayang yang tinggi terhadap sesama makhluk.

Iblis berusaha untuk menggoda Nabi Ayub as tetapi gagal, namun ia tidak berputus asa untuk menggoda Nabi Ayub. Kemudian ia pergi menghadap kepada Allah dan ia berkata: “Wahai Tuhan, sesungguh Ayub menyembah dan bertasbih kepada Mu bukan lantaran ia ikhlas dan tulus kerana cinta dan taat kepada Mu. Ia melakukan itu hanya kerana takut kehilangan semua kesenangan duniawi yang Engkau berikan kepadanya. Di samping itu ia masih mengharapkan agar kekayaannya bertambah berlipat ganda. Untuk itu ia menyembah Mu, andai kata ia ditimpa musibah sehingga hartanya menjadi musnah tentu ia akan berpaling daripadaMu.”

Kemudian Allah berfirman kepada Iblis: “Sesungguhnya Ayub adalah hambaKu yang sangat taat kepadaKu, ia seorang mukmin sejati, apa yang ia lakukan untuk mendekatkan diri kepadaKu semata-mata didorong oleh keimanan yang teguh dan ketaatan kepadaKu. Engkau memang tidak rela melihat anak cucu Adam berada di jalan yang benar dan lurus. Untuk menguji hati Ayub dan keimanannya kepadaKu, Aku izinkan engkau untuk mencuba menggodanya serta memalingkannya daripada Ku.”

Iblis mengumpul para sahabatnya untuk menguji dan memalingkan keimanan Nabi Ayub. Untuk pertama kali ia berusaha menghancurkan harta benda Nabi Ayub. Dengan berbagai cara akhirnya Iblis dengan kawan-kawannya para syaitan itu berhasil memusnahkan binatang ternak, ladang-ladang serta bangunan-bangunan milik Nabi Ayub. Dengan waktu yang singkat Nabi Ayub yang kaya raya itu menjadi miskin. Yang ada hanya segumpal hati yang penuh keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Setelah itu Iblis pun datang menemui Nabi Ayub dengan menyamar sebagai orang tua yang bijaksana, dan berkata: “Sesungguhnya musibah yang menimpa mu ini sangat mengerikan, dalam waktu yang singkat segala harta mu jadi musnah, tentu sahabat-sahabat menjadi sedih dan bertanya apa sebabnya Ayub menerima musibah seburuk ini. Sementara musuh-musuh mu ada yang berkata; musibah ini datang mungkin Ayub tidak ikhlas dalam beribadah, dan ada lagi yang berkata, kalau Tuhan Ayub benar-benar berkuasa nescaya Dia dapat menyelamatkan Ayub dari bencana ini.

Sebahagian yang lain ada yang berkata, mungkin amal ibadah Ayub tidak diterima oleh Tuhan sebab dilakukan bukan dengan hati yang bersih, serta mempunyai sifat riya’ dan ingin dipuji. Aku pun merasa berdukacita kepada mu hai Ayub dengan nasib mu ini.” Kemudian Iblis merayu dan memujuk Nabi Ayub dengan kata-katanya yang manis.
Kemudian Nabi Ayub berkata: “Ketahuilah bahawa apa yang telah aku miliki, semuanya itu barang pemberian Allah yang dimintanya kembali setelah aku cukup menikmatinya dan menggunakannya. Segala puji dan kesyukuran hanya untuk Allah yang telah memberikan kurniaNya kepada ku dan mencabutnya kembali. Dia Maha Kuasa yang dapat berbuat sesuai dengan kehendakNya. Sebagai hamba kita harus menerima takdirNya itu.” Setelah selesai berbicara Nabi Ayub pun bersujud kepada Allah SWT.

Iblis segera meninggalkan rumah Nabi Ayub dengan rasa kecewa dan hampa. Namun begitu dia masih berhasrat untuk mencelakakan Nabi Ayub as. Kembali ia menghadap kepada Allah SWT dan meminta izin untuk meneruskan usahanya. Iblis berkata: “Wahai Tuhan, Ayub tidak mahu menerima hasutan ku, bahkan sedikitpun tidak goyah imannya kepada Mu, walaupun segala harta dan kekayaannya telah musnah. Mungkin kerana dia masih memiliki harapan, bahawa anak-anaknya yang sihat dan kuat akan meneruskan kehidupannya untuk hari tua.

Menurut ku Ayub tidak akan sanggup menerima musibah, jika kecelakaan itu ditimpakan kepada anak-anak yang sangat dicintainya itu. Oleh sebab itu ya Tuhan, izinkan aku sekali lagi untuk mencuba kesabarannya, dan keteguhan imannya. Godaan yang ku lakukan ini terhadap keluarganya dan putera-putera yang sangat disayanginya itu.”
Allah mengizinkan permintaan Iblis itu. Iblis pun pergi bersama-sama kawan-kawannya untuk memusnahkan putera-putera Nabi Ayub. Rumah yang diduduki oleh putera-putera Nabi Ayub menjadi hancur begitu pula putera-puteranya meninggal semuanya.

