Cari Blog Ini

Selasa, 30 Juli 2013

Khotbah Hari Raya 'Idul Fitri



اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ،/ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ،/ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ،/ اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لااله الا الله هو الله أكبر الله اكبر ولله الحمد. الْحَمْدُ لِلهِ على نعامه المتواترة، وفضائله المتكاثرة، ومنانه الغامرة، اللهم صلى وسلم على سيد أهل الدنيا والآخرة، سيدنا محمد بن عبد الله، وعلى آله وأصحابه الأنجوم الظاهرة، أَمَّا بَعْدُ
فيا عباد الله أوصيكم ونفسي بتقوى الله، فإنها وصيته سبحانه للأولين والآخرين من عباده، قال الله تعالى: اتقوا الله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم مسلمون (.............)
Jamaah sholat ‘idil fitri yg dirahmati Allah
Hari ini tanggal 1 syawwal bukan lagi bulan ramadhan,/ ramadhan telah pergi,/ ramadhan telah meninggalkan kita./ Kehadiran ramadhan yang baru saja berlalu telah mengkondisikan kita/ sehingga terlihat dan terasa begitu dekat dengan Allah swt./ setelah sebulan penuh kita (kaum muslimien) berjuang keras menempa diri melawan hawa nafsu/ dengan berpuasa,/ qiyamul lail,/ tadarrus, membayar zakat, dan ibadah-ibadah sunnah lainnya/. Dan hari ini kita sampai pada hari yang ditunggu-tunggu yakni hari raya ‘idul fitri,/ namun bukan berarti hari ini adalah akhir dari semua ibadah sunnah yang kita kerjakan di bulan puasa,/ tetapi hendaknya menjadi awal ghirah kita dalam melaksanakan ibadah di hari-hari mendatang.

Allahu akbar3x walillahilhamd…..
Ma’asyiral muslimien wal muslimat yang berbahagia….
Dalam surah Al-A’la Allah swt berfirman;
قد أفلح من تزكى # وذكر اسم ربه فصلى #
“Sungguh beruntung orang yang mensucikan dirinya # dan menyebut-nyebut (dengan lidah dan hatinya) akan nama Tuhannya serta mengerjakan sembahyang #
(Q.S. Al-A’la: 14-15)
Sebagian ulama berpendapat/ bahwa ayat ini menjelaskan tentang hari raya ‘idul fitri,/ di dalam ayat ini setidaknya ada tiga hal yang harus dikerjakan/ agar bisa memperoleh keberuntungan dunia dan akhirat/ yakni malakukan tazkiyah (penyucian diri),/ zikrullah serta mengerjakan sholat (dengan khusyu’ dan khudhu’)./ Tiga hal tersebut telah kita kerjakan dalam bentuk nyata,/ kita sucikan diri dengan zakat fitrah,/ berzikir dengan mengumandangkan Takbir, Tahmid, Tasbih dan Tahlil / dan baru saja kita telah melaksanakan sholat ‘idul fitri berjamaah. Secara zahir sempurna sudah tiga hal di atas kita kerjakan, namun fitrah yang berarti kesucian tidak cukup hanya dimaknai sebatas itu saja. Oleh karena itu Allah mengingatkan kita semua dengan ayat seterusnya
بل تؤثرون الحياة الدنيا # والآخرة خير وأبقى #
“(tetapi kebanyakan kamu tidak melakukan yang demikian) bahkan kamu utamakan kehidupan dunia # padahal kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal”
Hadirin/ jama’ah sholat ‘idil fitri yang dirohmati Allah…….
Fitrah dalam arti bahasa berasal dari kata fathara yafthuru / yang berarti menciptakan./ Maka dalam konteks ini/ kembali kepada fitrah berarti kembali kepada asal penciptaan/ atau lebih dikenal dengan kembali kepada kesucian/ dan lebih mudah lagi/ kesucian itu diibaratkan dengan seorang bayi yang baru lahir/ (bersih/ polos/ tanpa dosa/), namun yang perlu kita fahami di sini adalah sifat seorang bayi./ Bayi yang baru lahir memiliki sifat pasrah/ dan tidak berdaya,/ jangankan untuk memakai pakaian,/ untuk makan dan minum saja/ ia pasrah sepenuhnya pada orang tuanya./ dari sini kita bisa memahami bahwa fitrah yang sebenarnya adalah mengakui bahwa segala sesuatu yang dimiliki adalah milik Allah. Maka dari itu, kalimat takbir, tahmid, tasbih dan tahlil yang kita lantunkan semenjak senja kemarin hingga saat ini adalah bentuk dari pengakuan kita secara lisan bahwa tidak ada yang pantas dibesarkan dan diagungkan kecuali Allah dan segala sesuatu adalah milik-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
Allahuakbar..3x wa lillahilhamd…
Jama’ah sholat ‘ied yang dirohmati Allah…..
