Cari Blog Ini

Sabtu, 31 Agustus 2013

tafsir basmalah



bismillah
Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Rahimahullah
Firman Allah:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Jar majrur (bi ismi) di awal ayat berkaitan dengan kata kerja yang tersembunyi setelahnya sesuai dengan jenis aktifitas yang sedang dikerjakan. Misalnya anda membaca basmalah ketika hendak makan, maka takdir kalimatnya adalah : “Dengan menyebut nama Allah aku makan”.
Kita katakan (dalam kaidah bahasa Arab) bahwa jar majrur harus memiliki kaitan dengan kata yang tersembunyi setelahnya, karena keduanya adalah ma’mul. Sedang setiap ma’mul harus memiliki ‘amil.
Ada dua fungsi mengapa kita letakkan kata kerja yang tersembunyi itu di belakang:
Pertama : Tabarruk (mengharap berkah) dengan mendahulukan asma Allah Azza wa Jalla.
Kedua : Pembatasan maksud, karena meletakkan ‘amil dibelakang berfungsi membatasi makna. Seolah engkau berkata : “Aku tidak makan dengan menyebut nama siapapun untuk mengharap berkah dengannya dan untuk meminta pertolongan darinya selain nama Allah Azza wa Jalla”.
Kata tersembunyi itu kita ambil dari kata kerja ‘amal (dalam istilah nahwu) itu pada asalnya adalah kata kerja. Ahli nahwu tentu sudah mengetahui masalah ini. Oleh karena itulah kata benda tidak bisa menjadi ‘ami’l kecuali apabila telah memenuhi syarat-syarat tertentu.
Lalu mengapa kita katakan : “Kata kerja setelahnya disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang sedang dikerjakan”, karena lebih tepat kepada yang dimaksud. Oleh sebab itu, Rasulullah صلی الله عليه وسلم  bersabda:
وَمَنْ كَانَ لَمْ يَذْبَحْ فَلْيَذْبَحْ بِاسْمِ اللَّهِ- عَلَى اسْمِ اللَّهِ-
“Barangsiapa yang belum menyembelih, maka jika menyembelih hendaklah ia menyembelih dengan menyebut nama Allah“[1] Atau : “Hendaklah ia menyembelih atas nama Allah”[2]
Kata kerja, yakni ‘menyembelih’, disebutkan secara khusus disitu.
Lafzhul Jalalah (اللهِ).
Merupakan nama bagi Allah Rabbul Alamin, selain Allah tidak boleh diberi nama denganNya. Nama ‘Allah’ merupakan asal, adapun nama-nama Allah selainnya adalah tabi’ (cabang darinya).
Ar-Rahmaan  (الرَّحْمنِ)
Yakni yang memiliki kasih sayang yang maha luas. Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’laan, yang menunjukkan keluasannya.
Ar-Rahiim(الرَّحِيمِ)
Yakni yang mencurahkan kasih sayang kepada hamba-hamba yang dikehendakiNya. Oleh sebab itu, disebutkan dalam wazan fa’iil, yang menunjukkan telah terlaksananya curahan kasih saying tersebut. Di sini ada dua penunjukan kasih sayang, yaitu kasih sayang merupakan sifat Allah, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahmaan’ dan kasih sayang yang merupakan perbuatan Allah, yakni mencurahkan kasih sayang kepada orang-orang yang disayangiNya, seperti yang terkandung dalam nama ‘Ar-Rahiim’. Jadi, Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiiim adalah dua Asma’ Allah yang menunjukkan Dzat, sifat kasih sayang dan pengaruhnya, yaitu hikmah yang merupakan konsekuensi dari sifat ini.
Kasih sayang yang Allah tetapkan bagi diriNya bersifat hakiki berdasarkan dalil wahyu dan akal sehat. Adapun dalil wahyu, seperti yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang penetapan sifat Ar-Rahmah (kasih sayang) bagi Allah, dan itu banyak sekali. Adapun dalil akal sehat, seluruh nikmat yang kita terima dan musibah yang terhindar dari kita merupakan salah satu bukti curahan kasih sayang Allah kepada kita.
Sebagian orang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki ini. Mereka mengartikan kasih sayang di sini dengan pemberian nikmat atau kehendak memberi nikmat atau kehendak memberi nikmat. Menurut akal mereka mustahil Allah memiliki sifat kasih sayang. Mereka berkata: “Alasannya, sifat kasih sayang menunjukkan adanya kecondongan, kelemahan, ketundukan dan kelunakan. Dan semua itu tidak layak bagi Allah”.
Bantahan terhadap mereka dari dua sisi:
Pertama : Kasih sayang itu tidak selalu disertai ketundukan, rasa iba dan kelemahan. Kita lihat raja-raja yang kuat, mereka memiliki kasih sayang tanpa disertai hal itu semua.
Kedua : Kalaupun hal-hal tersebut merupakan konsekuensi sifat kasih sayang, maka hanya berlaku pada sifat kasih sayang yang dimiliki makhluk. Adapun sifat kasih sayang yang dimiliki Al-Khaliq سبحانه و تعالى adalah yang sesuai dengan kemahaagungan, kemahabesaran dan kekuasanNya. Sifat yang tidak akan berkonsekuensi negative dan cela sama sekali.
Kemudian kita katakan kepada mereka : Sesungguhnya akal sehat telah menunjukkan adanya sifat kasih sayang yang hakiki bagi Allah سبحانه و تعالى. Pemandangan yang sering kita saksikan pada makhluk hidup, berupa kasih sayang di antara mereka, jelas menunjukkan adanya kasih sayang Allah. Karena kasih sayang merupakan sifat yang sempurna. Dan Allah lebih berhak memiliki sifat yang sempurna. Kemudian sering juga kita saksikan kasih sayang Allah secara khusus, misalnya turunnya hujan, berakhirnya masa paceklik dan lain sebagainya yang menunjukkan kasih sayang Allah سبحانه و تعالى.
Lucunya, orang-orang yang mengingkari sifat kasih sayang Allah yang hakiki dengan alasan tidak dapat diterima akal atau mustahil menurut akal, justru menetapkan sifat iradah (berkehendak) yang hakiki dengan argumentasi akal yang lebih samar daripada argumentasi akal dalam menetapkan sifat kasih sayang bagi Allah. Mereka berkata : “Keistimewaan yang diberikan kepada sebagian makhluk yang membedakannya dengan yang lain menurut akal menunjukkan sifat iradah”. Tidak syak lagi hal itu benar. Akan tetapi hal tersebut lebih samar disbanding dengan tanda-tanda adanya kasih sayang Allah. Karena hal tersebut hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang pintar. Adapun tanda-tanda kasih sayang Allah dapat diketahui oleh semua orang, tidak terkecuali orang awam. Jika anda bertanya kepada seorang awam tentang hujan yang turun tadi malam : “Berkat siapakah turunnya hujan tadi malam ?” Ia pasti menjawab : “berkat karunia Allah dan rahmatNya”
MASALAH
Apakah basmalah termasuk ayat dalam surat Al-Fatihah ataukah bukan ?
Dalam masalah ini para ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa basmalah termasuk ayat dalam surat Al-Fatihah, harus dibaca jahr (dikeraskan bacaannya) dalam shalat dan berpendapat tidak sah shalat tanpa membaca basmalah, sebab masih termasuk dalam surat Al-Fatihah.
Sebagian ulama lain berpendapat, basmalah tidak termasuk dalam surat Al-Fatihah. Namun ayat yang berdiri sendiri dalam Al-Qur’an.
Inilah pendapat yang benar. Pendapat ini berdasarkan nash dan rangkaian ayat dalam surat ini.
Adapun dasar di dalam nash, telah diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه  bahwa Rasulullah صلی الله عليه وسلم  bersabda : Allah سبحانه و تعالى  berfirman:
قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ} قَالَ اللَّهُ تَعَالَى أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ} قَالَ مَجَّدَنِي عَبْدِي، فَإِذَا قَالَ {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ. صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Aku membagi shalat (yakni surat Al-Fatihah) menjadi dua bagian, separuh untuk-Ku dan separuh untuk hamba-Ku. Apabila ia membaca: “Segala puji bagi Allah”. Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku telah memuji-Ku”. Apabila ia membaca: “Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku telah menyanjung-Ku”. Apabila ia membaca: “Penguasa hari pembalasan”. Maka Allah menjawab: “Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku”. Apabila ia membaca: “Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan”. Maka Allah menjawab: “Ini separoh untuk-Ku dan separoh untuk hamba-Ku”. Apabila ia membaca: “Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”. Maka Allah menjawab : “Ini untuk hamba-Ku, akan Aku kabulkan apa yang ia minta” [3]
Ini semacam penegasan bahwa basmalah bukan termasuk dalam surat Al-Fatihah. Dalam kitab Ash-Shahih diriwayatkan dari Anas bin Malik رضي الله عنه, ia berkata :
صَلَّيْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ فَكَانُوا يَسْتَفْتِحُونَ بِ {الْحَمْد لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} لَا يَذْكُرُونَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَّلِ قِرَاءَةٍ وَلَا فِي آخِرِهَا
“Aku pernah shalat di belakang Nabi صلی الله عليه وسلم, Abu Bakar, Umar dan Utsman رضي الله عنهم. Mereka semua membuka shalat dengan membaca: “Alhamdulillaahi Rabbil ‘Aalamin” dan tidak membaca: ‘Bismillaahirrahmaanirrahiim” di awal bacaan maupun di akhirnya. [4]
Maksudnya mereka tidak mengeraskan bacaannya. Membedakan antara basmalah dengan hamdalah dalam hal dikeraskan dan tidaknya menunjukkan bahwa basmalah tidak termasuk dalam surat Al-Fatihah.