Kemudian Iblis pun pergi ke rumah Nabi Ayub menyamar sebagai sahabat Nabi Ayub, untuk mengucapkan rasa dukacita atas musibah yang menimpa Nabi Ayub serta keluarganya itu.

Iblis berkata; “Hai Ayub sudah engkau melihat putera-putera mu yang mati ditimbus oleh bangunan rumah-rumahnya akibat dari gempa bumi itu? Sudah jelas hai Ayub bahawa Tuhan tidak menerima ibadah mu selama ini dan tidak menjaga dan melindungi mu sebagai balasan dari amal soleh mu.”

Mendengar ucapan Iblis itu, menangislah Nabi Ayub tersedu-sedan sambil berkata: “Allah lah yang memberi dan Dia pulalah yang mengambil kembali. Segala puji bagi-Nya Tuhan Yang Maha Pemberi dan Maha mencabut kembali.”

lblis pergi meninggalkan Nabi Ayub yang sedang dalam keadaan sujud kepada Allah SWT. Kemudian Iblis kembali mengadap Allah. “Wahai Tuhan, Ayub telah kehilangan harta benda bahkan putera-puteranya namun ia masih tetap memiliki keimanan yang kuat. Izinkan aku ya Tuhan untuk menguji sekali lagi terhadap kesihatan dirinya. Kerana jika sudah sakit dan lumpuh sudah tentu ia akan malas mengerjakan ibadah kepada Mu.”

Allah mengizinkan kehendak Iblis tersebut. Iblis memerintahkan kepada pengikut-pengikutnya supaya menaburkan benih-benih penyakit ke dalam tubuh Nabi Ayub. Sehingga Nabi Ayub menjadi orang yang tidak bermaya, semua orang menjauhinya disebabkan penyakit yang menimpanya itu dapat berjangkit kepada orang lain. Hanya isterinya yang setia menjaga dan merawat Ayub.

Iblis masih melihat walaupun Nabi Ayub dalam keadaan yang tidak berdaya itu ia masih tetap beribadah kepada Allah SWT bibirnya terus menyebut nama Allah. Iblis menjadi kesal dengan sikap Nabi Ayub tersebut, sehingga ia meminta pendapat terhadap teman-temannya bagaimana cara untuk menghancurkan keimanan Nabi Ayub itu.
Di antara mereka ada yang berkata Engkau telah berhasil mengeluarkan Nabi Adam dari syurga bagaimana engkau dapat melakukan hal itu?” Iblis baru teringat hal itu dilakukan dengan jalan menggoda isteri Adam. Mungkin idea ini dapat dilakukan terhadap isteri Nabi Ayub.

Pergilah ia menemui isteri Nabi Ayub dengan menyamar sebagai seorang sahabat Nabi Ayub. Iblis membisikkan rayuannya kepada telinga isteri Nabi Ayub. Akhirnya isteri Nabi Ayub pergi menemui Nabi Ayub yang sedang menanggung penderitaan itu dan sedang bertasbih kepada Allah SWT. Kemudian ia berkata; “Wahai suami ku sampai bilakah engkau diseksa oleh Tuhan mu, yang mana segala harta dan putera-putera kita telah musnah, begitu juga sahabat-sahabat mu telah menjauhkan diri. Mohonlah wahai suami ku Ayub kepada Tuhan mu, supaya kita dibebaskan dari penderitaan yang terus menerus ini.”

Kemudian Nabi Ayub berkata; “Wahai isteri ku engkau menyesali akan peristiwa yang terjadi, aku ingin bertanya kepada mu berapa tahunkah kita menikmati kesenangan dan kemewahan yang diberikan oleh Allah?” Isterinya menjawab 80 tahun. Kemudian Nabi Ayub bertanya lagi; “Berapa lamakah kita dicuba oleh Allah seperti ini?” Isterinya menjawab tujuh tahun.”

“Aku malu untuk memohon kepadaNya untuk bebas dari cubaan ini, jika dibanding nikmat yang kita rasakan dengan cubaan yang diberikan oleh Allah tidak sebanding. Kiranya engkau telah mendengar hasutan Iblis yang durjana sehingga imanmu menjadi menipis. Tunggulah ganjaran mu nanti, setelah aku sihat aku akan mencambuk mu sebanyak seratus kali. Tinggalkan aku seorang diri di sini menunggu takdir Ilahi!”