Setelah kita mengakui dengan lisan kita/ bahwa segala sesuatunya adalah milik Allah,/ apakah kita akan masih mengagung-agungkan harta,/ pangkat dan jabatan,/ keturunan,/ kecantikan dan ketampanan/ atau bahkan ormas-ormas yang kita pegang,/ partai-partai politik yang kita dukung./ dan lebih menyedihkan lagi adanya sekat-sekat di antara kaum muslimin lantaran itu semua. Yang kaya mengambil jarak dengan yang miskin lantaran takut diminta-minta, pejabat tidak peduli lagi dengan rakyatnya lantaran ia telah mendapatkan apa yang ia inginkan, yang muda tidak mau lagi menghampir kepada yang tua karena gengsi dengan kemudaan dan kegagahan. Jika demikian adanya,/ maka tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada fitrah/ (mengakui/ bahwa segala yang kita miliki adalah pemberian dan karunia Allah/ dan kita sama sekali tidak memiliki apa-apa).
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah
Di hari penuh kebahagiaan dan kasih sayang ini, sejarah mencatat sebuah cerita yang cukup dramatis/ yang terjadi pada diri rasulullah saw,/ dan sudah seharusnya cerita itu menjadi bahan perenungan kita/ agar di hari penuh bahagia ini kita bisa menimbang rasa dan peduli pada sesama./ Cerita ini terjadi di Madinah,/ pada hari raya ‘idul fitri,/ Rasulullah saw seperti biasanya berkunjung ke rumah-rumah warga/ dalam kunjungan itu, rasulullah melihat semua orang bahagia. Anak-anak bermain dengan menganakan pakain hari rayanya./ Namun, tiba-tiba pandangan Rasulullah tertuju pada seorang anak kecil sedang duduk bersedih,/ ia memakai pakaian penuh tambal dan sepatu rusak./ Rasulullah lalu bergegas menghampirinya./ melihat kedatangan Rasulullah/ Anak kecil itu pun menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya lalu menangis./ Rasulullah lantas meletakkan tangannya di atas kepala anak kecil itu dengan penuh kasih sayang, lalu bertanya; “wahai anakku mengapa kamu menangis?/ bukankah hari ini adalah hari raya?”,/ anak kecil itu menjawab sambil bercerita;/ “pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan bahagia./ anak-anak bermain dengan riang gembira/ aku lalu teringat pada ayahku,/ itu sebabnya aku menangis,/ ketika itu hari raya terakhir bersamanya,/ ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru,/ waktu itu aku sangat bahagia,/ lalu suatu hari ayahku pergi berjuang bersama rasulullah saw/ dan kemudian ia gugur sebagai syahid di medan perang,/ sekarang ayahku telah tiada lagi,/ aku menjadi anak yatim,/ hidup sebatang kara tidak ada tempat mengadu, dan berbagi cerita/ jika aku tidak menangis untuknya lalu untuk siapa lagi?”/ setelah Rasulullah mendengar cerita itu/ seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam,/ dengan penuh kasih sayang/ beliau membelai kepala anak kecil itu sambil berkata;/ “Anakku hapuslah air matamu/….angkatlah kepalamu/ dan dengarkan apa yang akan aku katakana kepadamu/…apakah kamu ingin/ agar aku Rasulullah menjadi ayahmu/ Fatimah menjadi kakamu,/ hasan dan husin menjadi adik-adikmu/ dan ‘Aisyah menjadi ibumu?/ Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?/ Begitu mendengar hal itu/ anak kecil itu langsung berhenti menangis,/ ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada di hadapannya,/ ia adalah Rasulullah,/ orang tempat ia baru saja mencurahkan kesedihannya/ dan menumpahkan segala gundah yang ada di hatinya,/ anak kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah,/ namun entah mengapa/ ia tidak bisa berkata sepatah katapun,/ ia hanya bisa menganggukkan kepala sebagai pertanda setuju (iya),/ anak kecil itu lalu bergandingan tangan dengan Rasulullah menuju rumah,/ Sesampainya di rumah/ wajah dan kedua tangan anak itu dbersihkan/ dan rambutnya disisir/ ia kemudian diberi pakaian yang indah dan makanan, serta uang lalu ia diantar keluar agar bias bermain bersama anak-anak yang lain.