[1]  HR. Bukhari dan Muslim
[2]  HR. Bukhari dan Muslim
[3]  HR. Muslim
[4]  HR. Muslim
Disalin dari E-Book kitab Tafsir Juz ‘Amma, penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Sumber: http://kaahil.wordpress.com

Kamis, 29 Agustus 2013

sekilas demokrasi dalam islam

Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam. Secara garis besarnya, prinsip dan konsep demokrasi yang sejalan dengan Islam adalah keikutsertaan rakyat dalam mengontrol, mengangkat, dan menurunkan pemerintah, serta dalam menentukan sejumlah kebijakan lewat wakilnya. Adapun yang tidak sejalan adalah ketika suara rakyat diberikan kebebasan secara mutlak sehingga bisa mengarah kepada sikap, tindakan, dan kebijakan yang keluar dari rambu-rambu Ilahi.
Demokrasi dalam islam, perlu dirumuskan sebuah sistem demokrasi yang sesuai dengan ajaran Islam. Diantaranya adalah: Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama, rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya, pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah, suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi pertimbangan utama dalam musyawarah.
 Contohnya kasus Abu Bakr ketika mengambil suara minoritas yang menghendaki untuk memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat. Juga ketika Umar tidak mau membagi-bagikan tanah hasil rampasan perang dengan mengambil pendapat minoritas agar tanah itu dibiarkan kepada pemiliknya dengan cukup mengambil pajaknya, musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah, produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari nilai-nilai agama, hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga. Agar sistem atau konsep ‘demokrasi yang islami’ di atas terwujud, langkah yang harus dilakukan adalah: Seluruh warga atau sebagian besarnya harus diberi pemahaman yang benar tentang Islam sehingga aspirasi yang mereka sampaikan tidak keluar dari ajarannya dan parlemen atau lembaga perwakilan rakyat harus diisi dan didominasi oleh orang-orang Islam yang memahami dan mengamalkan Islam secara baik.

Sabtu, 17 Agustus 2013

10 Formula Cemerlang Tadabbur Al-Quran


Dr. Kholid bin Abdul Karim Al-Lahim berkongsi di dalam bukunya Mafatih Tadabburil Qur’an wan Najah fil Hayah (Kunci Tadabbur Al-Qur’an & Sukses Dalam Hidup) 10 kunci untuk mentadabburi Al-Quran supaya ianya memberikan kesan yang mendalam terhadap kehidupan kita.
1. Hati yang cinta pada Al-Qur’an
Hati ada raja, dan alat untuk menghayati Al-Quran adalah hati, bukannya aqal. Sedangkan hati seringkali berbolak balik antara tarikan keimanan dan syaithan. Jika hati kita memang inginkan kepada Allah swt., signal-signal rabbani akan mudah untuk diterima walhal jika hati kita rosak akibat virus dunia, bagaimana mungkin signal-signal rabbani ini akan masuk dengan baik ?
  1. Hati yang cintakan kepada Al-Quran akan memiliki tanda-tanda berikut:
  2. Senang bertemu dengannya
  3. Duduk bersamanya dalam waktu yang panjang tanpa bosan
  4. Rindu padanya
  5. Banyak bermusyawarah dengannya, percaya penuh dengan bimbingan-bimbingannya, dan kembali padanya ketika ada masalah dalam kehidupan baik yang kecil maupun yang besar.
  6. Mentaatinya baik perintah maupun larangan.
Justru kita perlu senantiasa memohon kepada Allah agar diberikan hati yang jernih, hati yang hidup, hati yang sentiasa terawat dan dijaga. Antara doa yang di ajarkan adalah, “ Yaa Muqollibal Quluub Tsabbit Qolbii Alaa diiinik.”
2. Tujuan-tujuan membaca Al-Qur’an
Apakah tujuan anda membaca Al-Quran ? Untuk menghabiskan target tilawah ? atau kerana janji Allah terhadap 10 kebaikan pada setiap hurufnya ? atau kerana pelbagai yang lain kerana apa yang kita akan dapatkan daripada Al-Quran adalah sesuai dengan motivasi yang menolak kita untuk membacanya.
Justru kita akan mendapatkan manfaat yang lebih daripada Al-Quran apabila tujuan yang kita letakkan adalah untuk mendapat cahayanya yang akan memandu kita dalam menjalani kehidupan.
3. Berdiri sholat dengan membaca Al-Qur’an
Kita dianjurkan untuk melakukan proses tadabbur di dalam solat kerana sewaktu solat, kita dituntut untuk menghadirkan hati, mengkhusyu’kan jiwa dan memusatkan penumpuan kita sepenuhnya kepada Allah.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً -الإسراء : 79 
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Surah Al-Isroo’:79)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda :
لا حسد إلا في اثنتين رجل أتاه الله القرآن فهو يقوم به آناء الليل وآناء النهار ، ورجل آتاه الله مالا فهو ينفقه آناء الليل وآناء النهار. متفق عليه
“Tidak ada hasad kecuali pada dua orang; seseorang yang Allah anugerahkan Al-Qur’an kemudian dia berdiri membacanya sepanjang siang dan malam, dan seseorang yang Allah anugerahkan harta kemudian dia menginfaqkannya sepanjang siang dan malam”. (Muttafaqun ‘alaih)
4. Membacanya pada waktu malam
Al-Hasan bin Ali رضي الله عنه berkata : Sesungguhnya orang sebelum kalian melihat Al-Quran adalah surah-surah dari Rob mereka, maka mereka mentadabburinya pada waktu malam, dan mereka mencarinya pada waktu siang. (At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an, hal.29)
Inilah yang dikatakan fitrahnya. Allah swt. menciptakan malam untuk istirehat, baik istirehat fizikal mahupun jiwa. Kerana pada waktu malam, suasananya tenang, damai, bebas daripada kebisukan dan hingar bingar dunia dan akan membuatkan signal-signal rabbani mudah untuk masuk kepada penerimanya iaitu hati manusia.
5. Mengulang-ulang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam seminggu atau sebagiannya
Ya, menjadi kewajipan bagi setiap ikhwan untuk mentargetkan khatam Al-Quran sekali dalam seminggu !
Di awalnya mungkin kita merasakan berat berbanding novel, cerpen dan facebook yang mampu kita berikan penumpuan lebih daripada sejam. Tetapi insyallah dengan latihan setahap demi setahap, kita mampu untuk melakukannya. Daripada 3 bulan sekali khatam, kepada 2 bulan dan seterusnya hingga semingu sekali khatam akan terasa mudah sekali.
Abdulloh bin Mas’ud berkata : Al-Qur’an janganlah dibaca kurang dari tiga hari, bacalah dalam tujuh hari, dan seseorang menjaga hizibnya.
An-Nawawi رحمه الله berkata : Pekerjaan kebanyakan kalangan salaf
6. Membacanya dengan hafalan
Apakah tujuang kita menghafaz Al-Quran ? Adakah sekadar menghafaz ayat-ayat tanpa mengambil sebarang manfaat darinya ? Sedangkan hak Al-Quran yang lebih utama untuk kita penuhi adalah menjaganya dan mengambil manfaat darinya sebagai cahaya yang menerangi kehidupan.
Dengan hafazan, ianya akan memudahkan bacaan tersebut untuk meresapi jiwa kita dan kita tidak disibukkan untuk membolak-balik mushaf dan hurufnya.
7. Mengulang-ulang ayat
Membaca dengan berulang kali penting untuk memastikan ayat-ayat Allah dapat meresap masuk ke dalam jiwa kita. Pengulangan akan membuatkan kita ingat, cuba untuk menikmati lafaz tersebut dengan lebih lama dan mampu melahirkan penghayatan yang lebih terhadap apa yang dibaca, baik sebuah kisah atau kalimah.
Inilah yang menjadi amalan Nabi saw dan generasi kemudiannya.
Abu Dzar رضي الله عنه berkata, Nabi صلى الله عليه وسلم berdiri dengan satu ayat dan beliau mengulang-ulangnya sampai shubuh :
إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ -المائدة : 118 
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Surah Al-Maidah: 118)
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Al-Hakim, dan beliau menshohihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabi, dan dihasankan oleh Al-Albani.
Al-Hasan Al-Bashri رحمه الله pada suatu malam mengulang-ngulang ayat berikut sampai shubuh :
وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ -النحل : 18 
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, nescaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Surah An-Nahl: 18)
8. Mengaitkan lafadz-lafadz dengan makna-makna
Supaya tadabbur lebih berkesan, perlu kita untuk mengaitkan setiap bacaan dengan realiti yang sedang kita hadapi. Dengan cara ini, kita dapat memastikan kehidupan kita selari dengan arahan yang terdapat di dalam Al-Quran dan Al-Quran hidup di dalam hati kita. Apatah lagi apabila kita mampu untuk mengaitkan setiap permasalahan dengan kitabullah, kerana nescaya dalam setiap permasalahan itu, selalunya Al-Quran ada penyelesaiannya.
9. Membaca dengan tartil
Jangan tergesa-gesa ketika membaca Al-Quran hanya kerana mahu mencapai target tilawah atau mengejar orang lain.
Firman Allah swt.,
وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً  
“Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al-Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan)”. (Surah Al-Muzammil: 4)
Ibnu Katsir رحمه الله berkata : Bacalah dengan perlahan, sesungguhnya yang demikian itu akan membantu untuk memahami Al-Qur’an dan mentadabburinya.
Inilah kaedah bagaimana Rasulullah saw. membaca Al-Quran. Aisyah radiyallhu’anha berkata, “Beliau (Nabi saw.) membaca Al-Quran dengan tartil seolah-olah menjadi surah terpanjang.”
10. Membaca dengan keras
Bacalah dengan suara yang keras, kerana ia akan lebih membantu untuk memberikan penumpuan dan perhatian.
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه , Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
عن أبي هريرة رضي الله عنه : قال النبي صلى الله عليه وسلم : “ليس منا من لم يتغن بالقرآن يجهر به”. رواه البخاري
“Bukanlah sebahagian daripada golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur’an dan mengeraskannya”. (Hadis Riwayat Al-Bukhori)