Setelah Nabi Ayub hidup sendiri ia bermohon kepada Allah SWT. “Wahai Tuhan ku, Iblis telah mengganggu ku, dengan berbagai godaan yang dilakukannya hanya Engkaulah wahai Tuhan ku yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.”

Kemudian Allah SWT menerima doa Nabi Ayub as kemudian Allah berfirman, “Hentakkanlah kaki mu ke tanah. Dari situ akan keluar air, dan dengan air itu engkau akan menjadi senang dan sihat dari penderitaan penyakit mu jika engkau gunakan untuk minum dan mandi.” Dengan kekuasaan Allah, Nabi Ayub sihat dari penyakitnya, bahkan kelihatan lebih sihat dari ketika ia masih muda.

Nabi Ayub telah bersumpah akan memukul isterinya seratus kali apabila ia telah sembuh, ia merasa wajib untuk melaksanakannya walau timbul rasa kasihan untuk melakukannya. Sebab isteri beliau sangat setia dan baik hati. Di dalam keraguan Nabi Ayub tersebut maka turunlah wahyu Allah SWT. “Hai Ayub ambillah dengan tangan mu seikat rumput dan pukullah isteri mu dengan rumput itu sebanyak seratus kali sehingga dengan demikian tertebuslah sumpah mu itu.”

Akhirnya Nabi Ayub as hidup rukun dan damai seperti semula, bahkan Allah SWT mengganti putera-puteranya sebanyak itu juga. Begitulah bukti dari kesabaran seorang hamba Allah SWT yang tidak tergoda dengan pujuk rayu Iblis. (kisah ini dapat dibaca dalam Al-Quran surah Sad ayat 41-44 dan surah Al Anbiya ayat 83-84).

Begitulah tipu daya Iblis yang pandai menggoda, membisik sesuatu yang indah ke dalam setiap hati dan telinga umat manusia. Ia akan merasa cemburu dengan orang-orang yang beriman dan beramal soleh serta bersujud hanya kepada Allah SWT. Sebaliknya ia akan tertawa dan berbangga hati jika orang-orang yang telah beriman dapat dirayunya dan mengikuti jalan yang sesat.

Dan sesungguhnya Iblis telah dapati sangkaannya tepat terhadap mereka, iaitu mereka menurutnya, kecuali sebahagian dari orang-orang yang beriman (yang tidak terpedaya kepada hasutannya). (Saba : 20)

Nasihat Iblis kepada Nabi Nuh

Di antara manusia yang mendapatkan umur yang sangat panjang di dunia ini adalah Nabi Nuh as. Al-Quran menga takan bahawa dia pernah hidup di sekitar kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun. Sepanjang masa itu Nabi Nuh telah menyeru mereka pada jalan Allah, namun hanya sedikit dari mereka yang kemudian mengikuti jalannya. Melihat kaumnya yang sengaja mengingkari agama Allah, bahkan sering mengganggunya, Nabi Nuh memohon kepada Allah agar ditimpakan bencana kepada mereka. Allah mengabulkan permohonannya.

Nabi Nuh diperintahkan untuk membuat kapal besar yang boleh memuat semua jenis makhluk hidup. Allah akan menurunkan hujan yang sangat lebat dan mengalirkan banjir yang sangat besar sehingga tidak satu pun dari mereka yang kafir akan tertinggal.

Tiba waktunya apa yang ditentukan oleh Allah. Bersama semua pengikutnya dan segenap pasangan makhluk melata lain Nabi Nuh naik ke atas kapal. Hujan mulai turun membasahi bumi. Nabi Nuh memperhatikan satu persatu dari mereka yang hadir di kapal. Tiba-tiba matanya memandang seorang lelaki tua yang tidak dikenalnya.

“Siapa anda?” tanya Nabi Nuh ingin tahu.
“Aku Iblis,” jawabnya.

Dasar Iblis, dia tahu saja bagaimana cara masuk ke dalam kapal Nabi kekasih Allah itu. Dia boleh hadir di mana saja dia mahu. Bukan kerana dia makhluk ajaib, tetapi dia memang sangat gigih memperjuangkan usahanya.

“Mengapa engkau mahu ikut kami?” tanya Nabi Nuh lagi.

“Aku bukan mahu ikut kapalmu dan ingin selamat bersamamu. Aku hanya ingin mengganggu hati para pengikutmu. Biarlah tubuh mereka bersamamu asal hati mereka bersamaku,” jawab Iblis terus terang.

Iblis memang tidak pernah menyembunyikan niat jahatnya untuk mencelakakan manusia. Fikirnya, semua manusia sudah tahu siapa dia. Sejak zaman Adam sampai hari kiamat. Mengapa harus berbohong lagi, kerana tidak semua yang manusia ketahui pasti akan diikuti.

