Setiap manusia dewasa tentu pernah merindukan sebuah pencerahan. Apakah pencerahan itu dalam konteks spiritualitas, maupun dalam kerangka pengembangan diri. Orang-orang yang mampu menjaga kerinduannya akan pencerahan mempunyai kesempatan untuk secara konsisten membawa dirinya menuju kepada kesejatian hidup. Yaitu; menjadi manusia yang bisa mewujudkan tujuan atas penciptaannya. Ngomong-ngomong; apakah sesungguhnya tujuan pencipataan kita ini?
Dimusim hujan seperti ini banyak laron beterbangan menjelang malam tiba. Ketika mahluk sejenis ngengat itu sudah mencapai titik tertentu dalam perkembangan siklus hidupnya, dia dianugerahi penciptanya dengan sepasang sayap. Sayap itu memungkinkan dirinya untuk terbang menuju suatu tempat yang jaraknya sering teramat jauh. Mereka keluar dari tempat persembunyian disisa-sisa kayu dan pepohonan mati. Kemudian terbang menuju satu titik yang pasti, yaitu; sumber cahaya. Ditempat itu, mereka bertemu dengan laron-laron lainnya, sehingga pertemuan itu bagaikan sebuah konferensi besar para pencari cahaya.
Adakah para laron itu ingin menyampaikan sebuah pesan? Kelihatannya memang demikian. Melalui apa yang dilakukannya, para laron mengingatkan kita betapa pentingnya menghadapkan diri kearah sumber cahaya. Karena, menuju cahaya adalah sebuah fitrah bagi setiap manusia. Didalam diri kita, ada sisi gelap. Dan ada pula sisi terang. Jika kita tidak pernah menambahkan cahaya kedalamnya, maka sisi gelap kita akan menjadi semakin banyak. Sedangkan, sisi terang akan semakin berkurang. Untuk menjadi gelap; kita tinggal berdiam diri saja. Karena cepat atau lambat dunia kita pasti menjadi gelap. Sedangkan untuk mendapat terang, kita harus melakukan usaha-usaha yang sepadan. Karena menanti dengan berdiam diri tidak memberikan jaminan datangnya cahaya terang.
Bagi sang laron, menuju sumber cahaya adalah langkah paling akhir misi hidupnya. Sedangkan bagi manusia, seberkas cahaya didalam dirinya menyala melalui setiap perilakunya yang terpuji. Seperti ketika mereka menghitung langkah satu, dua, tiga, dan empat; semuanya berjalan membentuk sebuah untaian proses pencerahan jiwa. Kemudian, tepat pada hitungannya yang kelima; mereka melakukan langkah terakhir dalam hidupnya untuk menuju sang pemilik cahaya sesungguhnya. Ditempat itulah kemudian mereka, berkumpul dengan para pencari cahaya lainnya. Duduk bersimpuh disebuah lapangan luas, untuk mendekatkan diri kepada sang pemilik cahaya sejati.
Setelah sampai disumber cahaya itu, tunailah sudah misi hidup seekor laron. Dan setelah tiba disumber cahaya sejati itu; tunailah sudah perjalanan panjang seorang manusia. Karena, ketika itu; kita bisa menjelma menjadi manusia yang tercerahkan oleh cahaya kesejatian. Seseorang yang berhasil melakukan perjalanan itu sesuai dengan panggilan sang pemilik cahaya akan memasuki babak baru dalam siklus hidupnya, yaitu; menjadi manusia sejati. Manusia yang memiliki kematangannya secara spiritualitas, maupun fungsi sosial kemasyarakatan. Sedangkan, mereka yang hanya matang secara spiritual, tetapi tidak berfungsi secara sosial belum benar-benar mencapai kesejatian itu. Sebaliknya, mereka yang secara fungsi sosial matang tetapi melupakan kematangan spiritual adalah orang-orang yang hanya bagus dimata sesama manusia. Namun, dihadapan Tuhannya; nilainya layak dipertanyakan.
Bagi seekor laron, menuju cahaya adalah sebuah perjalanan sekali seumur hidup. Oleh karena itu, seekor laron; mengerahkan semua yang ada dialam dirinya untuk perjalanan suci itu. Dan ketika cahaya telah memenuhi dirinya; dia menanggalkan sayap-sayapnya. Perlambang apakah ini bagi kita? Sang laron tengah mengajari kita bahwa jika sudah sampai kepada sumber cahaya, maka kita harus meneguhkan hati untuk menutup segala kemungkinan yang bisa memabawa kita kembali menuju kegelapan.
Jika sayap itu masih dipeliharanya; maka cepat atau lambat, dia akan tergoda untuk terbang menuju gelap. Dengan menanggalkannya, sang laron menutup semua kemungkinan itu, supaya dia bisa memberikan totalitas dirinya didalam terang itu. Meski untuk mendapatkannya, dia harus mengorbankan sepasang sayap yang dimilikinya. Manusia tengah diseru oleh sang laron, untuk juga melakukan pengorbanan yang sama. Yaitu pengorbanan untuk membuang nafsu-nafsu yang sering menyeretnya kepada sifat buruk. Dan menanggalkan sifat-sifat tak patut didalam dirinya. Sehingga, ketika kita kembali pulang; kita benar-benar hanya membawa cahaya putih lagi bersih. Sebersih jiwa seorang bayi yang baru saja dilahirkan.
Hore,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan meninggalkan komentar anda di kolom yang telah kami sediakan.......