Jumat, 16 Agustus 2013

Keutamaan Mengkhatamkan Al Quran

Al Quran sebagai pegangan dan tuntunan hidup umat Islam memiliki banyak keutamaan, terutama apabila dibaca setiap saat dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Keutamaan membaca Al quran diantaranya adalah mendapatkan kemuliaan dan syafaat di hari kiamat, serta Allah Subhanahu wa ta’alaa kan menjadikannya sebagai manusia yang terbaik bagi orang yang selalu mempelajari Al quran dan mengajarkannya.
Dalam membaca Al quran, penting sekali untuk membacanya dari awal hingga akhir. Karena ayat-ayat pada kitab suci Al quran mengandung firman-firman Allah Subhanahu wa ta’alaa tentang segala hal yang Ia ciptakan termasuk kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Rahmat dan ridho Allah Subhanahu wa ta’ala akan tercurah bukan hanya pada orang yang membaca Al Quran, tetapi juga pada orang yang khatam membaca Al quran.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw, “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al Quran dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi)
Beberapa keutamaan mengkhatamkan Al quran antara lain:
  • Merupakan amalan yang paling dicintai Allah Subhanahu wa ta’alaa. Hal ini berdasarkan pada hadits riwayat Tirmidzi di atas, bahwa membaca Al quran dari awal hingga akhir merupakan amalan yang dicintai Allah Subhanahu wa ta’alaa. Bila Allah swt mencintai hamba-Nya yang mengkhatamkan Al quran, maka Allah swt pun senantiasa memberikan rahmat dan ridho kepadanya.
  • Orang yang mengikuti khataman Al Quran, seperti mengikuti pembagian ghanimah. Dari Abu Qilabah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Barangsiapa yang menyaksikan (mengikuti) bacaan Al Quran ketika dibuka (dimulai), maka seakan-akan ia mengikuti kemenangan (futuh) fi sabilillah. Dan barangsiapa yang mengikuti pengkhataman Al Quran maka seakan-akan ia mengikuti pembagian ghanimah.” (HR. Addarimi)
  • Didoakan oleh malaikat. Siapa yang tak mau didoakan oleh malaikat, terutama doa akan keselamatan kita di dunia dan di akhirat. Karena malaikat adalah makhluk suci yang akan menyampaikan amalan-amalan kita kepada Allah Subhanahu wa ta’alaa, termasuk mengkhatamkan Al Quran. Dari Mus’ab bin Sa’d, dari Sa’d bin Abi Waqas, beliau mengatakan, “Apabila Al Quran dikhatamkan bertepatan pada permulaan malam, maka malaikat akan bersalawat (berdoa) untuknya hingga subuh. Dan apabila khatam bertepatan pada akhir malam, maka malaikat akan bershalawat/berdoa untuknya hingga sore hati.” (HR. Addarimi.)
  • Mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini tergambar dari hadits berikut: Dari Abdullah bin Amru bin Ash, beliau berkata, “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berapa lama aku sebaiknya membaca Al Quran?” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam satu bulan.” Aku berkata lagi, “Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam dua puluh hari.” Aku berkata lagi, “Aku masih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam lima belas hari.” “Aku masih lebih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam sepuluh hari.” Aku menjawab, “Aku masih lebih mampu lagi, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam lima hari.” Aku menjawab, “Aku masih lebih mampu lagi, wahai Rasulullah.” Namun beliau tidak memberikan izin bagiku. (HR. Tirmidzi)
Di dalam mengkhatamkan Al Quran, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan kita tentang waktu yang sebaiknya digunakan ketika hendak mengkhatamkan Al quran. Beliau mencontohkan bahwa tidak boleh terburu-buru dalam membaca dan mengkhatamkan Al quran agar dapat menghayati ketika membacanya serta memahami ayat-ayat Al quran. Batasan waktu  paling minimal dalam mengkhatamkan Al Quran adalah tiga hari. Sedangkan mengkhatamkan Al Quran kurang dari tiga hari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya.
Dari Abdullah bin Amru bin Ash, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata, “Puasalah tiga hari dalam satu bulan.” Aku berkata, “Aku mampu untuk lebih banyak dari itu, wahai Rasulullah.” Namun beliau tetap melarang, hingga akhirnya beliau mengatakan, “Puasalah sehari dan berbukalah sehari, dan bacalah Al Quran (khatamkanlah) dalam sebulan.” Aku berkata, “Aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?” Beliau terus malarang hingga batas tiga hari. (HR. Bukhari)
Dari Abdullah bin Amru, beliau mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan dapat memahami/menghayati Al Quran, orang yang membacanya kurang dari tiga hari.” (HR. Abu Daud)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengkhatamkan Al Quran dalam satu malam. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan, “Aku tidak pernah tahu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhatamkan Al Quran secara keseluruhan pada malam hingga fajar.” (HR. Ibnu Majah)

Kamis, 15 Agustus 2013

PEMANTIK MOTIVASI QURANI

Percaya diri bukan sekedar dianggap hebat, namun memang sudah hebat sejak lahir. Hanya saja persepsi diri kita yang menghalangi kehebatan kita masing-masing. — Rahmat, motivasi-islami.com
“Jika sore tiba, janganlah tunggu waktu pagi, jika pagi tiba, janganlah tunggu waktu sore. Manfaatkan masa sehatmu sebelum tiba masa sakitmu dan manfaatkan masa hidupmu sebelum tiba ajalmu.” — Ibnu Umar, Putra Umar bin Khattab
Orang yang reaktif seolah orang yang hanyut tidak berdaya di derasnya sungai, dia bergerak sesuai dengan arahnya aliran sungai dan terombang-ambing.

Sementara orang yang proaktif seperti orang yang memiliki perahu atau speedboat yang kuat sehingga dia bisa bergerak kemana saja sesuai yang dia kehendaki tidak peduli kemana aliran sungai yang mengalir.
— Rahmat, facebook.com/motivasi.islami
Hanya orang bodoh yang membuang emas gara-gara tidak murni lagi. Emas itu tetap berharga meski kemurniannya 99%, bahkan 50%, bahkan hanya butiran emas pada tumpukan pasir.

Nila setitik, rusak susu sebelanga, tidak berlaku pada semua hal.

Artinya jangan membuang peluang berharga atau peluang kebaikan hanya karena ada masalah atau kekurangan.
— Rahmat, facebook.com/motivasi.islami
Saat ujian terus menempa
Saat seolah tidak ada yang mendukung
Saat seolah tidak ada yang membantu

itu mungkin teguran dari Allah,
agar kita sadar, bahwa hanya Allah tempat bergantung
agar kita ingat, hanya kepada Allah kita mohon pertolongan

Mohonlah pertolongan dengan shabar dan shalat
— Rahmat, facebook.com/motivasi.islami
Hati-hati …

Merasa sudah membaca, padahal belum
Merasa sudah berpikir, padahal belum

Tahukah Anda, bahwa fenomena ini terjadi justru di zaman informasi seperti saat ini. Manusia lebih emosional, ketimbang logis. Munculah konsep Marketing in Venus.

Saya tidak menuduh Anda seperti itu, namun ada baiknya kita meningkatkan kualitas diri, yaitu:
Lebih sabar dalam membaca, sehingga benar-benar paham.
Lebih jernih dalam berpikir, dengan logika dan ilmu yg memadai.

Saat Anda menguasai ini, percayalah Anda akan menjadi pribadi yang unggul.
— Rahmat, facebook.com/motivasi.islami
Jika Anda menemukan jalan buntu,
maka carilah jalan yang lain.
Percayalah, jalan itu ada.

Jika ada satu batasan menghalangi Anda,
jangan terhenti karena satu penghalang
sebab pintu menuju solusi dan tujuan itu masih banyak.

Tetap semangat sahabat …
— Rahmat, facebook.com/motivasi.islami
Yang terpenting bukan masalah apa yang menimpa kita, yang terpenting adalah bagaimana cara menghadapi masalah itu dengan benar. — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami
Orang berpikiran besar, tidak akan terganggu atau terhentikan oleh masalah-masalah kecil. — Rahmat, facebook.com/motivasi.islami
Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (professional atau ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wajalla. — (HR. Ahmad), Hadist
“Apabila hamba itu meninggalkan berdoa kepada kedua orang tuanya, niscaya terputuslah rezeki daripadanya. — (HR. Al-Hakim dan ad-Dailami), Hadist
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. — (QS.2:277), Al Quran
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. — (QS.2:245), Al Quran
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. — (QS.2:216), Al Quran
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas. — (QS.2:212), Al Quran
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, — (QS.2:45), Al Quran
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. — (QS.16:18), Al Quran
Barangsiapa mengutamakan kecintaan Allah atas kecintaan manusia maka Allah akan melindunginya dari beban gangguan manusia. — (HR. Ad-Dailami), Hadist
Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli — (HR. Abu Dawud dan Ahmad), Hadist
Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan sendiri. — (HR. Bukhari), Hadist
Goto page: 1 2

Cara Meningkatkan Percaya Diri Fokus Ke Dalam Diri

cara meningkatkan percaya diri
Cara meningkatkan percaya diri yang fokus ke dalam diri, bukan hanya penampilan atau pun apa yang dipikirkan orang lain terhadap diri Anda. Inilah percaya diri dengan dasar “menjadi diri sendiri” dan keyakinan bahwa Allah sudah memberikan potensi yang cukup kepada kita.
Menjadi diri sendiri bukan berarti seenaknya mau melakukan apa pun yang kita mau, namun pada arti yang sebenarnya, yaitu hidup sesuai dengan postensi yang Anda miliki, potensi yang telah Allah anugrahkan kepada Anda.
Banyak orang rendah diri karena dia tidak menjalani hidup sesuai dengan potensinya. Mereka melupakan atau tidak melihat potensinya dengan benar, sehingga mereka merasa percaya diri. Padahal rasa percaya diri itu milik semua orang. Pertanyaanya, apakah Anda mampu melihat “diri Anda pada tempat semestinya” atau tidak?
Saat Anda mampu melihat diri Anda pada tempatnya, Anda akan lebih percaya diri. Cara meningkatkan percaya diri yang benar adalah seperti ini. Bukan pada penampilan, bukan dengan menjelekan orang lain, atau bukan dengan sebuah pencitraan. Citra diri jauh lebih penting dibandingkan pencitraan.