Ma’asyiral muslimien as’adakumullah shabiehatakum
Dari cerita di atas kita bisa memetik beberapa hikmah di antaranya; besarnya kecintaan dan kasih sayang Rasulullah terhadap sesama, lebih-lebih kepada anak yatim dan orang-orang yang tak berdaya tanpa membeda-bedakan setatus dan kedudukan. Maka pantas jika Allah menyebutnya di dalam al-qur’an dengan sebutan rauufurraohiem (orang teramat kasih dan sayang). Rasulullah telah wafat 14 abad yang silam, namun sepirit dan akhlak beliau tidak boleh mati dan harus dihidupkan di setiap hati kita kaum muslimien.
Dan dari cerita diatas pula kita seharusnya sadar bahwa segala yang ada di dunia ini bersifat fana dan akan hilang pada waktunya. Kita bisa merenungkan betapa banyak saudara-saudara kita kaum muslimin, orang-oarang yang kita cintai dan sayangi pada tahun yang lalu masih bisa merayakan hari raya bersama kita, namun saat ini mereka telah tiada, telah mendahului kita, pergi buat selama-lamanya memenuhi panggil Allah swt. Oleh karena itu dalam suasana fitrah ini hendaklah kita saling memaafkan, tegur sapa satu sama lainnya, agar dikemudian hari kelak kita tidak di bebankan dgn urusan-urusan yang berhubungan dengan manusia,
Jamaah shola ‘ied yang di rahmati Allah.......
Akhirnya dari mimbar yang suci ini ulun mengajak diri pribadi ulun dan sampian barataan untuk selalu meningkatkan taqwa kepada Allah swt, dengan jalan mengerjakan segala apa yang diperintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.  Dengan demikian mudah-mudahan kita bisa kembali kepada fitrah yang sesungguhnya Amien allahumma amien.....
إن أحسن الكلام/ كلام الله ملك العلام/ وبقوله يهتدي المهتدون/...... أعوذ بالله من الشيطان الرجيم # بسم الله الرحمن الرحيم
قد أفلح من تزكى # وذكر اسم ربه فصلى # بل تؤثرون الحياة الدنيا # والآخرة خير وأبقى #
بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم/ ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم/ وتقبل الله مني ومنكم تلاوته/ وأستغفر الله لي ولكم/ ولسائر المسلمين والمسلمات/ من كل ذنب/ إنه هو الغفور الرحيم.....