“Keluarlah dari kapalku, wahai musuh Allah!” kata Nabi Nuh kepada Iblis.

Iblis tidak menjawab apakah mahu keluar atau akan tetap di sana. Sebelum Nabi Nuh, Allah juga pernah mengusirnya keluar dari syurga. Tetapi, dia masih saja membangkang perintah Allah dan terus berusaha menggoda Adam sampai berhasil.

Dia hanya berkata, “Wahai Nuh, aku menyimpan lima strategi yang dengannya aku akan boleh mencelakan umat manusia. Aku akan sebutkan padamu yang tiga, tapi akan menyembunyikan darimu dua lainnya.” Kemudian Allah mewahyukan pada Nuh agar tidak usah mendengarkan yang tiga, tapi dengar saja dua yang lainnya.

“Aku tidak berminat mendengar tiga strategi yang akan engkau sebutkan itu, tapi sebutkan dua strategi yang engkau sembunyikan dariku,” jawab Nuh.

Iblis berkata, “Wahai Nuh aku akan berusaha membinasakan manusia dengan dua cara: pertama, dengan cara menanamkan sifat dengki dalam hati mereka; dan kedua dengan cara menanamkan sifat serakah dalam jiwa mereka. Kerana dengki maka aku dilaknat oleh Allah dan dijadikannya sebagai syaitan yang terkutuk. Dan kerana serakah maka Adam menghalalkan segala makanan di syurga sehingga dia dikeluarkan. Dengan dua sifat ini, kami semua dikeluarkan dari syurga.

Setelah kapal Nabi Nuh mendarat dengan segenap penumpangnya, tiba-tiba si Iblis datang lagi menghampirinya. Dengan suara yang amat merdu dia berkata pada Nuh, “Aku sangat berterima kasih padamu, lebih dari semua makhluk yang ada di bumi ini.”

“Terima kasih dari apa?” tanya Nabi Nuh ingin tahu.

“Permohonanmu agar orang-orang kafir itu dicelakakan telah dikabulkan oleh Allah. Dengan cara itu bererti engkau telah meringankan bebanku,” kata Iblis.

“Wahai Nuh, jangan sekali-kali engkau mendengki kerana ia telah mengantarku pada keadaan seperti ini. Dan jangan sekali-kali engkau serakah kerana ia telah menghantar Adam seperti yang dialaminya.”

Dan sememangnya tiadalah bagi Iblis sebarang kuasa untuk menyesatkan mereka, melainkan untuk menjadi ujian bagi melahirkan pengetahuan Kami tentang siapakah yang benar-benar beriman kepada hari akhirat dan siapa pula yang ragu-ragu terhadapnya. Dan Tuhanmu sentiasa mengawal serta mengawas tiap-tiap sesuatu.[Saba 21]

Jalan Syaitan Melolosi Dapat Anak Adam

1. Dari sifat rakus dan Su’udhdhan [jahat sangka, maka aku lawan dengan kepercayaan pada janji Allah dan Qanaah, dan untuk memperkuatkan perlawanan itu saya berpedoman pada kitab Allah dalam ayat yang bermaksud; "Tiada suatu pun melata di bumi ini melainkan dijamin oleh Allah rezekinya". Maka dengan itu aku patahkan ia.

2. Dari panjang angan-angan, lamunan, maka aku hadapi dengan ingat pada datangnya maut dengan tiba-tiba bersendikan ayat Allah yang bermaksud; " Tiada satu jiwa pun yang mengetahui dimana ia akan mati". Maka dengan itu dapat mematahkan tipuannya.

3. Dari keinginan istirahat dan nikmat, maka aku hadapi dengan mengingati hilangnya nikmat dan beratnya hisab, bersandarkan ayat Allah yang bermaksud; "Biarkan mereka makan dan bersuka-suka dan dilalaikan oleh angan-angan". dan ayat yang bermaksud; "Tidakkah kamu lihat jika kami senangkan mereka beberapa tahun, kemudian tiba apa yang telah dijanjikan pada mereka, maka tidak berguna kemewahan dan kesenangan mereka". Maka dengan itu aku tewaskan ia.

4. Dari Ujub bangga diri. Maka aku hadapi dengan mengingati kurnia dan takut pada akibat berdasarkan ayat yang bermaksud; "Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang untung"., sedangkan aku tidak mengetahui yang aku termasuk ke dalam golongan yang mana. Maka dengan itu aku patahkan tipuan syaitan itu.

5. Dari meremehkan kawan dan tidak menghargai mereka. Maka aku lawan dengan dengan menghormati mereka bersendikan firman Allah yang bermaksud; "Kemulian itu Haq Allah dan Rasulullah dan orang-orang mukmin". Maka aku patahkan dengan itu.