Inilah Cara Meningkatkan Percaya Diri Dalam 3 Minggu Saja

Bisakah kita meningkatkan percaya diri dalam 3 minggu? Pada dasarnya, dalam beberapa saat saja bisa. Caranya dengan memperbaiki pola pikir, percaya diri kita bisa naik. Metode yang saya kembangkan memerlukan waktu 21 hari agar bisa menanamkan lebih dalam dan lebih kuat rasa percaya diri tersebut. Setelah 21 hari, rasa percaya diri Anda sudah cukup kuat.
Namun sesungguhnya belajar atau peningkatan kualitas diri tidak pernah berhenti. Setelah 21 hari, akan lebih baik kita menjaga dan terus-menerus meningkatkan kepercayaan diri agar semakin hari semakin baik. Yang penting, Anda mengetahui metodenya, Anda bisa mengembangkan kepercayaan diri secara terus-menerus.

Langkah #1: Motivasi

Langkah pertama adalah membangkitkan motivasi. Mengapa Anda harus memiliki kepercayaan diri?
Pada dasarnya Anda akan membuka peluang lebih banyak dengan percaya diri. Setelah percaya diri, Anda akan lebih banyak melakukan dan mencoba dibandingkan saat rendah diri. Saat Anda memiliki keberanian bertindak, maka peluang sukses akan semakin besar.
Ibarat pada mesin mobil, meningkatkan kepercayaan diri ibarat memindahkan gigi persenling, sehingga Anda bisa melju lebih cepat. Jika menginjak gas adalah memacu motivasi, memindahkan gigi sama dengan meningkatkan kepercaan diri Anda. Anda tidak akan pernah melaju kencang jika Anda tetap pada gigi rendah.
Begitu juga dalam hidup, Anda tidak akan pernah bisa meraih pencapaian lebih besar, saat Anda tidak percaya diri untuk menjalankannya. Tidak akan pernah meraih pencapaian dengan lebih cepat dan tidak akan meraih prestasi lebih baik.
Percaya diri tidak ada sangkut pautnya dengan sombong. Ada orang rendah diri namun tetap sombong. Justru orang yang percaya diri akan menatuh hormat kepada sesama berkat kesadarannya akan potensi manusia yang dahsyat, bukan hanya ada pada dirinya, tetapi juga orang lain.
Percaya diri juga bukan sekedar dianggap hebat, namun memang sudah hebat sejak lahir. Hanya saja persepsi diri kita yang menghalangi kehebatan kita masing-masing. Yuk kita buka, persepsi yang membatasi kita. Baca juga: Kesalahan Terbesar Dalam Percaya Diri

Langkah #2 Memiliki Fondasi Yang Kuat

Kebanyakan orang mencari trik dan tips. Itu bagus, namun hanya akan memberikan solusi sesaat jika tidak dilandasi oleh fondasi yang kuat. Anda harus benar-benar menguasai dasarnya. Penguasaan dasar akan memberikan efek lebih lama pada diri Anda dibandingkan hanya menerapkan tip dan trik saja.
Banyak kasus, baru mempelajari fondasi dasar saja, sudah bisa meningkatkan kepercayaan dirinya.

Langkah #3 Membebaskan Diri Dari Belenggu Rendah Diri

Setelah memahami fondasi dasar, maka langkah selanjutkan membebaskan diri dari belenggu. Ya, orang yang rendah diri ada belenggu pada dirinya sehingga dia tidak bisa melejitkan potensinya. Ada sesuatu yang menutupi potensi dirinya. Untuk itu Anda harus membebaskannya. Saat belenggu itu terbuka, kepercayaan diri Anda akan mulai berkembang.
Membuka belenggu adalah langkah terpenting dalam meningkatkan percaya diri, tanpa ini akan sulit.

Langkah #4 Mempertahankan dan Memupuk Kepercayaan Diri Yang Mulai Muncul

Salah satu kesalahan, saat seseorang berusaha meningkatkan kepercayaan diri baru sampai langkah #3. Namun masih rentan untuk turun kembali karena gangguan baik dari diri sendiri maupun dari luar. Inilah kenapa masih banyak orang yang percaya dirinya masih naik turun.
Untuk itu perlu upaya untuk mempertahankan sambil memupuk agar tumbuh kembang. Jika dianalogikan pohon, untuk mempertahankan sebuah pohon agar berkembang dengan baik adalah dengan menghilangkan tanaman pengganggu. Kemudian diberikan pupuk untuk nutrisi perkembangannya.

Langkah #5 Mengokohkan Kepercayaan Diri

Setelah percaya diri Anda tumbuh, maka upaya selanjutnya adalah mengokohkan kepercayaan diri Anda. Disinilah ada program 21 hari yang perlu Anda jalani. Setelah melalui ini, maka Anda akan lebih percaya diri dan tidak mudah jatuh. Dengan catatan, menjalankan program dengan benar dan diikuti secara lengkap.
Banyak yang sudah puas dengan cara meningkatkan percaya diri langkah #4. Namun akan lebih kokoh jika menjalankan langkah #5 ini.

Pengembangan Aplikatif

Setelah lima langkah ini Anda jalani, selanjutnya adalah pengembangan aplikatif. Anda bisa membangun kepercayaan diri sesuai dengan bidang dan profesi Anda. Jika Anda seorang karyawan, Anda lanjutkan pengembangan kepercayaan diri sesuai dengan target karir Anda. Misalnya membangun kepercayaan diri sebagai leader.
Termasuk bagaimana membangun kepercayaan diri untuk wawancara kerja. Kemudian kepercayaan diri dalam berbicara di depan umum, dan sebagainya. Jadi, meningkatkan percaya diri tidak sebatas untuk pergaulan saja, namun bermanfaat, bahkan penting untuk karir dan bisnis Anda
Pertanyaanya, bagaimana langkah nyata dari cara meningkatkan percaya diri diatas? Ya, saya sudah membuat video yang memandu Anda untuk melakukannya. Dapatkan Videonya di: Cara Meningkatkan Percaya Diri Dalam 21 Hari.

TANDA-TANDA ORANG YANG BERTAQWA Kunci untuk mendapatkan keampunan dan Surga

Tanda-tanda orang Bertaqwa





Adalah mustahil rasanya bercita-cita untuk mendapatkan surganya Allah SWT jika belum memperoleh keampunan dariNya. Disebabkan manusia tidak boleh tidak dan pasti melakukan dosa dan kesalahan baik terhadap Allah juga kepada manusia. Untuk itulah Allah memerintahkan agar segera menggapai ampunannya agar cita-cita atau mimpi untuk masuk surga itu bisa terwujud.
Allah SWT berfirman dalam Surat Ali’Imran Ayat 133-135:
dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
Kunci menuju keampunan Allah dan surga itu diberikan kepada orang-orang yang bertaqwa, yang ciri-ciri mereka Allah jelaskan pada ayat berikutnya :