Sabtu, 20 Juli 2013

TEKNIK MEMBUKA JENDELA NURANI PINTU MENUJU HATI YANG IKHLAS/TAWAKAL/PASRAH




Nurani berasal dari dua kata arab yang di pakai oleh para wasis untuk menggambarkan suasana indra batin kita yaitu dari kata Nur artinya cahaya dan aini mata yang selajutnya cahaya mata atau mata batin. Kita harus menutup panca indera untuk membuka mata batin yang berada dalam jiwa kita. Mata batin adalah mata yang dapat melihat sesuatu secara lebih cerah, jelas, dan gamblang. Kecermatan dan kemampuannya menjabarkan fakta gaib dan wadag jutaan kali melebihi panca indera. Paling tidak terdapat lima sarat agar supaya kita betul-betul mampu merasakan dan membedakan apakah sesuatu getaran merupakan getaran NURANI (kareping rahsa) ataukah hanya sekedar getaran nafsu (rahsaning karep).panca indra. Untuk melatih mengenalinya dapat ikuti langkah langkah sebagai berikut:
  1. Qolbu Salim/Beninging ati atau kejernihan kalbu. Antara suara hati dan nalar manusia selalu terjadi dialog,  tarik menarik, bahkan masing-masing saling “berperang” untuk berebut pengaruh dan otoritas. Jika kekuatan keduanya berimbang gejalanya dapat kita rasakan pada saat terjadi kebimbangan dan keragu-raguan. Atau sikap ambigu, dan dualisme. Sementara itu, jika nalar memenangkan jadilah pribadi yang hanya mengandalkan kemampuan rasio semata. Sehingga bagi dirinya banyak sekali hal-hal di luar nalar yang dengan segera ia tepis sebagai sesuatu yang tidak ada, omong kosong atau ngoyoworo. Hal-hal gaib dianggap sebagai sesuatu yang non-sense, dan di luar logika. Maka gaib pun dianggap omong kosong. Menurut saya pribadi, gaib pun ternyata sangat logis dan masuk akal. Jika ada hal gaib yang dianggap tidak masuk akal, ada dua kemungkinan yakni, pertama; benar-benar dongeng atau mitologi yang digaib-gaibkan.  Kemungkinan kedua, nalar kita belum cukup menerima informasi akan rumus-rumus yang ada dan berlaku di dimensi gaib. Sementara itu beninging ati atau weninging tyas, qolbussalim, akan tercipta manakala dialog, tarik-menarik, dan peperangan antara suara hati nurani dengan nalar berhenti sejenak. Saat itulah hati kita menjadi jernih, karena saat itu hati menjadi bebas merdeka dari segala bentuk “penjajahan” nalar yang seringkali terkooptasi oleh kepentingan pribadi, persepsi atau penilaian diri terhadap suatu obyek, serta ilusi dan imajinasi. Dalam dimensi lebih luas hati pun menjadi bebas dari kepentingan politik, kekuasaan, egoisme aliran, dan segala macam keinginan yang belum tercapai.
Cara menghentikan dialog dan tarik-menarik antara hati dan nalar adalah dengan cara “mengalir mengikuti aliran air” manut iline banyu neng tanpo keli atau (tapa ngeli). Yakni hidup dalam sikap ikhlas tawakkal legoliliolegowo dalam kepasrahan. Konsentrasi pasrah bukan pada PROSES BERUSAHA atau saat berikhtiar, karena kepasrahan demikian ini merupakan konsep hidup yang salah kaprah. Pasrah yang dimaksud adalah pasrah akan ketentuan besar-kecil hasilnya akhir. Sementara itu dalam menjalani PROSESnya step by step kita tak boleh pasrah, tetapi harus berusaha secara maksimal, sekuat tenaga dan pikiran kita. Ada pepatah bola mengatakan,”Bermainlah bola secara cantik, soal menang kalah itu bukanlah urusan  kita. Bila kalahpun, tetap akan menjadi “kesebelaasan”  yang disegani dan dihormati orang lain. Jangan konsentrasi pada hasil akhir, tetapi konsentrasilah pada proses. Hal ini menjadi salah satu kiat sukses dalam olah semedi atau meditasi latihan iklas dan pasrah. Bila anda berkonsentrasi pada hasil, maka yang terjadi nalar kita akan dipenuhi oleh angan-angan.
  1. Ikhlas/Tawakkal/Sirnaning kekarepan atau sirnanya rahsaning karep. Atau lenyapnya semua maksud jahat, keburukan, dan tindakan hina-aniaya. Hal ini berkaitan dengan perilaku dan perbuatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita menyakiti hati orang lain, baik sadar apalagi tanpa sadar. Jangan sampai mencelakai, merugikan, menyerobot hak orang lain. Untuk menuntun perilaku demikian diperlukan sebuah kesadaran kosmologis yakni sikap eling dan waspada.