6. Dari sifat hasud {dengki dan iri hati). Maka aku hadapi dengan keadilan Allah dalam membahagi nikmat buat makhlukNya berpandukan firman Allah yang bermaksud; "Kami yang membahagikan penghidupan mereka di dunia". Maka dengan itu aku dapat mematahkannya.

7. Dari sifat Riya dan ingin pujian orang. Maka aku patahkan dengan dengan ikhlas berdasarkan firman Allah yang bermaksud; "Maka siapa yang berharap akan bertemu pada Tuhan hendaklah beramal dengan amal yang sholeh dan tidak menyekutukan Tuhan dengan sesuatu apapun". Maka dengan itu aku patahkan tipuan syaitan itu.

8. Dari sifat kikir (bakhil). Maka aku hadapi dengan dengan mengingat rosaknya apa yang ada di tangan orang-orang berdasarkan ayat Allah yang bermaksud; "Apa yang ada padamu akan rosak binasa dan yang di sisi Allah tetap kekal". Maka dengan itu aku mengalahkannya.

9. Dari sifat sombong. Maka aku hadapi dengan sifat Tawadhu' berdasarkan ayat yang bermaksud; "Sungguh kami jadikan kamu dari lelaki dan perempuan dan kami jadikan kau bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya mudah kenal-mengenal, bahawa orang yang termulia di antara kamu ialah orang-orang yang bertaqwa". Maka dengan itu aku dapat kalahkannya.

10. Dari sifat Tamak. Maka aku hadapinya dengan putusd harapan dari apa yang ada di tangan manusia, dan hanya berharap kepada Allah bersendikan ayat yang bermaksud; "Sesiapa yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah memberinya jalan kelauar dari segala kesempitan dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka".

Sesungguhnya hamba-hambaKu (yang beriman dengan ikhlas), tiadalah engkau (iblis) mempunyai sebarang kuasa terhadap mereka (untuk menyesatkannya); cukuplah Tuhanmu menjadi Pelindung. [Al-Isra' : 65]

Dan sesungguhnya Iblis telah dapati sangkaannya tepat terhadap mereka, iaitu mereka menurutnya, kecuali sebahagian dari orang-orang yang beriman [yang tidak terpedaya kepada hasutannya](Saba : 20)

Iblis Dengan Nabi Muhammad SAW.

Wahab bin Munabbih berkata: Allah telah menyuruh iblis datang kepada Nabi Muhammad SAW. untuk menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Maka datanglah iblis berupa orang yang tua yang bertongkat dan ketika ditanya oleh Nabi SAW.

“Siapakah kamu?”
Jawabnya; “Iblis.”
Nabi SAW. bertanya lagi; “Kenapakah kamu datang?”.
Jawab iblis; “Allah menyuruhku datang kepadamu untuk menjawab segala pertanyaanmu.”
Lalu Nabi Muhammad SAW bertanya; “Ya Mal’uun! berapa musuh-musuhmu dari ummatku?”.
Jawab iblis; “Lima belas orang”.
1. Engkau (Nabi Muhammad SAW).
2. Imam yang adil.
3. Orang kaya yang merendah diri.
4. Pedagang yang jujur [benar].
5. Orang Alim yang khusyuk.
6. Orang mukmin yang suka menasihati.
7. Orang mukmin yang murah hati (belas kasih).
8. Orang yang bertaubat dan tetap pada taubatnya.
9. Orang yang menjauh dari segala yang haram.
10. Orang yang tetap berwudhu {apabila batal sentiasa diperbaharui dengan wudhu yang lain).
11. Orang mukmin yang banyak bersedekah.
12. Orang mukmin yang baik budi akhlaqnya.
13. Orang mukmin yang banyak jasa gunanya pada manusia.
14. Orang yang membawa Al-Qur’an dan selalu membacanya.
15. Orang yang suka sembahyang tahajjud malam di waktu orang-orang sedang tidur.

Lalu ditanya oleh Nabi SAW.; “Siapakah kawan-kawanmu dari umatku?”.

Jawab iblis; “Sepuluh orang”.
1. Raja(pemerintah) yang zalim..
2. Orang kaya yang sombong.
3. Peniaga yang khianat(penipu).
4. Pemabuk (Peminum arak).
5. Tukang adu domba (fitnah).
6. Pelacur.
7. Pemakan harta anak yatim.
8. Orang yang meremehkan sembahyang.
9. Penolak zakat (tidak mengeluarkan zakat).
10. Orang yang panjang angan-angan.

Mereka itulah sahabat-sahabatku.