134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Allah SWT telah menjabarkan berbagai ciri-ciri orang yang benar-benar taqwa. Mereka menafkahkan rizkinya di jalan Allah SWT dalam keadaan lapang maupun sempit. Dengan kata lain, jika mereka memiliki uang sepuluh ribu rupiah diinfaqkannya paling tidak 1000 rupiah, dan jika hanya memiliki seribu rupiah mereka infaqkan seratus rupiah. Menafkahkan rizki di jalan Allah SWT adalah jalan-hidup mereka. Allah SWT (atas kehendakNya) menjauhkan mereka dari kesulitan (bala’) kehidupan lantaran kebajikan yang mereka perbuat ini. Lebih dari itu, seseorang yang suka menolong orang lain tidak akan mengambil atau memakan harta orang lain, malahan ia lebih suka berbuat kebaikan bagi sesamanya. ‘Aisyah RA sekali waktu pernah menginfaqkan sebutir anggur karena pada waktu itu ia tidak memiliki apa-apa lagi. Beberapa muhsinin (orang yang selalu berbuat baik) menginfaqkan sebutir bawang. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“ Selamatkanlah dirimu dari api neraka dengan berinfaq, meskipun hanya dengan sebutir kurma. (Bukhari &Muslim)
Didalam “Tafsir Kabir” Imam Razi diceritakan bahwa suatu kali Nabi Muhammad SAW mengajak umatnya untuk berinfaq. Beberapa dari mereka memberikan emas dan perak. Seseorang datang hanya menyerahkan kulit kurma, “Saya tak memiliki selain ini.” Seorang lain lagi mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW, “Saya tak punya apapun untuk diinfaqkan. Saya infaqkan harga-diri saya. Jika ada seseorang menganiaya atau mencaci-maki saya, saya tidak akan marah.” Demikianlah, kita dapat mengambil pelajaran bahkan orang miskin pun terbiasa memberikan apapun yang dia miliki untuk menolong orang lain di masa hidup Rasulullah SAW.
Ayat diatas tidak menjelaskan apa yang harus diinfaqkan. Berinfaq tidak hanya berarti sebagian dari hartanya tetapi juga waktu dan keahlian. Ada kebijaksanaan yang besar dalam penjabaran mengenai mukmin yang shaleh yang berinfaq dikala lapang maupun sempit. Kebanyakan orang melupakan Allah SWT ketika berada dalam keadaan sangat lapang. Mereka juga lupa kepada Allah SWT dikala sempit karena terlalu larut dalam kesedihan menanggung kesempitannya.
Allah SWT menyatakan bahwa tanda ketaqwaan mukmin yang ke-dua ialah mereka dapat mengendalikan amarah. Tanda ke-tiga, selain mengendalikan amarah mereka juga memaafkan kesalahan orang lain dengan sepenuh hati. Terakhir (ke-empat), yang tidak kalah pentingnya, mereka bersikap baik terhadap sesama manusia. Ketika Imam Baihaqi RA menjelaskan ayat ini, ia mengisahkan sebuah peristiwa. Dikatakannya, “Suatu ketika Ali bin Hussain RA sedang berwudhu dan pelayannya yang menuangkan air ke tangannya menggunakan bejana. Bejana terlepas dari pegangan pelayan itu dan jatuh mengenai Ali. Sang pelayan menangkap kekecewaan di wajah Ali. Dengan cerdiknya sang pelayan membaca ayat diatas kata demi kata. Ketika sampai pada kalimat ‘orang yang taqwa mengendalikan amarahnya’ Ali RA menelan amarahnya. Ketika sampai pada ‘mereka memaafkan orang lain’ Ali RA berkata, “Aku memaafkanmu” Dan ketika dibacakan bahwa Allah SWT mencintai mereka yang bersikap baik kepada orang yang melakukan kesalahan, Ali memerdekakannya.
Memaafkan orang lain adalah merupakan syarat dalam meraih keampunan Allah seperti yang dijelaskan Allah Dalam Kasus Haditsul Ifki yang termaktub dalam surat Annur ; 22
dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[1032],
[1032] Ayat ini berhubungan dengan sumpah Abu Bakar r.a. bahwa Dia tidak akan memberi apa-apa kepada kerabatnya ataupun orang lain yang terlibat dalam menyiarkan berita bohong tentang diri 'Aisyah (Berita bohong ini mengenai istri Rasulullah s.a.w. 'Aisyah r.a. Ummul Mu'minin, sehabis perang dengan Bani Mushtaliq bulan Sya'ban 5 H. Perperangan ini diikuti oleh kaum munafik, dan turut pula 'Aisyah dengan Nabi berdasarkan undian yang diadakan antara istri-istri beliau. dalam perjalanan mereka kembali dari peperangan, mereka berhenti pada suatu tempat. 'Aisyah keluar dari sekedupnya untuk suatu keperluan, kemudian kembali. tiba-tiba Dia merasa kalungnya hilang, lalu Dia pergi lagi mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan persangkaan bahwa 'Aisyah masih ada dalam sekedup. setelah 'Aisyah mengetahui, sekedupnya sudah berangkat Dia duduk di tempatnya dan mengaharapkan sekedup itu akan kembali menjemputnya. Kebetulan, lewat ditempat itu seorang sahabat Nabi, Shafwan Ibnu Mu'aththal, diketemukannya seseorang sedang tidur sendirian dan Dia terkejut seraya mengucapkan: "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, isteri Rasul!" 'Aisyah terbangun. lalu Dia dipersilahkan oleh Shafwan mengendarai untanya. Syafwan berjalan menuntun unta sampai mereka tiba di Madinah. orang-orang yang melihat mereka membicarakannya menurut Pendapat masing-masing. mulailah timbul desas-desus. kemudian kaum munafik membesar- besarkannya, Maka fitnahan atas 'Aisyah r.a. itupun bertambah luas, sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan kaum muslimin). Maka turunlah ayat ini melarang beliau melaksanakan sumpahnya itu dan menyuruh mema'afkan dan berlapang dada terhadap mereka sesudah mendapat hukuman atas perbuatan mereka itu.
Memaafkan orang lain akan mendapatkan pahala yang besar di Hari Pembalasan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT akan memberikan pengumuman di Hari Pembalasan, barang siapa yang memiliki hak atas Allah SWT agar berdiri sekarang. Pada saat itu berdirilah orang-orang yang memaafkan orang-orang kejam yang menganiaya mereka. Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Barang siapa berharap mendapatkan istana yang megah di surga dan berada di tingkatan yang tinggi dari surga, hendaknya mereka mengerjakan hal berikut ini:
• Memaafkan orang-orang yang berbuat aniaya kepada mereka.
• Memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberi hadiah kepada mereka.
• Jangan menghindari pertemuan dengan orang-orang yang dengan sengaja memutuskan hubungan dengan mereka.
Dalam kesempatan ini tidaklah salah tempat untuk mengingatkan anda bahwa sesama Muslim hendaknya saling memberi hadiah sesering mungkin sesuka mereka. Hal ini hendaklah menjadi kebiasaan, dan janganlah membatasi di hari-hari spesial sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang tidak beriman pada perayaan Natal dan Pernyataan Syukur (thanksgiving).
Allah SWT memberi petunjuk dengan sangat indah bagaimana hendaknya kita berperilaku terhadap musuh-musuh kita yang paling jahat dalam Surat Fushshilat Ayat 34:
Tidaklah sama perbuatan baik dengan perbuatan jahat. Jika kamu membalas perbuatan jahat dengan kebaikan, maka musuh-musuhmu yang paling keras akan menjadi teman karib dan sejawatmu.

Suatu ketika, seseorang berbuat kasar dan mencaci-maki Imam Abu Hanifah. Beliau tidak membalas dengan sepatah-katapun padanya. Ia pulang ke rumah dan mengumpulkan beberapa hadiah, lalu pergi mengunjungi orang tersebut. Imam Abu Hanifah memberikan hadiah-hadiah itu kepadanya dan berterimakasih atas perlakuan orang itu kepadanya seraya berkata: “Kamu telah berbuat untukku hal yang sangat aku sukai, yaitu memindahkan catatan perbuatan baikmu menjadi catatan perbuatan baikku dengan cara berlaku kasar seperti tadi kepadaku.”
Lebih lanjut Allah SWT berfirman didalam Surat Ali’Imran Ayat 135 dan 136, menambahkan tanda-tanda ketaqwaan orang-orang beriman.
Ketika mereka (orang-orang beriman) itu terlanjur berbuat jahat atau aniaya, mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Allah. Dan mereka tidak tetap berbuat aniaya ketika mereka mengetahui.
Untuk mereka balasannya adalah AMPUNAN dari Tuhan mereka, dan SURGA yang mengalir sungai-sungai, sedangkan mereka kekal didalamnya. Itulah sebaik-baik pahala atas amal-perbuatan mereka.
Perhatikanlah bahwa dalam ayat ini ampunan Allah SWT mendahului balasan masuk surga. Maka, dari ayat ini jelaslah bahwa untuk masuk surga haruslah melalui ampunan dan kasih-sayang Allah SWT dan bukan tergantung pada amal-perbuatan kita saja. Perlu juga kita garis- bawahi, Allah SWT berfirman bahwa bobot surga itu jauh lebih berharga dari gabungan bumi dan seluruh langit. Hal ini bisa memberikan pengertian lain dari ayat ini. Jika lebar surga sama dengan lebar langit dan bumi, bagaimanakah dengan panjangnya, sedangkan ukuran panjang selalu lebih besar daripada lebar. Singkat kata, ayat ini memberikan pernyataan bahwa surga itu telah dipersiapkan bagi orang-orang beriman yang telah mencapai tingkat taqwa. Menurut beberapa ulama muslim yang termasyhur, surga itu berada diatas langit ke-tujuh dan jiwa para syuhada telah menikmati surga sebagai hasil dari perjuangan mereka.
Saya berdo’a kepada Allah SWT, semoga Dia menjadikan kita mukmin yang bertaqwa yang selalu mendapatkan keampunanNYA dan masuk kedalam surgaNYA. Amiin

Posted By : Departemen Agama (Depag) / Kementerian Agama (Kemenag) Kota Binjai 

Selasa, 13 Agustus 2013

Ketahuilah Alam Kubur Menanti Kita



Di alam kubur setiap orang akan menghadapi ujian yang berat. Yang bisa menghadapi ujian tersebut dengan mudah hanyalah orang beriman karena benar-benar Allah akan meneguhkan mereka. Sedangkan orang kafir dan munafik tidak bisa lulus dari ujian tersebut. Di alam kubur akan ditanyakan tiga perkara mendasar, yaitu siapa Rabb kita, siapa Nabi kita, apa agama kita. Kita menilai pasti kita akan mudah menjawabnya. Namun jangan salah, yang bisa menjawabnya dengan mudah hanyalah orang beriman yang Allah teguhkan imannya.

Bagaimanakah perjalanan seseorang jika ia telah masuk di alam kubur? Hadits panjang al-Bara’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dan Syaikh al-Albani menceritakan perjalanan para manusia di alam kuburnya:

Suatu hari kami mengantarkan jenazah salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar. Sesampainya di perkuburan, liang lahad masih digali. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam di sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung gagak yang hinggap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memainkan sepotong dahan di tangannya ke tanah, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua atau tiga kali.

Kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya seorang yang beriman sudah tidak lagi menginginkan dunia dan telah mengharapkan akhirat (sakaratul maut), turunlah dari langit para malaikat yang bermuka cerah secerah sinar matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling mukmin tersebut sejauh mata memandang. Setelah itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan mengambil posisi di arah kepala mukmin tersebut. Malaikat pencabut nyawa itu berkata, ‘Wahai nyawa yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput ampunan Allah dan keridhaan-Nya’. Maka nyawa itu (dengan mudahnya) keluar dari tubuh mukmin tersebut seperti lancarnya air yang mengalir dari mulut sebuah kendil. Lalu nyawa tersebut diambil oleh malaikat pencabut nyawa dan dalam sekejap mata diserahkan kepada para malaikat yang berwajah cerah tadi lalu dibungkus dengan kafan surga dan diberi wewangian darinya pula. Hingga terciumlah bau harum seharum wewangian yang paling harum di muka bumi.

Kemudian nyawa yang telah dikafani itu diangkat ke langit. Setiap melewati sekelompok malaikat di langit mereka bertanya, ‘Nyawa siapakah yang amat mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’, jawab para malaikat yang mengawalnya dengan menyebutkan namanya yang terbaik ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia mereka meminta izin untuk memasukinya, lalu diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada di langit itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya. Hingga mereka sampai di langit ketujuh. Di sanalah Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu kembalikanlah ia ke (jasadnya di) bumi, karena darinyalah Aku ciptakan mereka (para manusia), dan kepadanyalah Aku akan kembalikan, serta darinyalah mereka akan Ku bangkitkan.’

Lalu nyawa tersebut dikembalikan ke jasadnya di dunia. Lantas datanglah dua orang malaikat yang memerintahkannya untuk duduk. Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’, ‘Agamaku Islam’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” jawabnya. ‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan mempercayainya’. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit yang menyeru, ‘(Jawaban) hamba-Ku benar! Maka hamparkanlah surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu bukakanlah pintu ke arahnya’. Maka menghembuslah angin segar dan harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu kuburannya diluaskan sepanjang mata memandang.

Saat itu datanglah seorang (pemuda asing) yang amat tampan memakai pakaian yang sangat indah dan berbau harum sekali, seraya berkata, ‘Bergembiralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kebaikan’. ‘Aku adalah amal salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun berkata, ‘Wahai Rabbku (segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin bertemu dengan keluarga dan hartaku.