  2. Lereming pancadriya atau ketenangan panca indera. Ketenangan panca indera. Dalam spiritual Jawa dikenal sebagai BABAHAN HAWA SANGA atau babahan hawa (nafsumu), kosongna ! (bersihkanlah/kendalikanlah hawa nafsumu). Dapat pula diartikan 9 lubang pancaindera (2 lubang telinga, 2 lubang hidung, 2 lubang mata, 1 lubang kemaluan, 1 lubang silit/anus, dan 1 lubang mulut = 9 lobang)  kesemuanya menjadi pintu masuk hawa nafsu hendaknya dikendalikan atau “dikosongkan”. Keberhasilan mengendalikan panca indera akan memperoleh ketenangan pancaindera. Sebaliknya, kegagalan lereming pancadriya seseorang akan tersiksa dalam kegelisahan panjang oleh karena gejolak nafsu syahwat (ngacengan/konakan/nafsuan), nafsu makan (mudah lapar, ngileran, ngelihan, kemaruk, rakus), nafsu tidur (ngantukan, moloran dst), dan banyaknya karep atau kemauan yang diinginkan (tidak pernah puas diri, sulit bersyukur), nafsu angkara (Penyakit Hati ; panasten, suka panas hatinya, mudah iri hati, drengki, serba pamrih, congkak, sombong, takabur, egois.  Emosi yang Labil ; tersinggungan, mudah sedih, mudah marah, kagetan, gumunan), nafsu halus (suka gede ndase, gemar dipuji, pamrih pahala).  Pola bekerjanya panca indra yang lebih dominan dalam merespon obyek kehidupan justru akan mengaburkan getaran atau bisikan nurani. Salah-salah, getaran nafsunya dianggap sebagai getaran nurani. Sementara itu lereming pancadira akan mengistirahatkan bekerjanya otak. Hal ini seperti halnya kita melakukan olah semedi atau meditasi.
  3. Mukhsin/Jatmikaning solah bawa atau perilaku lahir dan batin yang santun. Perilaku lahiriah (solah) merupakan refleksi dari perilaku batin (bawa). Menjadi mukhsin atau jatmikaning solah bawa, merupakan wujud kekompakan perilaku yang melibatkan empat unsur yakni; hati, ucapan, pikiran dan perbuatan atau tindakan nyata. Berbekal dengan hati yang jernih akan mampu menuntun nalar kita  supaya lebih cermat dalam menyeleksi mana yang baik dan mana yang buruk. Selanjutnya bermodalkan kecermatan nalar dapat mengendalikan keinginan, dan memilah memilih serta mempertimbangkan secara arif dan bijak terhadap sesuatu yang dipikirkan, diucapkan, dan diperbuat. Solah dan bawa yang keluar dari nurani memiliki karisma besar sehingga dapat menselaraskan apa yang ada di sekelilingnya dengan apa yang diinginkan dan diharapkan. Dengan kata lain, jatmikaning solah bawa, menebarkan aura yang kuat, bagaikan medan magnet yang akan menyedot segala sesuatu yang senyawa dan sejenis. Makruf atau kebaikan dan mungkar atau keburukan akan terkumpul dalam kumparan yang sejenis, terkonsentrasi dalam kelompoknya masing-masing(contoh: ketika kita menempa emas akan mengumpulah masing masing unsur emas murni akan memisahkan diri  unsur lainnya). Maka kebaikan akan berbalas dengan kebaikan yang berlipat. Welas asih akan berbalas kasih sayang yang berlimpah ruah. Kejahatan akan berbalas kejahatan berlipat. Limpahan itu bagaikan suara yang bergema, terucap dengan volume  7, akan berbalik menjadi suara dengan volume 14. Begitulah rumus-rumus yang terjadi dalam hukum alam semesta. Pribadi yang menghayati jatmikaning solah bawa gerak-gerik, tingkah laku, watak wantun, sifat tabiatnya selalu enak dilihat dan membuat nyaman di hati (nuju prana). Pribadi yang pembawaan sifatnya selalu nuju prana bagai gayung bersambut, di mana-mana selalu menciptakan ketentraman, kenyamanan, kebahagiaan bagi ornag-orang di sekelilingnya. Selalu membuat enak di hati, kinaryo karyenak ing tyas sesama. Perilaku nuju prana menjadikan pribadi yang penuh aura positif. Jika wanita maka inner-beauty-nya akan memancar kuat dari dalam sanubari. Jika seorang pria perilakunya selalu anggawe reseping pancadriya. Barangkali hal ini ada kaitannya, mengapa seseorang dengan tingkat spiritual yang sudah mapan dan matang akan memancarkan daya tarik yang kuat, terlebih terhadap lawan jenis. Selanjutnya kita sebut sebagai goda. Resiko menjadi besar, apabila libidonya tidak tersalurkan dengan penuh tanggungjawab, baik tanggungjawab terhadap diri pribadi, keluarga, maupun tanggungjawab publik.