Iblis berkata: “Oleh kerana Engkau (wahai Tuhan) menyebabkan daku tersesat (maka) demi sesungguhnya aku akan mengambil tempat menghalangi mereka (dari menjalani) jalanMu yang lurus. [Al-Araaf : 16]

Tempat Tinggal Iblis
Anas bin Malik r.a. berkata:

“Iblis telah bertanya pada Allah: katanya, wahai Tuhanku! Engkau telah memberikan anak Adam tempat kediaman untuk mereka berteduh dan berzikir kepadaMu, oleh itu tunjukkanlah padaku tempat kediaman untukku.”

Firman Allah:
“Tempat kediamanmu adalah di dalam tandas.”

Iblis bertanya lagi:
“Wahai Tuhanku, Engkau telah berikan anak Adam berkumpul di masjid, di manakah pula tempatku berkumpul?”

Firman Allah:
“Tempatmu berkumpul ialah di pasar-pasar, pesta, pusat membeli belah, kelab malam, tempat hiburan serta majlis-majlis maksiat.”

Iblis bertanya:
“Wahai Tuhanku, Engkau berikan anak Adam itu kitab (al-Quran) untuk mereka membacanya, tunjukkanlah apa pula bahan bacaanku?”

Firman Allah:
“Bacaan untukmu ialah syair dan sajak yang melalaikan.”

Iblis bertanya:
“Wahai Tuhanku, Engkau telah berikan kepada mereka cerita-cerita benar, apakah pula cerita bagiku?”

Firman Allah:
“Cerita bagimu ialah kata-kata kesat dan dusta.”

Iblis bertanya:
“Wahai Tuhanku, Engkau telah berikan azan kepada anak Adam untuk mereka memanggil orang sembahyang, apa pula azan untukku?”

Firman Allah:
“Azan untukmu ialah seruling.”

Iblis bertanya:
Wahai Tuhanku, Engkau telah menghantar utusan-Mu dari para rasul dan juga nabi, siapakah yang menjadi utusanku?”

Firman Allah:
“Para utusan mu terdiri daripada bomoh, tabib dan dukun yang menduakan Aku.”

Iblis Bertanya:
“Wahai Tuhanku, Engkau berikan kitab suci al-Quran yang bertulis kepada mereka, apakah pula tulisan bagiku?”

Firman Allah:
“Tulisanmu ialah tatu, gincu serta lukisan di badan.”

Iblis bertanya:
“Ya Tuhanku, Engkau berikan anak Adam perangkap, apakah pula perangkap bagiku?”

Firman Allah:
“Perangkap bagimu ialah wanita.”

Iblis bertanya:
“Ya Tuhanku, Engkau berikan mereka minuman yang halal yang disebutkan nama-Mu, apakah pula minuman untukku?”

Firman Allah:
“Minumanmu ialah sesuatu yang memabukkan serta tidak disebutkan nama-Ku padanya.”

Sebab Turunnya Nabi Adam Dan Hawa Ke Bumi


13:51 Imam Syahro Wardi No comments

فأزلـهما الشــيطان عنها فأخـرج هما مما كان فيه وقلنا إهبطوا بعـضكم لبعـض عــدو ولكم في الأرض مستقر ومتاع الى حين

"Lalu syetan memperdayakan keduanya dari syurga, sehigga keduanya dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika keduanya di sana (syurga), dan kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat tiggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan." (QS Al Baqarah, 36)

Kitab Al Jami Liahkamil Qur’an[i] dalam menafsiri ayat di atas yaitu lafad فأزلـهما ini adalah bacaan kebanyakan Ulama’ dengan menetapkan alif, dan ada yang membaca dengan tampa alif diambil dari lafad زلة (kecelakaan, dosa, khilaf) maksudnya adalah, syetan berkehendak untuk memberikan kesalahan dan ingin mengeluarkan Nabi Adam dan Ibu Hawa dari syurga. Imam hamzah membaca dengan menetapkan alif فأزلـهما mengambil arti dari lafad تنحية (menyingkirkan) yaitu syetan bekehendak menyingkirkan keduanya dari syurga. Ibnu Kaisal berpendapat, lafad فأزلـهما ini diambil dari kata baku زوال (bergeser) maksudnya yaitu berpalingnya Nabi Adam dan Siti Hawa dari mengerjakan pekerjaan yang taat kepada Alloh bergeser menuju pekerjaan maksiat kepada Alloh SWT.
Dalam kitab Hadaikurruh Warroihan[ii] dalam menafsiri ayat di atas yaitu syetan (iblis) mengelincirkan Adam dan Hawa juga menyingkirkan keduanya dan menjauhkan keduanya dari syurga, dan disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Imron ayat 155 yang artinya: “Hanya saja mereka digelincirkan oleh syetan, disebabkan kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau)” (Al Imron: 155). Dan masuknya syetan (iblis) ini untuk mengeluarkan keduanya bagaimana ? Sedangkan iblis ini seorang kafir dan orang kafir tidak bisa masuk syurga. Masuknya syetan (iblis) ini ada beberapa pendapat
Masuknya syetan (iblis) ini menyerupakan dengan wajah yang mulia seperti masuknya malaikat ke syurga, dan iblis tidak tercegah masuk ke dalam untuk menggoda dan menguji Adam dan Hawa.
Masuknya syetan (iblis) ke syurga melalui rupa hewan dari salah satu hewan yang berada di syurga.
Syetan (iblis) meggoda Adam dan Hawa dari luar syurga sebagaimana dijelaskan dalam surat Al A’raf ayat 20 yang artinya “ Maka syetan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya “.
Dan ada lagi yang mengatakan selain dari yang telah disebutkan di atas.