Adapun orang kafir, di saat dia dalam keadaan tidak mengharapkan akhirat dan masih menginginkan (keindahan) duniawi, turunlah dari langit malaikat yang bermuka hitam sambil membawa kain mori kasar. Lalu mereka duduk di sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan duduk di arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina keluarlah dan jemputlah kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir tadi ‘berlarian’ di sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi mencabut nyawa tersebut (dengan paksa), sebagaimana seseorang yang menarik besi beruji yang menempel di kapas basah. Begitu nyawa tersebut sudah berada di tangan malaikat pencabut nyawa, sekejap mata diambil oleh para malaikat bermuka hitam yang ada di sekelilingnya, lalu nyawa tadi segera dibungkus dengan kain mori kasar. Tiba-tiba terciumlah bau busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di muka bumi.

Lalu nyawa tadi dibawa ke langit. Setiap mereka melewati segerombolan malaikat mereka selalu ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat hina ini?’, ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’ jawab mereka dengan namanya yang terburuk ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia, mereka minta izin untuk memasukinya, namun tidak diizinkan. Rasulullah membaca firman Allah,

لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ

“Tidak akan dibukakan bagi mereka (orang-orang kafir) pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga, sampai seandainya unta bisa memasuki lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)

Saat itu Allah berfirman, ‘Tulislah namanya di dalam Sijjin di bawah bumi’, Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan hina dina). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala:

وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيْحُ فِي مَكَانٍ سَحِيْقٍ

“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)

Kemudian nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang malaikat yang mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya.Saat itu terdengar seruan dari langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya. Lalu kuburannya di ‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah dan) menancap satu sama lainnya.

Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka amat buruk memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (XXX/499-503) dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/39) dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal. 156)

Lihatlah kisah di atas, tidak setiap orang bisa dengan mudah menjawab tiga pertanyaan kubur. Orang munafik hanya mengatakan saya tidak tahu padahal di dunia ia mengaku muslim, namun di hatinya kufur. Demikian pula orang kafir tidak bisa menjawab tiga pertanyaan tersebut. Yang mudah menjawabnya adalah orang beriman.

Semoga kita termasuk orang yang dimudahkan di alam kubur nanti.



Merindukan Kematian

Ilustrasi
Oleh: Ina Salma Febriani
Hidup selalu menghadirkan dua sisi yang tidak dapat terelakkan, yaitu kebahagiaan dan kesedihan. Dua sisi itu Allah hadirkan sebagai bagian dari fase kehidupan.

Kesedihan yang terkadang membuat hidup tak nyaman, juga bahagia yang tak selalu menjadi kawan. Inti dari fase kehidupan itu adalah pendakian hidup yang senantiasa bermuara pada momen tak terbantahkan: kematian.

Kematian dilukiskan bak antrian dalam wawancara sebuah pekerjaan. Ia seolah hanya tinggal menunggu panggilan, sesuai urutan. Saat malaikat Zabaniyah datang tanpa undangan, jiwa dan raga pun tercabik, tertarik, tercekik, tiada kawan, hanya Tuhan sebagai sumber pertolongan.

“Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, pasti akan menemui kamu. Kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah Yang Maha Mengetahui, yang ghaib dan yang nyata lalu dia berikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan,” (QS Al-Jumuah: 8)
Cerminan dahsyatnya kematian seharusnya menjadi bahan renungan untuk tiap insan. Betapa kita benar-benar putus harapan saat kematian ada di hadapan. Kekayaan, jabatan, pasangan hidup nan menawan, dan segala hasrat keduniawian sirna saat panggilan itu menimpa kita secara tiba-tiba.

Semua yang bernyawa akan merasakan mati, begitu firman Allah mengingatkan kita dalam QS Al-Ankabut ayat 57. Pun Rasulullah SAW. juga menghadapi kematian merasakan sakitnya sakaratul maut.

Kematian Rasulullah dilukiskan Aisyah dengan berkucurnya keringat dari dahi, leher dan sekujur tubuh beliau. Rasulullah pun bersabda pada Aisyah, “Hai Aisyah, sesungguhnya ruh orang mukmin itu keluar dengan keringat dan ruh orang kafir keluar dari kedua rahangnya seperti nyawa keledai,” dan detik-detik kematian, beliau bersabda, “Kerjakanlah shalat, kerjakanlah shalat!” (HR. Thabrani)

Rasulullah—sebagaimana kita tahu telah terjamin masuk surga—hingga pada puncak sakaratul mautnya, apakah Allah mengundurkan waktu barang sejenak untuk tidak memerintahkan Izrail mencabut nyawanya? Apakah Rasulullah tidak merasakan sakit sama sekali?

Tidak. Sebagai manusia biasa, Rasulullah merasakan sakitnya saat ruh keluar dari tiap-tiap urat syarafnya—di luar konteks derajat kenabian.
Mengutip dari Imam Ghazali, dalam “Dzikrul Maut Wa Maa Ba’dahu”, beliau melukiskan betapa Rasulullah merasakan kepedihan yang sangat, bahkan tampak rintihan dari beliau hingga warna kulit beliau berubah. Dahi beliau juga berkeringat, hingga tarikan dan embusan nafasnya mengguncangkan tulang rusuk kanan dan kiri beliau sehingga orang-orang yang menyaksikan beliau menangis—berjuang menahan rasa sakit.

Dahsyatnya sakaratul maut pun membuat beliau terus berdoa tiada henti, “Ya Allah, ringankanlah atasku sakaratul maut,” adapun doa yang lain dalam riwayat Ibn Abd Dunya, “Ya Allah, sungguh Engkau mengambil ruh di antara urat-urat dan anak-anak jari. Ya Allah, tolonglah aku atas kematian dan ringankanlah.”

Esensi dari dua doa tersebut ialah bahwa Rasulullah lebih mengetahui pedih dan sakitnya sakaratul maut yang dideskripsikan bahwa kematian itu sama dengan tiga ratus kali tebasan dengan pedang.

Jika Rasulullah Saw saja meminta rukhsah pada Allah, lalu, bagaimana dengan kita? Adakah persiapan maksimal untuk menuju ke alam keabadian? Kembali Imam Ghazali menuturkan bahwa mengingat kematian dapat mengikis nafsu-nafsu duniawi yang penuh tipu daya ini.

Sebaliknya, tamak kepada dunia dan mengambilnya berlebihan, dapat melemahkan iman, menyisihkan zikir dari lisan, meruntuhkan baiknya perbuatan, hingga lalai terhadap kematian. Na’udzubillah. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang memiliki cukup perbekalan sehingga rindu akan kematian.


Redaktur : Chairul Akhmad

Empat Hal Menyebabkan Su’ul Khatimah




Dalam kitab Ensiklopedia Kiamat (aslinya: al-Yaum al-Akhir:al-Qiyamah ash-Shughra wa ‘Alamat al-Qiyamah al-Kubra), Dr Umar Sulaiman al-Asyqar menulis pasal khusus berjudul “Hal-hal Yang Menyebabkan Su’ul Khatimah (akhir kehidupan yang buruk)”. Di dalamnya beliau menyebutkan ada empat perkara yang dapat menyebabkan seseorang mengakhiri hidupnya dalam keadaan buruk sehingga menghantarkannya ke Neraka di kehidupan abadi negeri akhirat kelak. Namun sebelum kita uraikan keempat hal tersebut alangkah baiknya kita perhatikan hadits di bawah ini yang memuat salah satu rukun iman yang fundamental, yaitu iman akan taqdir Allah, baik itu taqdir yang terasa menyenangkan maupun yang terasa pahit.
ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ
بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ
وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا
إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Dari Abu Abdirrohman, Abdulloh bin Mas’ud rodhiyallohu’anhu, dia berkata: ”Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam telah bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang selalu benar dan dibenarkan: “…Kemudian diutuslah seorang malaikat kepadanya, lalu malaikat itu meniupkan ruh kepadanya dan ia diperintahkan menulis empat kalimat: Menulis rizkinya, ajalnya, amalnya, dan nasib celakanya atau keberuntungannya. Maka demi Alloh yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Muslim)
Seorang yang beriman kepada taqdir yang ditetapkan oleh Allah pastilah sangat khawatir bilamana dirinya termasuk ke dalam golongan yang disabdakan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam di atas yaitu “… sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya.” Sungguh merugilah orang yang ditaqdirkan Allah seperti itu. Namun tentunya melalui pelajaran ini Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bermaksud untuk menjelaskan adanya orang yang amalan baiknya selama ini sekedar yang tampak pada manusia. Sedangkan bisa jadi pada hakikatnya tersimpan dalam hatinya kejahatan yang kemudian muncul secara lahir pada akhir hayatnya.
Sebaliknya golongan orang yang digambarkan Nabi shollallahu ’alaih wa sallam sebagai ”dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” Tentunya ini adalah orang yang sangat beruntung dan disayang Allah ta’aala. Boleh jadi manusia memberi penilaian buruk karena perilakunya selama ini, namun sesungguhnya ia memiliki suatu kebaikan tertentu yang tersembunyi dari penglihatan orang lain sedangkan Allah memandang kebaikannya itu layak menjauhkan dirinya dari neraka dan menghantarkannya ke surga. Wallahu a’lam.