  4. Ke empat poin di atas merupakan teknik yang harus dihayati dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Selain ke empat langkah di atas, ada pula tata cara yang lebih pragmatis berupa ketrampilan untuk mempertajam indentifikasi mata hati, sekaligus kemahiran membedakan apakah getaran yang dirasa merupakan bisikan nurani (tuhan) atau kah bisikan nafsu (“setan”).
Di antaranya adalah olah semedi, meditasi, maladihening, atau mesu budi. Olah semedi dan meditasi, bertujuan untuk mencapai keadaan lereming pancadriya, sirnaning kekarepan, sarehing pangganda, dan beninging ati. Pencapaian ke empat keadaan diri tersebut pada gilirannya memicu ujung-ujung syaraf pancaindera menjadi lebih peka dalam mendeteksi segala sesuatu yang ada di sekitar diri kita, baik yang wadag maupun gaib. Kepekaan ini disebut sebagai sad-indra atau indera ke-enam (six sense). Dalam khasanah spiritual Jawa, berfungsinya sad-indra disebut juga rasa rumangsa, atau krasa nanging ora rumangsa.
Kepekaan rasa mampu mendeteksi lebih awal namun tidak disadari oleh akal. Misalnya perkiraan anda sangat meyakinkan walau belum ada bukti apakah sesungguhnya yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa. Setelah dibuktikan secara faktual dan ilmiah ternyata benar adanya, sesuai apa yang semula anda yakini. Nah, rasa yakin yang ternyata benar itu adalah rasa rumangsa.  Bahkan terhadap hal-hal yang tidak tampak oleh mata pun dapat ditangkap singnal-signalnya melalui ujung syaraf perasa di seluruh permukaan tubuh. Diperkuat oleh pengendalian pusat (sentral) syaraf yakni otak (nalar), yang telah lebih peka  pula karena sudah dapat membedakan yang NURANI dan yang bukan. Sehingga anda akan hafal betul dengan gejolak nurani anda sendiri. Hal itu membuat diri anda kadang-kadang mampu weruh sak durunge winarah. Anda tahu persis akan terjadi sesuatu peristiwa, sebelum suatu peristiwa itu terjadi. Tampaknya sulit sekali kita mencapai kebisaan seperti di atas. Tetapi setelah kita MAU membiasakan diri menghayati semua tata laku tersebut, semuanya dapat kita raih dengan mudahnya.  Anda akan mampu dengan sendirinya melalui beberapa tahap neng, ning, nung, nang. Yakni jumeneng, wening, sinung, dan menang. Kemenangan hidup bilamana kita bisa menjadi manusia yang merdeka lahir dan batinnya. Kemenangan diperoleh setelah kita kesinungan. Supaya kesinungan, kita harus selalu wening. Agar supaya bisa wening kita musti mau untuk jumeneng. Kemenangan hidup menjadi jalan setapak untuk menggapai uninong aning unong.


MANFAAT LAIN DARI NURANI
Dengan landasan pemahaman dan pengelolaan seluk-beluk nurani seperti telah saya uraikan di atas, membuat setiap individu dapat mengendalikan DAYA PANGARIBAWA. Daya pangaribawa adalah sebuah kekuatan besar berasal dari getaran nurani. Berupa kewibawaan atau pengaruh kekuatan yang besar yang memancar dari tatapan mata, air muka,  solah dan bawa (perilaku lahir dan batin). Sementara itu tutur kata yang bersumber dari nurani, sangat berguna untuk mencapai suatu maksud dan tujuan yang diharapkannya. Daya pangaribawa akan memancar, beresonansi ke sekelilingnya, bahkan daya pangaribawa yang getaran “resonansinya” kuat sekali akan membahana memencar ke penjuru semesta alam. Mampu mewujudkan apa yang yang diharapkan. Apa yang dipikirkan dan diucapkannya mudah menjadi kenyataan. Belum lagi kita berdoa, harapannya sudah terkabul lebih dulu.