Oleh karena itu mari kita bersama-sama berhati-hati untuk menghadapi serangan syetan yang datang secara tiba-tiba. Seorang ahli hikmah dalam penelitiannya tentang serangan syetan terhadap manusia, telah memperoleh 10 data (jalan terobosan) yaitu[iii]
1).Diterobos lewat kerakusan dan keburukan prasangkanya, maka jika terjadi yag demikian hendaklah menangkisnya dengan keyakinan mantap pada janji Alloh dan bersikap qona’ah.
2).Diterobos lewat khayalan (lamunannya), dan tidak sedikit orang yang sering ngelamun itu kerasukan syetan, solusinya adalah dzikrulloh dan ingat maut.
3).Diterobos lewat berlagak santai dan kelezatan nikmat, dan jika terjadi seperti ini maka balaslah serangan itu dengan menyadari bahwa ni’mat itu akan lenyap dan hisab di hari kiamat amatlah berat.
4).Diterobos dari rasa bangga (ujub) atas keberhasilan usahanya, cara menghadapinya adalah tangkislah dengan mengingat karunia yang diberikan Alloh dan takut akan akibatnya
5).Diterobos dengan mengecilkan kawan dan menghinanya, jika terjadi demikian maka hendaklah saling menghargai dan menghormati.
6).Diserbu dengan sifat hasud, kalau terjadi yang demikian maka hadapilah dengan keyakinan akan keadilan Alloh dalam membagi rizki.
7).Dari sifat ingin dipuji (riya’) manusia, jika ini terjadi maka patahkanlah dengan keihlasan amal.
8).Diserang dengan sifat kikir, maka jika hal ini terjadi harus berjuang dengan mengingat bahwa segala sesuatu yang berada di tangan manusia pasti lepas (binasa).
9).Diterobos dengan sifat sombong, jika terjadi demikian maka lawanlah dengan rendah diri “tawaddu’”.
10). Ditembus dengan sifat tamak, maka jika terjadi sedemikian hendaklah ditahan dengan berharap semata-mata kepada Alloh dan setiap harapan pada manusia putuskanlah.


[i] Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshoriy Al Qurtubiy. Al Jami’ Liahkamil Qur’an 359 Darul Fikri Bairut Libanon cetakan tahun 1420 H/ 1999 M

[ii] Muhammad Amin bin Abdulloh Al Uromiy. Hadaikurruh Warroihan 320 luz 1 Darut Taukin Najah. Bairut Libanon. Cetakan kedua 1426 H/ 2005 M

[iii] Abu Laist Samarqondiy yang dialih bahasakan Indonesia oleh Abu Imam Taqyuddin Terjemah Tambihul Ghofilin 618-622 Mutiara Ilmu Surabaya
Posted in:

Selasa, 09 Agustus 2011

Renungan Ramadhan



الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كُتِبَ عَلَى الذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


Ma’asyiral Mu’minin Rohimakumullah
Tak terasa kita kembali berjumpa dengan bulan yang suci, istimewa dan mulia: Ramadhan. Banyak sekali kejadian penting yang terjadi di bulan ini sehingga patut menjadi alasan keistimewaan Ramadhan di bandingkan sebelas bulan yang lain.
Hal terpenting yang harus disebut hubungannya dengan Ramadhan adalah diturunkannya al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Ada pula momentum penting lainnya yaitu perang badar dan penaklukan (fathu) Makkah. Keduanya mempunyai peran luar biasa dalam perjuangan umat Islam pada masa itu. Keduanya selanjutnya menjadi titik tolak perkembangan Islam di dunia. Begitu istimewanya bulan Ramadhan sehingga Rasulullah saw bersabda:

قد أتاكم رمضان سيد الشهور فمرحبابه وأهلا جاء شهر الصيام بالبركات فأكرم به من زائر هو ات

Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan utama atas segala bulan, telah datang. maka sambutlah Bualan puasa dengan segala berkahnya telah datang. Maka muliakanlah. Sungguh amat mulialah tamu kalian ini.