Yang pasti, beriman kepada taqdir akan menghasilkan rasa takut yang mendalam akan nasib akhir hidup dan menumbuhkan semangat yang tinggi untuk beramal dan istiqomah dalam ketaatan demi mengharap husnul khatimah. Beriman kepada taqdir bukanlah alasan untuk bermaksiat dan bermalas-malasan. Beriman kepada taqdir justru semakin membuat seseorang berusaha keras berbuat sebanyak mungkin ’amal sholeh dan ’amal ibadah sekaligus menjauhi segala bentuk kemungkaran dan kemaksiatan yang berpotensi menyebabkan terjadinya su’ul khatimah.
Shiddiq Hasan Khan mengatakan bahwa su’ul khatimah memiliki sebab-sebab yang harus diwaspadai oleh seorang mukmin. Pertama, kerusakan dalam aqidah, walau disertai zuhud dan kesholehan. Jika ia memiliki kerusakan dalam aqidah dan ia meyakininya sambil tidak menganggap itu salah, terkadang kekeliruan aqidahnya itu tersingkap pada saat sakratul maut. Bila ia wafat dalam keadaan ini sebelum ia menyadari dan kembali ke iman yang benar, maka ia mendapatkan su’ul khatimah dan wafat dalam keadaan tidak beriman. Setiap orang yang beraqidah secara keliru berada dalam bahaya besar dan zuhud serta kesholehannya akan sia-sia. Yang berguna adalah aqidah yang benar yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Mereka terancam oleh ayat Allah berikut:
قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ
فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
”Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-Kahfi ayat 103-104)
Kedua, banyak melakukan maksiat. Orang yang sering bermaksiat akan didominasi oleh memori tersebut saat kematian menjelang. Sebaliknya bila seseorang seumur hidupnya banyak melakukan ketaatan, maka memori tersebutlah yang menemaninya saat sakratul maut. Orang yang banyak dosanya sehingga melebihi ketatannya maka ini sangat berbahaya baginya. Dominasi maksiat akan terpateri di dalam hatinya dan membuatnya cenderung dan terikat pada maksiat, dan pada gilirannya menyebabkan su’ul khatimah. Adz-Dzahabi dalam kitabnya al-Kaba’ir mengutip Mujahid: Tidaklah seseorang mati kecuali ditampilkan kepadanya orang-orang yang biasa ia gauli. Seorang lelaki yang suka main catur sekarat, lalu dikatakan kepadanya: ”Ucapkanlah La ilaha illa Allah.” Ia menjawab: ”Skak!” kemudian ia mati. Jadi, yang mendominasi lidahnya adalah kebiasaan permainan dalam hidupnya. Sebagai ganti kalimat Tauhid, ia mengatakan skak.
Ketiga, tidak istiqomah. Sungguh, seorang yang istiqomah pada awalnya, lalu berubah dan menyimpang dari awalnya bisa menjadi penyebab ia mendapat su’ul khatimah, seperti iblis yang pada mulanya merupakan pemimpin dan guru malaikat serta malaikat yang paling gigih beribadah, tapi kemudian tatakala ia diperintah untuk sujud kepada Adam, ia membangkang dan menyombongkan diri, sehingga ia masuk golongan kafir. Demikian pula dengan ulama Bani Israil Bal’am yang digambarkan dalam ayat berikut:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ
فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ
وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ
ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
سَاءَ مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا يَظْلِمُونَ
”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.” (QS Al-A’raaf ayat 175-177)
Keempat, iman yang lemah. Hal ini dapat melemahkan cinta kepada Allah dan menguatkan cinta dunia dalam hatinya. Bahkan lemahnya iman dapat mendominasi dirinya sehingga tidak tersisa dalam hatinya tempat untuk cinta kepada Allah kecuali sedikit bisikan jiwa, sehingga pengaruhnya tidak tampak dalam melawan jiwa dan menahan maksiat serta menganjurkan berbuat baik. Akibatnya ia terperosok ke dalam lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat, sehingga noda hitam dosa menumpukdi dalam hati dan akhirnya memadamkan cahaya iman yang lemah dalam hati. Dan ketika sakratul maut tiba, cinta Allah semakin melemah manakala ia melihat ia akan berpisah dengan dunia yang dicintainya. Kecintaannya pada dunia sangat kuat, sehingga ia tidak rela meninggalkannya dan tak kuasa berpisah dengannya. Pada saat yang sama timbul rasa khawatir dalam dirinya bahwa Allah murka dan tidak mencintainya. Cinta Allah yang sudah lemah itu berbalik menjadi benci. Akhirnya bila ia mati dalam kondisi iman seperti ini, maka ia mendapat su’ul khatimah dan sengsara selamanya.
Ya Allah, kami memohon kepadaMu husnul khatimah dan berlindung kepadaMu dari su’ul khatimah. Amin ya Rabb,-

Minggu, 11 Agustus 2013

Bersegera Menuju Pulang

Hampir setiap manusia merasakan kehidupan sebagai jalan berliku yang kadang naik, turun, dan berkelok. Bukan jalan lurus bebas hambatan. Yang menjadikan berbeda adalah sikap yang ditunjukkan dalam menempuh lika-liku kehidupan. Ada yang tetap tenang dihantam cobaan, ada yang cepat gelisah disentil permasalahan. Namun, yang membuat kita kembali kuat, sebuah ujian pasti memiliki akhir. Waktu berakhirnya tak seorang pun bisa memprediksi, hanya menjadi rahasia Sang Pemberi Ujian. Kehidupan adalah sebuah rangkaian panjang ujian. Layaknya sebuah ujian, kehidupan pun pasti akan menemui akhir.

Akhir kehidupan kita kenal dengan sebutan kematian. Hakikatnya kematian adalah gerbang jalan menuju pulang ke rumah asal manusia yakni di sisi Allah Ta’ala. Inilah kematian yang diidamkan dan ditunggu-tunggu setiap hati yang beriman, akhir kehidupan dalam kondisi iman terbaik atau khusnul khotimah.

Khusnul khotimah adalah kondisi iman yang diliputi ketenangan, keikhlasan, dan ingatan tertuju hanya pada Allah ketika melewati nafas terakhir selama di dunia. Sesungguhnya inilah tujuan yang harus diincar selama menempuh perjalanan dunia yang berlika-liku. Setiap muslim pasti mengharapkan khusnul khotimah, namun akankah khusnul khotimah terjadi pada diri setiap muslim?

Karunia yang besar tak akan datang tanpa ikhtiar. Layaknya menabung uang, besarnya jumlah uang yang terkumpul hanya akan terasa nikmat setelah melalui jerih payah menyisihkan sepeser demi sepeser. Tak akan dirasakan nikmat yang sama bagi orang yang tidak menabungkan sedikit demi sedikit uangnya, bahkan tanpa sama sekali usaha hanya tabungan kosong melompong yang didapatnya.

Begitu pula khusnul khotimah. Akan kita alami atau tidak tergantung pada tabungan kita selama di dunia. Isinya adalah kombinasi antara ketenangan, keikhlasan, dan ingatan tertuju pada Allah. Sehingga menjadi suatu hal yang sangat mungkin untuk menakar akankah kematian kita akan berakhir khusnul khotimah. Caranya dengan melihat kembali diri kita, sudahkah menjadi hamba yang baik? Maka, seperti apa hamba yang baik itu?

Rasulullah SAW bersabda bahwa al-abrar (orang baik) adalah orang yang baik akhlaknya. Sehingga kualitas derajat iman kita di mata Allah tergantung pada kualitas akhlak kita. Akhlak adalah sebuah sifat spontan yang menginternalisasi dalam diri seorang hamba bila dihadapkan dengan sesuatu hal. Perwujudannya tercermin lewat hubungan manusia dengan tiga hal, yakni Allah, sesama makhluk-Nya, dan hawa nafsu pribadi.

Hubungan kepada Allah dikatakan baik bila hati selalu dalam kondisi berdzikir. Tentunya tidak cukup dengan berdzikir yang hanya membasahi bibir, namun dzikir berarti selalu ingat bahwa apa pun yang ada dan terjadi di alam ini, semuanya ada dan terjadi atas izin Allah, untuk kebaikan umat manusia. Maka berdzikir hendaknya menjadi proses membina hubungan baik dengan Allah yang dibuktikan dengan selalu berprasangka baik atas takdir-Nya dan hanya memilih apa yang Allah sukai.

Sedangkan hubungan dengan sesama makhluk terdapat dalam sebuah kata kunci yaitu keikhlasan. Orang yang ikhlas berarti dapat melapangkan hati kepada siapa pun, tidak membeda-bedakan orangnya. Berhasilnya memupuk keikhlasan akan tampak bila seseorang dapat menganggap masalah apa pun yang hadir dalam hidupnya merupakan peluang tabungan keikhlasannya, hingga sukses mencapai puncak tabungan keikhlasan untuk menjemput khusnul khotimah. Misalnya, dalam sebuah amanah atau pekerjaan dihadapkan dengan rekan kerja yang menguji kesabaran, maka cukuplah mengikhlaskan hal itu dengan menganggapnya sebagai peluang tabungan keikhlasan di sisi Allah SWT. Orang yang ikhlas senantiasa menyerahkan dirinya dijaga Allah SWT.

Sering kali terasa, bagian yang tersulit adalah melawan hawa nafsu diri sendiri. Agar berhasil melewatinya membutuhkan ujian dalam proses panjang hingga menghasilkan buah ketenangan yang terinternalisasi dalam diri. Wujud dari ketenangan adalah saat seseorang tidak lagi membebani diri dengan sifat dan sikap yang merugikan dirinya sendiri. Ujian apa pun tak mudah membuat ketenangannya bergeming karena yakin sesuatu terjadi hanya dengan izin Allah dan akan selalu berprasangka baik terhadap ketentuan-Nya.

Maka, setiap hari adalah langkah yang menghantarkan kepada jalan menuju pulang. Setiap hari adalah pundi-pundi mengisi tabungan. Khusnul khotimah dapat diraih hanya dengan tabungan ketenangan, keikhlasan, dan ingatan tertuju pada Allah yang terlatih dari setiap ujian yang datang. Seandainya hari ini kita masih merasa belum memiliki tabungan yang cukup sebagai bekal menuju pulang, tak ada yang bisa menjamin kepulangan khusnul khotimah kita. Karena kepulangan itu mungkin saja datang semenit lagi, sebelum kita sempat berpikir memenuhi tabungan perbekalan. Dan sisa waktu itu, tak perlu dihabiskan untuk berpikir yang lain, kecuali bersegera. Bersegera melakukan percepatan mengisi bekal menuju pulang. Hingga kematian menjadi suatu kerinduan bertemu Sang Kekasih. Wallahu a’lam bisshowab. (ahs)

contoh undangan peltihan spiritual menuju khusnul khotimah

Informasi Kegiatan Muslimah Center Daarut Tauhiid
Pelatihan Bimbingan Spiritual Muslimah Angk ke-2

Bismillahirrohmannirrohiim

Assalamu’alaikum waRahmatullah waBarakatuh


Yayasan Daarut Tauhiid dengan ini mengundang para muslimah untuk mengikuti
kegiatan Pelatihan yang diselenggarakan oleh Muslimah Center Daarut Tauhiid
-sebuah lembaga di lingkungan Pesantren Daarut Tauhiid- yaitu BIMBINGAN
SPIRITUAL MUSLIMAH: “Menuju Khusnul Khotimah” Angkatan ke-2 yang insya Alloh
akan diselenggarakan pada tanggal 26 - 27 Mei 2007 bertempat di Pesantren Daarut
Tauhiid, Jl. Gegerkalong Girang No. 30D Bandung.