Metode ini menjelaskan pula bagaimana seseorang dapat memiliki kekuatan IDU GENI, sabdo pandito ratu, apa yang diucapkan pasti terwujud. Getaran alam akan selaras, sinergis dan harmonis dengan getaran nurani, demikian pula sebaliknya getaran nuraninya akan selaras dengan getaran (kodrat/hukum) alam. Di situlah letak “kesaktian” seseorang, manakala menjadi mandireng pribadi, berarti pula aku adalah alam semesta, kekuatan alam semesta adalah kekuatanku. Yang ini menjelaskan pula bagaimana orang-orang zaman dulu, seperti Ki Ageng Selo, Ki Ageng Mangir Wonoboyo, para Ratugung Binatara menjadi seorang pribadi yang sakti mandraguna. Di antaranya mampu menangkap dan mengendalikan petir, mampu menjebol dan memuntahkan lahar gunung berapi dll. Ini bukan sekedar dongeng atau mitologi, beliau-beliau bukanlah orang yang gegulangan ilmu karang, tetapi hanya karena berhasil menjadi manusia yang (dengan tingkat kesadaran) KOSMOLOGIS, lebih dari sekedar kesadaran spirit (untuk hal ini akan saya jabarkan dalam topik selanjutnya). Siapapun anda, pasti bisa melakukan, asal ada kemauan.
Secara teknis, proses daya pangaribawa menjadi hasil karya nyata, atau menjadi kalimat bertuah setelah melalui tahapan-tahapan berikut ini.
  1. Panggraitaning cipta batin (bisikan nurani) yang secara tepat menentukan target dan memotivasi kepada pencapaian suatu tujuan (mligining cipta). Seseorang tidak akan merencanakan dan melakukan sesuatu di luar kehendak nurani. Sebaliknya keinginan yang bukan kehendak nurani tidak akan terwujud. Maka seseorang tidak akan berharap-harap selain yang berasal dari bisikan nuraninya sendiri.
  2. Ketepatan Bertindak. Setelah suatu target dan tujuan secara tepat dapat ditentutan oleh nurani, dituntut konsistensi tata lahir atau gerak ragawi untuk mewujudkan target dan tujuan tersebut. Dengan diipandu oleh nalar budi pekerti (intelegensia nurani) atau kejernihan nalar membuat diri kita lebih cermat membaca sinyal-sinyal dari panggraitaning cipta atau bisikan nurani. Akan tetapi kejernihan nalar baru dapat kita ciptakan apabila kita mampu cara meletakkan pikiran pada sudut yang netral dan obyektif. Hal ini tidak mudah dilakukan, sebab nalar manusia selalu penuh dengan intrik, imajinasi, pengandaian, ilusi dan penuh dengan data-data mentah yang tidak mudah dicerna. Tekad Bulat atau Kemantaban Hati. Ketepatan bertindak merupakan langkah konkrit dalam pencapaian tujuan. Namun hal itu belum cukup untuk mewujudkan daya pangaribawa, masih diperlukan adanya KETANGGA, atau keketeg ing angga, yakni kuatnya kehendak dari dalam jiwa atau tekad bulat. Untuk mencapai satu tujuan kita tak boleh mencla-mencle, plin-plan, ragu-ragu akan apa yang kita tetapkan sebagai tujuan. Tetapi harus konsentrasi penuh melibatkan batin (hati nurani), tata lahir atau gerak ragawi yang termaktub dalam kecermatan penalaran, dan sebuah tekad yang bulat yang bersumber dari kekuatan jiwa.
  3. DAYA NING. Ketiga sumber kekuatan pribadi di atas belumlah lengkap. Masih harus melibatkan ning atau wening, hening cipta. Ning merupakan bentuk konsentrasi yang lebih tinggi daripada ketiga konsentrasi di atas. Ning merupakan full consentration, konsentrasi penuh, menjadi satu KARYO LEKSONO. Atau lebih mudah saya istilahkan NYAWIJI yakni melibatkan kekompakan seluruh elemen daya kekuatan dalam diri pribadi untuk satu tujuan. Atau hanya bertujuan tunggal dan mengerahkan segala daya dari dalam diri  secara KOMPAK. Individu yang nyawiji menyatukan beberapa komponen sebagai satu kesatuan gerak langkah. Komponen tersebut meliputi 4 unsur yakni ; hati, pikiran, ucapan, dan tindakan nyata yang diarahkan kepada pencapaian tujuan yang satu.