Tidak hanya dalam wacana keIslaman saja Ramadhan menjadi Istimewa. Di Indonesia Ramadhan bulan bersejarah karena proklamasi kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17 agustus tahun 1945 bertepatan pula dengan Ramadhan. Lantas apakah sebenarnya nilai istimewa yang terkandung dalam Ramadhan itu?

Jama’ah Jum’ah yang berbahagia
Ramadhan adalah bulan ibadah, di mana pahala segala amal dilipatgandakan bahkan ditetapkan jenis ibadah wajib yang khusus hanya dilakukan pada bulan itu saja yaitu puasa. Dengan segala ‘fasilitas’ dan ‘motivasi’ yang sedemikian itu, diharapkan umat muslim memanfaatkan bulan ini sebaik-sebaiknya untuk menyucikan diri hingga putih bersih ‘sebagaimana saat kelahirannya’
Masalahnya adalah, apakah kita cukup peduli pada keistimewaan Ramadhan? apakah kita siap mendapatkan fasilitas, dengan berbagai keistimewaannya? Atuakah Jangan-jangan kita sudah tidak merasa memerlukan lagi fasilitas itu atau jangan-jangan kita tidak lahi membutuhkan dan merasa tidak perlu dengan bulan Ramadhan, na’udzubillah mindzalik…


Keistimewaan Ramadhan ini akan sangat terasa jika kita maknai sebaik mungkin dengan mengisinya dengan bermacam bentuk peribadahan. Sehingga keistimewaan itu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan kita. Sebagaimana halnya hari ulang tahun seseorang yang tidak bermakna jika tidak dimaknai oleh yang bersangkutan. Begitu pula dengan Ramadhan.Tanpa pemaknaan itu Ramadhan hanya akan menjadi satuan waktu biasa. Setiap harinya sama tidak istimewanya dengan hari-hari lainnya. Tidak akan bermakna apa-apa bagi kita selama kita sendiri tiak menempatkan makna khusus terhadapnya.

Tetapi para jama’ah rahimakumullah…
memberikan makna dan nilai untuk bulan Ramadhan, tidak berarti kita berlebih-lebihan mengisinya di bulan ini saja dan untuk sebelas bulan selanjutnya kita teledor. Karena aktualisasi makna Ramadhan itu justru terdapat dalam sebelas bulan lainnya. Ramadhan harus menjadi titik tolak perjalanan kehidupan muslim di sepanjang tahun selebihnya. Seperti halnya fathu makkah ataupun perang badar yang menjadi tonggak perjalanan umat Islam di dunia.


Dengan kata lain, nilai optimal Ramadhan baru bisa kita dapatkan jika kita menempatkan bulan ini sebagai inspirasi dan momentum untuk mengubah pola pikir dan perilaku kita. Sudahkan kita memenuhi kewajiban kita atas perintah-perintah-Nya? Masih pantaskah kita menuntut hak dari-Nya, padahal kita tak selalu memenuhi kewajiban kita atas-Nya? Atau malahan Allah telah memenuhi hak kita, namun kita tak pernah menyadarinya! Astagfirullah…

Pada hakikatnya, Allah swt tidak pernah memerlukan kita. Namun kita harus tahu diri bahwa segala fenomena alam di dunia ini merupakan tanda dan pelajaran mengenai kekuasaan-Nya. Tidak diciptakan semua makhluk di dunia ini kecuali untuk mengabdi pada-Nya. Dan segala di dunia menjadi jalan mengabdi untuk-Nya. Maka, jalan menuju ilahi bagi makhluk sosila seperti manusia adalah mengabdikan diri dengan cara memperbaiki pola hubungan kita dengan sesama manusia, lingkungan dan dunia sekitar kita. Dengan bahasa lain, hubungan transcendental (hablum minallah) antara manusia dan tuhan tak akan lengkap dan sempurna tanpa merangkai hubungan horizontal (hablum minan nas) antar manusia.


Oleh karena itu Ramadhan adalah waktu yang diciptakan oleh Allah lengkap dengan fasilitas dan kemewahannya untuk dimanfaatkan manusia sebagai madrasah kehidupan yang melatih dan membelajari poa kehidupan yang sehat. Sangat saying jika dilewatkan.
Namun, bukankah Ramadhan hanyalah putaran waktu yang akan hadir kembali pada tahun yang akan datang? ah, siapakah kita ini hingga seyakin itu akan menemui Ramadhan yang akan datang? bukankah hidup ini adalah misteri tersbesar umat manusia? Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya!

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Disarikan dari Dialog dengan Kiai Sahal Mahfudh, Solusi Problematika Umat, Ampel Suci 2003.