Pelatihan angkatan ke-1 alhamdullillah telah dilaksanakan di awal April 2007
yang diikuti oleh 70 orang peserta yang berasal dari berbagai kota di tanah air.

Bimbingan Spiritual Muslimah [BSM] merupakan sebuah pelatihan yang disiapkan
khusus bagi muslimah usia dewasa ke atas yang ingin menambah ilmu dan wawasan
untuk persiapan sebagai bekal menjalani kehidupan abadi.

Materi pelatihan:
· Mengenal Hakikat Hidup,
· Menjemput Kematian dengan Khusnul Khotimah & Tanda-tanda Kematian,
· Fiqih Janaiz [Pengurusan Jenazah],
· Mawaris [Hukum Waris], dan
· Muhasabah.

Pemateri:
· Teh Ninih Mutmainnah [Direktur Muslimah Center Daarut Tauhiid],
· Bpk. Palgunadi T. Setyawan [narasumber Pesantren Daarut Tauhiid dan
penulis buku “Daun Berserakan: Sebuah Renungan Hati”], serta
· Tim Assatidzah Pesantren Daarut Tauhiid.

Investasi kegiatan: Rp. 250.000,- [dua ratus lima puluh ribu rupiah] per
orang.
Fasilitas: penginapan dan konsumsi selama kegiatan berlangsung.

Tata cara pendaftaran:
Calon peserta dipersilahkan mentransfer investasi kegiatan ke Rekening BNI
Cabang UPI Bandung No. 225.106.53, a.n Yayasan Daarut Tauhiid.
Calon peserta kemudian mengirimkan bukti transfer dan biodata peserta [nama,
tempat & tanggal lahir, pekerjaan, alamat, telp/HP/email] ke panitia via faks no
022-2003238 atau 022-2018613.
Panitia akan memberikan konfirmasi kepada calon peserta via SMS/telp sebagai
tanda bukti telah terdaftar sebagai Peserta Pelatihan.
Cancellation fee:
· H-1 dan hari H à 100% dari investasi kegiatan
· H-7 sd H-2 à 50% dari investasi kegiatan

Info lebih lanjut dapat menghubungi:
Subbag Diklat Muslimah Center Daarut Tauhiid
d/a Kompleks Pesantren Daarut Tauhiid
Jl. Gegerkalong Girang No. 30D Bandung
Telp : 022-2021902
Faks : 022-2003238 atau 022-2018613
HP : 0815 7329 0864 [Teh Rika] atau 0857 24000 488 [Teh Puput]
Email : rikasinta@...

Kami sangat berbahagia apabila sahabat-sahabat dapat turut membantu
menyebarkan informasi ini. Atas perhatian dan bantuannya, kami ucapkan
jazakumullahu khairan katsira.

Wassalamu’alaikum waRahmatullahi waBarakatuh

Hidup Bukan Pilihan


Bismillahirrahmanirrahim..
Mengapa ada orang jahat? Mengapa ada orang baik? Dan mengapa ada orang yang tidak peduli dengan kehidupannya di dunia ini? Bahkan ia ingin mengakhirinya sesegera mungkin. Naudzubillahi min dzalik.
Suatu pernyataan yang kurang tepat sedari kecil nampaknya telah mengungkung pikiran kita agar tetap terlena nyaman. Pernyataan inilah yang mampu menjawab tiga pertanyaan diatas. Katanya, hidup adalah pilihan. Akibatnya, dari sini selalu muncul pembenaran-pembenaran atas kelakuan kita yang melenceng dari syariat Islam. Hidup adalah pilihan, terlalu banyak yang bisa dipilih sesuai keinginan kita. Nafsu . Manusia senantiasa berfoya-foya dengan berbagai jalan hidup yang ingin ia tempuh. Selalu saja ada alasan untuk melonggarkan diri dari tuntunan Allah. Tapi, pernyataan ini sangat tidak pernah saya setujui, namun sayang saya belum mampu membuktikan bahwa hidup bukan pilihan !
Semuanya tertulis lengkap, rencana Allah untuk tiap kepala yang dihidupkan-Nya, di Laul Mahfudz. Berawal dari penciptaan embrio, kitalah yang dipercaya Allah untuk menjadi salah satu dari sekian ribu juta manusia bumi. Bukan kebetulan dan sekali lagi, hidup bukan pilihan. Kitalah sel telur yang berhasil dibuahi oleh sperma dan tumbuh hingga dewasa seperti sekarang ini. Allah yang memilih kita, tapi kita tidak bisa memilih untuk tetap bergelung di dalam rahim ibu. Kita harus dilahirkan dan hidup sebagai seorang Homo sapiens. Yang mungkin belum kita sadari, kita semua pernah berkomitmen dengan Allah, jauh sebelum kita dilahirkan.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” QS. Al-A’raf : 172
Manusia telah diajari bertanggung jawab, bahkan sebelum ia menghirup oksigen di bumi. Allah sendiri yang berbicara langsung dengan Bani Adam (keturunan Adam) dan mengambil kesaksian atas masing-masing makhluk ciptaan-Nya ini. Allah menuntut kita menjadi seorang yang bertanggung jawab, dengan menepati janji yang telah disepakati kedua belah pihak. Perlu saya ulangi, kita memang tidak menyadari ada momen dimana kita berjanji langsung dengan Allah bahwa kita siap berpetualang di planet biru ini. Tapi telah jelas tertulis di Al-Quran bahwa benar ada adegan ini dan kita wajib mengimaninya. Siap atau  tidak roller coaster akan segera meluncur. Hidup akan terus bergulir. Tak ada pilihan menjadi orang malas, karena itu bukan ajaran Islam. Tak ada pilihan menjadi orang sombong, karena itu bukan ajaran Islam. Tak ada pilihan menjadi koruptor apalagi pembunuh, karena itu benar bukan ajaran Islam . Yang ada hanyalah pilihan untuk bersikap selayaknya agama ini diturunkan di semesta ini, rahmatan lil alamin.  Mengapa? Yah, ini konsekuensinya, kita harus menurut dengan Sang Empunya, menaati semua peraturan-Nya, dan tidak melanggar larangan-Nya.
Sungguh tidak ada alasan lagi bagi seorang manusia untuk melakukan perbuatan yang “suka-suka” atau mereka memang sedang sengaja mendeklarasikan diri sebagai orang yang tak tahu diri. Orang yang tak bisa menepati janji. Sudah diberi jatah hi601808 10151932601457468 823574488 n 300x200 Hidup Bukan Pilihandup, malah dihabiskan untuk mengkhianati perjanjian di awal dengan pihak kedua, Sang Pencipta.
Dari sini saya makin yakin dengan prinsip yang selama ini masih abu-abu bahwa hidup memang bukan pilihan. Bukan tempat untuk coba-coba hal negatif atau coba-coba bermaksiat. Karena hidup dengan kaki menginjak tanah hitam ini merupakan ujian menuju level selanjutnya, kehidupan yang kekal : akhirat. Jika kita masih bertahan sebagai salah satu penduduk bumi, itu artinya kita telah lolos kualifikasi dan dianggap mampu  memakmurkan bumi oleh Allah. Jangan pernah mengkhianati kepercayaan Allah ini dengan berlaku semena-mena baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun alam tempat tinggal kita. Jangan pernah mengecewakannya. Ditambah lagi, hidup ini bukan main-main. Allah sendiri yang mengatakan di Al-Qur’an :
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? QS. Al-Mu’minun : 115
Mugkin dari sini muncul alasan lain, pemberontakan “Why so serious?” oleh kalangan yang tak kenal dosa. Semoga kita bukan termasuk orang-orang golongan ini, golongan yang tidak berpikir. Tidak visioner. Mereka bersenda gurau berlebihan, berleha-leha di dunia, dan melakukan sesuatu semau mereka. Apa namanya jika mereka bukan disebut golongan yang tidak berpikir? Mereka hanya mendapat kesenangan semu, kepuasan dan tawa renyah sesaat. Tapi balasannya, mereka akan mendapat siksa yang pedih di akhirat nanti. Mereka masih menganggap hidup memiliki banyak pilihan yang bisa dimainkan seperti mengocok dadu di meja judi. Beruntung dan tersenyum haram. Ketidaksabaran menahan godaan untuk tetap di jalur yang benar harus ditebus dengan kehidupan yang kekal dengan kondisi sebaliknya dari yang ia lakukan selama di kehidupan fana. Jadi, tak bisakah kau bersabar sedikit lebih lama demi kehidupan kekal yang lebih indah, Kawan?
Saya mengalami sendiri, mendapat pencerahan ini adalah efek karena sering berinteraksi dengan Al-Qur’an. Selain membaca, mentadaburi, dan (insya allah) mengamalkannya selalu saya coba terapkan. Tak perlu kita, umat muslim, bingung mencari motivator atau psikiater karena dari kitab inilah justru jawaban semua masalah hati terpenuhi. Salah satunya adalah tentang penegas bahwa hidup kita bukan pilihan. Hidup harus dipertanggungjawabkan.
Yah, bahasa ini memang tak akan bisa seindah Al-Qur’an. Apalah daya tangan berjari limaku dalam membuat tulisan  jika dibandingkan dengan kuasa-Nya membuat langit, bumi, hingga bakteri Clostridium botulinum di dunia ini. Semoga sedikit ulasan ini bisa menjadi batu lompatan untuk menjadi muslim yang lebih baik lagi. Wallahu’alam bisshawab..