Contoh paling mudah, pada saat anda membidik agar mengenai sasaran, anda perlu full konsentrasi yakni harus menciptakan keheningan, ketenangan, percaya diri, kesabaran dalam tekad yang bulat, yang disatukan dalam setiap hela nafas. Keadaan full consentration akan mudah dicapai saat menahan nafas beberapa saat lamanya. Nafas adalah kendali dan tali yang bisa mengikat konsentrasi anda. Hal ini menjelaskan juga mengapa olah pernafasan menjadi pelajaran utama dalam latihan meditasi, olah semedi, maladihening, mesu budi. Termasuk di dalamnya sebagai sarana menyatukan diri (aku) dengan dzat sifat, afngal tuhan (Ingsun). Dalam tradisi tasawuf Jawa-Islam ala Syeh Siti Jenar disebut sebagai shalat dhaim. Sepadan pula dengan apa yang termaktub dalam Serat Wedhatama karya KGPAA Mangkunegoro ke IV sebagai sembah cipta, atau sembah kalbu.
Pada intinya ning adalah upaya mewujudkan  pencapaian kehidupan yang meditatif. Yakni tercapainya kesadaran di atas kesadaran nalar (higher consciousness). Secara intuitif manusia dapat mengetahui apa yang akan terjadi di alam. Karena kita dapat menangkap seluruh vibrasi yang ada di alam semesta. Setiap akan terjadi peristiwa, selalu terjadi perubahan vibrasi yang sebetulnya bisa dirasakan jika kita mau mencermati pancaran gelombang vibrasi tersebut. Di sinilah salah satu fungsi ning. Layaknya meditasi, ning membuat kita lebih peka, lebih memahami apapun yang sedang dan akan terjadi di sekeliling kita, bahkan apa yang terjadi pada belahan bumi yang lainnya.
Akhir kalam, selamat mencoba dan menghayatinya. Semoga berkahing Gusti Moho Agung selalu berlimpah kepada seluruh para pembaca yang budiman. Salam karaharjan, rahayu. Mbah yayin


Fadhilah Istighfar



Dikisahkan suatu kali Imam Ahmad bin Hambal bepergian ke sebuah kampung yang masih asing. Malamnya beliau menginap di rumah seorang tukang roti yang belum dikenalnya. Si tukang roti kasihan melihat seorang pengelana sendirian di tepi jalan, namun dia tidak mengenali bahwa tamunya itu adalah seorang ulama terkemuka.

Ketika akan beristirahat, sang Imam memperhatikan bahwa si tukang roti tidak langsung beristirahat, akan tetapi justru sibuk menggiling tepung untuk dibuat roti. Selama menggiling itu dia terus menerus mengucap istighfar dengan rutin. Imam Ahmad tersentuh, kemudian beliau bertanya.

IA : Apakah engkau terus berzikir istighfar selama ini ?
TR : Benar tuan, Alhamdulillah dengan ibadah ini, Allah memberi banyak kemudahan & keutamaan.
IA : Apakah itu ?
TR : Tidak ada permohonan doa saya yang tidak dikabulkanNya, selalu Dia ijabah, kecuali satu saja yang belum.
IA : Benarkah, apakah permohonanmu itu yg belum dikabulkanNya?
TR : Begini tuan, saya ini hanya orang awam dan papa, namun sudah sejak lama saya ingin bertemu seorang imam besar terkemuka yaitu Imam Ahmad. hanya saja belum kesampaian.
IA : Subhanallah wabihamdih, bergembiralah wahai saudaraku, Allah telah mengabulkan doamu itu.
TR : Bagaimana bisa, apakah anda bisa mengantar saya menemui Imam Ahmad ?
IA : Tidak saudaraku, namun akulah Ahmad bin Hambali. (Sambil tersenyum sang imam memeluk saudaranya si tukang roti dengan hangat).

Bekerja sambil beristighfar, mengapa tidak
Semoga dengannya hidup kita dipermudah & doa kita dikabulkan.