oleh Ferri Mustika pada 02 Juli 2011 jam 22:32
Rumi berkata:
“Siang dan malam kamu berada di medan peperangan, berjuang keras untuk mengubah sifat si lawan jenis, untuk menjernihkan ketidakmurnian mereka dan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan. Lebih baik untuk menyucikan dirimu sendiri melalui mereka ketimbang mencoba menyucikan mereka melalui dirimu. Ubahlah dirimu dengan bantuan mereka. Pergilah kepada mereka dan terimalah apa-apa yang mereka katakan, sekalipun dari sudut pandangmu kata-kata mereka terdengar aneh dan tidak adil.
Nabi Muhammad Saw. berkata: “Tidak ada kerahiban dalam Islam”, itulah sebuah kebenaran.
Cara hidup para rahib adalah penyepian, yang berdiam di gunung-gunung, laki-laki tidak hidup dengan wanita dan menjauhkan diri dari dunia. Allah menunjukkan kepada Nabi sebuah jalan lurus yang tersamar.
Jalan apa itu ? Jalan Perkawinan, sehingga kita dapat menghadapi cobaan-cobaan hidup bersama dengan pasangan kita, untuk mendengarkan tuntutan mereka, demi mereka yang memperlakukan kasar kepada kita, yang dengan cara ini untuk menghaluskan perangai kita sendiri.
Dengan memikul dan hidup bersama dengan perangai kejam pasanganmu, ini seolah-olah kamu menghapus ketidakmurnianmu sendiri melalui mereka. Perangaimu menjadi baik melalui kesabaran; perangai mereka menjadi buruk melalui penguasaan dan penyerangan. Ketika kamu menyadari ini, buatlah dirimu bersih. Ketahuilah bahwa mereka seperti sebuah pakaian; melalui diri mereka, kamu dapat membersihkan ketidakmurnianmu sendiri dan dirimu menjadi bersih.
Tepiskanlah kebanggaanmu, kecemburuan dan iri-hati, sampai kamu mengalami kesenangan dalam berjuang dan memikul penderitaan. Melalui tuntutan-tuntutan mereka temukanlah keriangan spiritual. Setelah itu, kamu akan memikul perjuangan serupa, dan kamu tidak akan lari dari penindasan, karena kamu akan melihat keuntungan-keuntungan yang mereka berikan untukmu.
[saya mohon maaf kepada para wanita yang setia kepada suami karena menuliskan bagian di bawah ini]
" Dikisahkan bahwa suatu malam Rasulullah saw. kembali dengan para sahabat dan pengikutnya dari sebuah serangan. Nabi memerintahkan mereka untuk menabuh genderang, seraya berkata “Malam ini kita akan tidur di gerbang kota dan memasuki kota esok harinya.” Mereka bertanya, “Wahai Rasululah, mengapa kita tidka langsung pulang saja ?” Dia berkata, “Mungkn saja kamu melihat isterimu di tempat tidur bersama lelaki lain. Kamu akan sakit hati dan akan menimbulkan keributan.” Salah seorang pengikut tidak mendengar pesan ini; dia masuk ke rumah dan menemukan isterinya bersama lelaki asing.
Jalan sang Nabi Saw. adalah: Perlulah memikul penderitaan untuk membantu membuang keegoan diri, kecemburuan dan kecongkakan. Mengalami penderitaan dari hasrat-hasrat pasangan kita yang luar biasa, penderitaan dari beban yang sungguh tidak adil, dan seratus ribu penderitaan lain di atas semua ikatan sehingga jalan spiritual menjadi jelas. Jalan Isa as. adalah bergelut dengan kesunyian dan tidak memanjakan hawa nafsu. Jalan Muhammad adalah untuk memikul penindasan dan penderitaan yang disebabkan oleh laki-laki dan wanita kepada pihak lain. Jika kamu tidak dapat berjalan dengan jalan Muhammad, setidaknya pergilah dengan jalan Isa, agar kamu tidak sepenuhnya berjalan di luar jalan spiritual.
Jika kamu memperoleh ketenangan untuk memikul seratus pukulan, yang melihat buah-buahan dan panenan yang muncul darinya, atau mempercayai dalam hatimu yang tersembunyi, “Meskipun saat ini aku tidak melihat buah dari penderitaan ini, pada akhirnya aku akan mencapai perbendaharaan itu, ya, dan lebih dari yang pernah kamu inginkan dan harapkan.
Jika kata-kata ini tidak mempengaruhimu sekarang ini, setelah sesaat kamu menjadi lebih dewasa, kata-kata itu akan meninggalkan sebuah kesan yang besar. Inilah perbedaan antara berbicara dengan pesanganmu dan seorang kawan. Ketika kamu berbicara kepada pasanganmu, mereka masih tetap sama dan tidak akan mengubah cara-cara mereka apapun yang kamu katakan. Kata-katamu tidak memiliki pengaruh kepada mereka, sekalipun mereka lebih merasa yakin.
Misalnya ambilah sepotong roti, letakkan di bawah tanganmu, dan jangan berikan kepada orang lain, dengan berkata, “Aku tidak memberikannya kepada siapapun. Berikan ? Mengapa, aku bahkan tidak mau menunjukkannya.”
Sekalipun jika irisan roti itu dilempar dimana hewanpun tidak mau memakannya karena roti saat itu begitu berlimpah dan murah – tetapi di saat kamu mulai menolaknya, setiap orang mengejarnya dan memancangkan hati kepadanya, memohon dan menuntutnya, “Kami ingin melihat roti itu yang kamu tolak dan sembunyikan.” Terutama jika kamu menyembunyikannya selama setahun, dengan bersikeras secara halus bahwa kamu tidak akan memberikan ataupun menunjukkannya, keinginan mereka untuk melihat roti itu akan menerjang semua pembatas, karena, “Orang-orang bergairah pada apa saja yang tidak diberikan kepadanya.”
Semakin kamu memberitahu pasanganmu, “Tetaplah sembunyikan dirimu” semakin besar dorongan mereka untuk menggoda dan menunjukkan diri. Dan melalui penyembunyian wujud mereka, lawan jenis menjadi lebih menginginkannya. Jadi tempatkan dirimu di tengah-tengah, yang memperbesar keinginan mereka pada kedua sisi, dan anggaplah dirimu sebagai pembaharu !
Mengapa, itulah esensi dari korupsi. Jika mereka memiliki dalam diri mereka kualitas alamiah untuk tidak melakukan kejahatan, apakah kamu mencegah mereka atau tidak, mereka akan melakukannya sesuai dengan temperamen mereka yang baik dan ketetapan-hati yang murni. Jadi yakinlah dan jangan cemas. Jika mereka besikap sebaliknya, mereka tetap akan melanjutkan jalan mereka sendiri; mencoba untuk menghentikan mereka sesungguhnya tidak lain kecuali meningkatkan kemauan mereka.………
[sumber: Fihi Maa Fihi – Maulana Jalaluddin Rumi, Discourses of Rumi by AJ Arberry – Omphaloskepsis, Ames, IOWA dan versi terjemahannya cetakan Pustaka Firdaus 2004]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan meninggalkan komentar anda di kolom yang telah kami sediakan.......